Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

04 September 2021

PLKPP 23/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

UP DATE: 
Peraturan ini pertanggal 6 Mei 2021 telah dicabut oleh PLKPP nomor 07 tahun 2021 tentang Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa.



LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2015

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, 


Menimbang

  1. bahwa dalam rangka menindaklanjuti Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 134 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah perlu pengaturan teknis operasional Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
  2. bahwa bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Petunjuk Teknis Operasional Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 
Mengingat

  1. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 314);
  2. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5655); 
  3. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;


MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN :

PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

  2. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  3. Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa seseorang telah memenuhi aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  4. Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa seseorang telah memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa. 

  1. Sertifikasi Keahlian Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disebut Sertifikasi Kompetensi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan Standar Khusus.

  2. Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  3. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP yang selanjutnya disebut Deputi Bidang PPSDM adalah unit organisasi di LKPP yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  4. Direktorat Sertifikasi Profesi adalah unit organisasi di bawah Deputi Bidang PPSDM yang mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan pedoman serta pelaksanaan sertifikasi profesi Pengadaan Barang/Jasa.

  5. Direktorat Pelatihan Kompetensi adalah unit organisasi di bawah Deputi Bidang PPSDM yang mempunyai tugas menyiapkan rumusan pedoman pelatihan kompetensi pengadaan barang/jasa Pemerintah dan pengelolaan sumberdaya pembelajaran.

  6. Pelaksana Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pelaksana Sertifikasi Keahlian adalah LKPP melalui Direktorat Sertifikasi Profesi.

  1. Pelaksana Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pelaksana Ujian adalah pihak-pihak yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  2. Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Ujian adalah proses yang dilaksanakan oleh Pelaksana Ujian untuk menilai layak atau tidaknya calon Pemegang Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa mendapatkan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  3. Pengawas Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengawas LKPP adalah seseorang yang ditugaskan oleh Direktur Sertifikasi Profesi untuk mengawasi pelaksanaan ujian sertifikasi.

  4. Peserta Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Peserta Ujian adalah seseorang yang namanya telah terdaftar dalam data Peserta Ujian dan telah mendapat nomor Peserta Ujian.

  1. Pemegang Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pemegang Sertifikat adalah seseorang yang telah lulus Ujian dan telah mendapatkan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

  2. Pengawasan Hasil (surveillance) adalah proses untuk memastikan pemegang Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa masih memiliki pengetahuan dan pemahaman peraturan di bidang Pengadaan Barang/Jasa dan untuk memelihara mutu Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa.

  3. Log Book Pengawasan Hasil (Surveillance) yang selanjutnya disebut log book adalah buku kerja/catatan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan oleh Pemegang Sertifikat.

BAB II
TUJUAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Pasal 2

Tujuan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar yang diatur dalam Peraturan ini untuk:
a. memastikan sumber daya manusia yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa telah mengetahui dan memahami Peraturan Perundang-undangan tentang Pengadaan Barang/Jasa; dan

b. meningkatkan mutu, profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas para pihak dalam pelaksanaan Sertifikasi Keahlian.

BAB III RUANG LINGKUP

Pasal 3

(1)  Ruang lingkup Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa terdiri dari :

1. Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

2. Sertifikasi Keahlian Berbasis Kompetensi

(2)  Ruang lingkup Peraturan ini mengatur mengenai Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) angka 1 yang meliputi:

1. Para Pihak dalam pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar;

  1. Persiapan pelaksanaan Ujian;

  2. Pelaksanaan Ujian;

  3. Pembiayaan Pelaksanaan Ujian;

  4. Pengelolaan Sertifikat;

  5. Pengaduan; dan

  6. Pemberian sanksi dalam Penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

BAB IV
PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Bagian Kesatu Pelaksana Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

Pasal 4

(1)  Deputi Bidang PPSDM bertanggung jawab atas penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

(2)  Deputi Bidang PPSDM sebagai penanggungjawab penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki kewenangan:

a. menetapkan Pelaksana Ujian;
b. menetapkan sistem manajemen mutu pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar; dan

c. menetapkan Tata Cara pemberian sanksi.

(3) Penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

Pasal 5


(1)  Direktur Sertifikasi Profesi bertanggung jawab atas Pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

(2)  Direktur Sertifikasi Profesi sebagai penanggung jawab pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki kewenangan:


a. menetapkan materi Ujian;

b. menetapkan hasil Ujian; dan

c. menetapkan pengawas Ujian LKPP.

Bagian Kedua Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

Pasal 6

(1)  LKPP membentuk Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar dalam rangka menjaga akuntabilitas pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

(2)  Anggota Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar berjumlah gasal, terdiri dari:

a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota, yang dijabat oleh Direktur Sertifikasi Profesi;

  1. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota, yang dijabat oleh Pejabat Struktural di Direktorat Sertifikasi Profesi; dan

  2. sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota, yang dijabat oleh pejabat struktural di Deputi Bidang PPSDM.

(3)  Pembentukan dan Keanggotaan Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.


Pasal 7


(1)  Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki tugas untuk mengusulkan kepada Deputi Bidang PPSDM , meliputi:

a. standar kelulusan;

b. hasil verifikasi Pelaksana Ujian; dan
c. tata cara pemberian sanksi kepada Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, Pengawas Ujian, dan Pemegang Sertifikat dalam proses sertifikasi;

(2)  Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki tugas memeriksa pengaduan terkait proses sertifikasi.


Bagian Ketiga Pelaksana Ujian

Pasal 8

Pihak yang dapat bertindak sebagai Pelaksana Ujian terdiri atas:

  1. Direktorat Sertifikasi Profesi;

  2. Unit Organisasi Pendidikan/Pelatihan di Kementerian/

    Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi; dan

  3. Lembaga/Unit Pendidikan/Pelatihan Lainnya selain Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

Pasal 9

Persyaratan Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:

  1. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b merupakan Unit Organisasi Pendidikan/ Pelatihan di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah /Institusi yang memiliki tugas dan fungsi serta kewenangan melaksanakan pendidikan/pelatihan;

  2. Apabila Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi yang tidak memiliki unit Organisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pelaksana ujian merupakan unit organisasi yang membidangi kepegawaian/sumber daya manusia;

  3. Pelaksana ujian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dan huruf c, merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan dengan status akreditasi minimal D pada Direktorat Pelatihan Kompetensi;

  4. Pelaksana Ujian pada unit organisasi Pendidikan /Pelatihan di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang dikelola untuk peserta ujian internal Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan dengan status minimal terdaftar pada Direktorat Pelatihan Kompetensi;

  5. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c merupakan Lembaga/Unit Pendidikan/ Pelatihan Lainnya yang memiliki tugas dan fungsi serta kewenangan melaksanakan pendidikan/pelatihan;

  1. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dan huruf b memiliki mekanisme pengelolaan keuangan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum/Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya apabila melakukan pungutan terhadap Peserta Ujian;

  2. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki izin resmi yang masih berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan/pelatihan dari instansi pemerintah yang berwenang;

  3. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c berbentuk sebagai Badan Hukum/Badan Usaha sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan

  4. memiliki sistem manajemen mutu pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar yang berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

Pasal 10

Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

  1. hak meliputi:

    1. mendapat fasilitasi Ujian dari Direktorat Sertifikasi Profesi; dan

    2. memberikan masukan, saran dan/atau pengaduan terhadap pelaksanaan Ujian.


  2. kewajiban meliputi:
    1. menjaga mutu pelaksanaan Ujian;
    2. menyusun rencana kegiatan pelatihan dan Ujian serta 
    melaporkan ke Deputi Bidang PPSDM LKPP;

    3. menyeleksi Peserta Ujian sesuai dengan persyaratan peserta ujian yang telah ditetapkan;

    4. menyediakan sarana dan prasarana pengujian sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

    5. melaksanakan Ujian secara profesional, independen, dan kredibel;

    6. menjaga ketertiban, kerahasiaan, dan keamanan materi Ujian;

    7. mengunggah pas foto peserta ujian terbaru ukuran 3 x4;

    8. mengunggah data peserta ujian dan mengelola database Peserta Ujian;

    9. mengirimkan Sertifikat kepada Peserta Ujian yang telah lulus Ujian paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penerimaan Sertifikat dari LKPP; dan 10. mematuhi Peraturan Perundang-undangan.

    Pasal 11

(1)  Pelaksana Ujian yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ditetapkan sebagai Pelaksana Ujian oleh Deputi Bidang PPSDM.
(2)  Pelaksana Ujian yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dapat mengajukan permohonan untuk melaksanakan Ujian.


Bagian Keempat Peserta Ujian

Pasal 12

(1) Peserta yang dapat mengikuti Ujian terdiri atas:
a. Pegawai pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi; dan/atau b. Orang perorangan.

(2) Persyaratan Peserta Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

    1. Berpendidikan paling rendah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat;
    2. Telah mengikuti pelatihan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah atau memiliki pengalaman di bidang Pengadaan Barang/Jasa dalam 2 (dua) tahun terakhir yang dibuktikan dengan portofolio;
    3. Terdaftar sebagai Peserta Ujian di Direktorat Sertifikasi Profesi ;
    4. Menyerahkan dan/atau mengunggah pas foto berwarna terbaru ukuran 3 x 4;
    5. Tidak pernah mengikuti Ujian dalam 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Ujian; dan 
    6. Tidak memiliki Sertifikat.

Pasal 13

Peserta Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

  1. Hak Peserta Ujian meliputi:
    1. untuk mengikuti Ujian;
    2. memberikan masukan, saran dan/atau pengaduan

    kepada Pelaksana Ujian;
    3. mendapatkan Sertifikat apabila lulus Ujian; dan
    4. mengajukan keberatan atas penetapan hasil ujian.

Kewajiban Peserta Ujian meliputi:
1. mematuhi tata tertib pelaksanaan Ujian;
2. menyerahkan dan/atau mengunggah pas foto terbaru

dan salinan kartu identitas; dan
3. menyerahkan surat tugas dari instansi, khusus ujian

yang dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

Bagian Kelima Pengawas LKPP


Pasal 14

(1)  Pengawas LKPP ditunjuk oleh Direktur Sertifikasi Profesi.

(2)  Pengawas LKPP memiliki tanggung jawab:

a. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Direktur Sertifikasi Profesi;

  1. Menjaga integritas dalam pelaksanaan tugas; dan

  2. Menjaga kerahasiaan soal ujian dan informasi lain yang perlu dirahasiakan, serta tidak menggunakan informasi

    yang bersifat rahasia untuk kepentingan pribadi.

(3) Pengawas LKPP memiliki tugas dan kewenangan:
a. Mengatur pelaksanaan ujian sesuai dengan pedoman

Standar Mutu Sertifikasi Profesi; dan
b. Mendiskualifikasi peserta ujian yang melanggar tata

tertib pada saat Ujian berlangsung.

BAB V
PERSIAPAN PELAKSANAAN UJIAN

Bagian Kesatu Persiapan

Pasal 15

Direktorat
pelaksanaan Ujian yang meliputi:

Sertifikasi Profesi melaksanakan persiapan

a. validasi materi Ujian;
b. verifikasi Pelaksana Ujian;
c. menyetujui, mengubah, dan membatalkan jadwal Ujian; dan d. menunjuk Pengawas Ujian LKPP.

Bagian Kedua Permohonan Ujian

Pasal 16

(1) Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan huruf c mengajukan permohonan fasilitasi pelaksanaan Ujian secara tertulis kepada Deputi Bidang PPSDM up. Direktur Sertifikasi Profesi yang ditandatangani oleh:

a. pimpinan Unit Organisasi Pendidikan/Pelatihan di Kementerian /Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi; atau

b. pimpinan penyelenggara pelatihan dan Pelaksana Ujian Lembaga/Unit Pendidikan/Pelatihan Lainnya.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

(3) Isi permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling kurang:
a. nama dan nomor telepon staf Pelaksana Ujian yang

dapat dihubungi;

  1. maksimal jumlah Peserta Ujian;

  2. jumlah ruangan pelaksanaan Ujian;

  3. waktu pelaksanaan Ujian; dan

  4. tempat pelaksanaan Ujian.

(4) Permohonan yang diunggah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima Direktorat Sertifikasi Profesi dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) hari kerja dan paling cepat 40 (empat puluh) hari kerja sebelum pelaksanaan Ujian.

(5) Permohonan Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagai dasar penunjukkan jumlah pengawas LKPP oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

  1. (6)  Direktorat Sertifikasi memberikan konfirmasi atas permohonan Ujian sebagaimana ayat (5) paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan ujian melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

  2. (7)  Pelaksana Ujian melengkapi permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengunggah data dan pas foto Peserta Ujian melalui aplikasi pendaftaran daring (online) di www.lkpp.go.id paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan Ujian.

  3. (8)  Pelaksana Ujian tidak dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan data Peserta Ujian setelah batas akhir waktu unggah (upload) data Peserta Ujian.

  4. (9)  Apabila Pelaksana Ujian berada di daerah yang belum memiliki jaringan internet, permohonan dan data Peserta Ujian dapat dikirimkan melalui faksimili, pos tercatat, atau menyerahkan langsung ke kantor LKPP.

    Pasal 17

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi memfasilitasi Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan huruf c, apabila telah memenuhi persyaratan dan mengajukan permohonan ujian.

  2. (2)  Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi selain Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, dapat mengajukan kerja sama pelaksanaan Ujian kepada Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dengan mekanisme swakelola instansi Pemerintah lain atau pemilihan penyedia barang/jasa.

  3. (3)  Berdasarkan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mengajukan permohonan Ujian kepada Direktorat Sertifikasi Profesi.

    Bagian Ketiga
    Pembatalan dan Perubahan Jadwal Ujian

    Pasal 18

  1. (1)  Pelaksana Ujian mengajukan permohonan secara tertulis mengenai pembatalan atau perubahan jadwal Ujian dengan mengunggah permohonan melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

  2. (2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Direktorat Sertifikasi Profesi paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Ujian.

BAB VI PELAKSANAAN UJIAN

Bagian Kesatu Sistem Manajemen Mutu

Pasal 19

Sistem Manajemen Mutu Pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

Bagian Kedua Media Pelaksanaan Ujian

Pasal 20

  1. (1)  Pelaksana Ujian melaksanakan ujian dengan menggunakan media komputer daring (online).

  2. (2)  Pelaksana Ujian yang belum dapat melaksanakan Ujian dengan media komputer daring (online) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat melaksanakan Ujian menggunakan media kertas sampai dengan akhir Tahun 2015.

    Bagian Ketiga Evaluasi Ujian

    Pasal 21

  1. (1)  Evaluasi Hasil Ujian dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi

    Profesi berdasarkan standar kelulusan yang ditetapkan oleh

    Deputi Bidang PPSDM.

  2. (2)  Hasil Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

    oleh Direktur Sertifikasi Profesi.

    Bagian Keempat Pengumuman Hasil Ujian

    Pasal 22

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi mengumumkan hasil Ujian paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Ujian.

  2. (2)  Penayangan pengumuman hasil Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di situs resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

    Bagian Kelima
    Keberatan Atas Penetapan Hasil Ujian

    Pasal 23

(1) Pelaksana Ujian atau Peserta Ujian dapat mengajukan keberatan atas penetapan hasil evaluasi Ujian paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak pengumuman hasil Ujian dengan mengirimkan surat kepada Deputi Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi.


(2) Direktur Sertifikasi Profesi menjawab keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak keberatan diterima.

BAB VII PENGELOLAAN SERTIFIKAT

Bagian Kesatu Penerbitan Sertifikat

Pasal 24

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi menerbitkan Sertifikat kepada Peserta Ujian yang telah dinyatakan lulus.

  2. (2)  Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup sejak tanggal diterbitkannya sertifikat.

    Bagian Kedua Penyerahan Sertifikat

    Pasal 25

  1. (1)  Sertifikat diberikan kepada Peserta Ujian pada hari yang sama dengan pelaksanaan Ujian apabila pelaksanaan Ujian dilakukan dengan media daring (online) di LKPP.

  2. (2)  Sertifikat dikirimkan kepada Pelaksana Ujian melalui jasa kurir (pos tercatat) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak pengumuman hasil ujian.

  3. (3)  Pelaksana Ujian yang belum menerima pengiriman Sertifikat selama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengumuman hasil ujian dapat mengajukan permintaan secara tertulis ke Direktorat Sertifikasi Profesi.

  4. (4)  Pelaksana Ujian menyerahkan Sertifikat kepada Peserta Ujian paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima Sertifikat dari Direktorat Sertifikasi Profesi.

  5. (5)  Peserta Ujian yang belum menerima Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan permintaan Sertifikat secara tertulis kepada Pelaksana Ujian yang ditembuskan ke Direktorat Sertifikasi Profesi.

    Bagian Ketiga
    Hak dan Kewajiban Pemegang Sertifikat 
    Barang/Jasa.

    Pasal 26

a. hak meliputi:
1. dapat ditetapkan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen;
2. dapat ditetapkan sebagai Anggota Kelompok Kerja Unit 
Layanan Pengadaan dan/atau Pejabat Pengadaan;

3. dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa; dan/atau

4. melaksanakan kegiatan lain di bidang Pengadaan


Pasal 27

b. kewajiban meliputi:
1. menjaga integritas;
2. menyebarkan pengetahuan Pengadaan Barang/ Jasa; 3. meningkatkan kompetensi; dan
4. mengisi log book.

Bagian Keempat Pencetakan Ulang Sertifikat

Pasal 28

  1. (1)  Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan pencetakan ulang Sertifikat melalui log book di website resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

  2. (2)  Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan cetak ulang dalam hal:
    a. adanya kesalahan penulisan atau kerusakan pada

    Sertifikat; atau

b. Sertifikat hilang.

  1. (3)  Dalam hal adanya kesalahan penulisan atau kerusakan pada Sertifikat, Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan cetak ulang dengan ketentuan:

    1. surat permohonan cetak ulang ditujukan kepada Deputi

      Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi; dan

    2. surat permohonan memuat kesalahan penulisan berikut perbaikan penulisannya dengan bukti pendukung dan

      melampirkan Sertifikat asli yang salah cetak atau rusak.

  2. (4)  Dalam hal Sertifikat hilang, Pemegang Sertifikat dapat

    mengajukan permohonan cetak ulang dengan ketentuan:

    1. surat permohonan cetak ulang ditujukan kepada Deputi

      Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi;

    2. melampirkan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP);

    3. melampirkan surat keterangan hilang dari kepolisian

      setempat; dan

    4. melampirkan Daftar Hasil Ujian yang telah diunduh di

      situs resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

  3. (5)  Pemegang Sertifikat yang mengajukan surat permohonan

    cetak ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh:
    a. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja

    Perangkat Daerah/ Instansi paling rendah setingkat Pejabat Eselon II/Kepala Kantor/Pimpinan Unit Kerja bidang Pengadaan/Pejabat yang menangani urusan kepegawaian, atau Pendidikan dan Pelatihan untuk pegawai yang bekerja pada Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi tersebut; atau

b. Orang perorangan pada non Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi.

(6) Hasil cetak ulang Sertifikat dikirim kepada Pemegang Sertifikat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak surat permohonan cetak ulang diterima oleh Direktur Sertifikasi Profesi.


BAB VIII PENGADUAN

Pasal 29

  1. (1)  Dalam hal Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, dan/atau masyarakat menemukan indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan Ujian, dapat mengajukan pengaduan atas pelaksanaan Ujian, dan Cetak Ulang Sertifikat.

  2. (2)  Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan kepada LKPP, disertai bukti-bukti kuat yang terkait langsung dengan materi pengaduan.

    BAB IX SANKSI

    Pasal 30

Tata cara pemberian sanksi kepada Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, Pengawas Ujian, dan Pemegang Sertifikat dalam proses sertifikasi ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

BAB X
PEMBIAYAAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Pasal 31

  1. (1)  Sumber pembiayaan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar terdiri atas:
    a. seluruh biaya berasal dari anggaran LKPP; atau
    b. sebagian biaya berasal dari anggaran LKPP dan

    Pelaksana Ujian.

  2. (2)  Pembiayaan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

    yang berasal dari anggaran pelaksana ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
    a. Sarana dan prasarana ujian;
    b. transportasi, akomodasi, dan honorarium bagi Pengawas

    Ujian; dan/atau
    c. pengiriman Sertifikat kepada peserta ujian.

    BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN

    Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenjang Sertifikasi Keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur dengan Peraturan Kepala LKPP.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

  1. (1)  Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini, Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/LKPP dengan kategori L2, L4, dan L5, maupun Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 yang masih berlaku atau telah habis masa berlakunya tetap dapat digunakan dan dinyatakan masih berlaku sampai dengan seumur hidup.

  2. (2)  Pelaksana Ujian yang melaksanakan Ujian di wilayah DKI Jakarta menggunakan media komputer daring (online) sejak Peraturan Kepala ini berlaku.

    Pasal 34

Pelaksana Ujian yang belum memenuhi ketentuan pasal 9 huruf c dan huruf d, namun telah ditetapkan sebagai Pelaksana Ujian melalui Keputusan Deputi Bidang PPSDM sebelum peraturan ini ditetapkan, masih dapat melaksanakan ujian hingga batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Deputi Bidang PPSDM tentang Penetapan Pelaksana Ujian.


BAB XIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

(1)Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Operasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

(2) Peraturan Kepala ini berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 


Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2015

KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, 

01 September 2021

Komisi V DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Bina Konstruksi

Komisi V DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Bina Marga, Dirjen Bina Konstruksi dan Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR dengan agenda: 1. Evaluasi Pelaksanaan APBN TA 2021 s.d. Agustus 2021; 2. Membahas Alokasi Anggaran menurut fungsi dan program masing-masing Unit Eselon I K/L Unit Eselon I Mitra Kerja Komisi V DPR RI dalam RAPBN TA 2022. Rabu, 01 September 2021.


apabila tidak bisa dibuka, silahkan di klik link berikut https://www.youtube.com/watch?v=lFrUdvuhURk 

        Beberapa Anggota Dewan yang terhormat masih fokus pada penggiringan Opini "Harga Terendah sebanding dengan Kualitas kerja Buruk". Sebelum membahas opini itu saya rasa kita kembalikan kepada Fakta bahwa "Dulu-dulu Kontraktor menawar hampir 100% namun banyak juga jalan cepat rusak, jembatan ambruk, gedung rubuh bahkan pekerjaan mangkrak", sampai disini jelas Penggiringan Persepsi terhadap Harga Rendah berbanding lurus dengan rendahnya Kualitas pekerjaan.
Mari kita berandai-andai apabila ada pekerjaan Pembuatan Saluran  


LIVE STREAMING - KOMISI XI DPR RI RDP DENGAN BPS DAN LKPP

LIVE STREAMING - KOMISI V DPR RI RDP DENGAN DIRJEN BINA MARGA, BINA KONS...

21 Agustus 2021

Bolehkah menyebut MEREK pada TENDER ? dan apa SANKSI-nya ?


Hallo para pelaku PBJ khususnya para pembaca, kali ini saya tertarik mengkaji dalam rangka menjawab pertanyaan salah satu member FB Group LKPP (Barang dan Jasa) - Ekosystem PENGADAAN Indonesia. Adapun pertanyaan tersebut adalah apakah dalam spesifikasi teknis boleh merujuk/mensyaratkan ke merek tertentu?, sekilas ini pertanyaan gampang dijawab namun bila dikaji dengan kacamata Kebijakan Publik ternyata tidak, dan penjelasannya coba saya jabarkan pada artikel ini.

Terkait artian Merek, menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 13/16) adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau Jasa. Merek tersebut dilindungi Hukum setelah Hak atas Merek tersebut terdaftar pada Berita Resmi Merek yaitu media resmi yang diterbitkan secara berkala oleh Menteri melalui sarana elektronik dan/atau non-elektronik dan memuat ketentuan mengenai Merek.

Terkait bagaimana Merek tersebut dipasarkan di Indonesia khususnya pada metode pemilihan Tender sudah diatur melalui Undang- Undang nomor 05 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 05/99) yang terakhir diubah oleh Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 118 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. Selanjutnya Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender (PerKPPU 02/2010) sebagai aturan pelaksanaan UU 05/99 jelas menyebutkan bahwa salah satu Indikasi Persekongkolan dalam Tender adalah dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.

Terkait PBJ, penyebutan merek juga sudah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS 16/18') sebagaimana yang diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. PS 16/18' menyebutkan bahwa dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap:

  1. komponen barang/jasa;
  2. suku cadang;
  3. bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau
  4. barang/jasa dalam katalog elektronik atau Toko Daring.

Dan khusus untuk Metode Tender Cepat, penyebutan dimungkinkan hanya untuk Suku Cadang dan bagian dari satu sistem yang sudah ada.

Selanjutnya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PerLKPP 12/21) sebagai pelaksanaan dari PS 16/18 menyebutkan bahwa Spesifikasi teknis/KAK harus didefinisikan dengan jelas dan tidak mengarah kepada produk atau merek tertentu kecuali dimungkinkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden. Pada Lampiran PerLKPP 12/21 juga sudah sangat jelas bahwa merek yang diusulkan Peserta dalam penawarannya termasuk unsur yang dievaluasi/dinilai.

Dapat disimpulkan baik UU 05/99 maupun PS 16/18 membolehkan penyebutan merek namun UU 05/99 ada Larangan bahwa Merek tersebut "tidak mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut". Untuk lebih jelas dapat dibaca di Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.  PS 16/18' dibuat atas dasar pertimbangan adanya Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 175 tentang perubahan Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/14') dimana disebutkan asas penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan antara lain asas Legalitas dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Secara legalitas Merek diatur oleh Undang-Undang nomor 13 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sedangkan salah satu prinsip pelaksanaan PBJ adalah Akuntabel maka dengan sendirinya Merek yang dimaksud pada PS 16/18' adalah yang sudah terdaftar di Berita Resmi Merek Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Untuk memeriksa apakah Merek tersebut sudah terpenuhi aspek legalitasnya maka bisa dilakukan pengecekan pada https://pdki-indonesia.dgip.go.id.

Meskipun tidak melarang pembatasan satu atau beberapa jenis merek, namun batasannya jelas diatur di PerKPPU 02/10 yaitu sepanjang tidak mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut. Berdasarkan PerKPPU 02/10 dan penelitian saya, indikasi pelanggaran batasan tersebut adalah antara lain sebagai berikut:

  1. Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai merek barang dan jasa yang akan ditender.
  2. Pemilik Merek hanya mau bekerjasama atau memberikan dukungan kepada Penyedia tertentu sehingga penyedia lain tidak bisa ikut apalagi memenangkan tender.
  3. Pemilik Merek memberikan discount khusus kepada penyedia tertentu sehingga bisa menawar lebih rendah dari Penyedia lain yang diberikan dukungan yang sama.
  4. Pemilik merek mencabut dukungannya dengan alasan sedemikian rupa pada tahap evaluasi sehingga menggugurkan penawaran penyedia tersebut.

 

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana jika Indikasi tersebut terpenuhi, apa yang harus dilakukan oleh masyarakat yang mengetahui maupun penyedia yang dirugikan. Untuk ini setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran dapat melaporkan secara tertulis kepada KPPU, dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Selain itu Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor. Apabila terbukti maka dapat dijatuhkan sanksi administratif yaitu printah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan


Contoh Kasus Penyimpangan terkait Merek:

  1. Tidak ditetapkannya Merek Cat KAK. Dalam penyusunan HPS, dasar perhitungan memakai Cat Merek Mahal, namun saat pemilihan, merek yang dipakai tidak ditetapkan akibatnya timbul multi tafsir di seluruh penawar. Adalah penawar A yang memakai harga ekstrim yaitu menawarkan harga cat oplosan sedangkan penawar lain pakai vinilex dan Jotun serta merek lainnya. Karena harga jauh beda, si A bisa menawar dibawah 80% dan memenangkan tender dan bekerja. Pelaksanaannya tentulah berdasarkan apa yang diperjanjikan di dokumen penawaran dan akibatnya pengawas dan auditor tidak memiliki dasar hukum untuk melarang pemakaian cat oplosan. Jadilah Bangunan dengan Cat yang seumur jagung, tak berapa lama setelah batas waktu masa pemeliharaan habis maka mulai warna berubah, luntur, terkelupas dll.

  1. Pencantuman Merek mengarah ke Penyedia tertentu. Pada persyaratan dicantumkan merek lampu A, dimana merek ini cuman import lampu dari china lalu dilabelin merek tertentu yang belum terkenal dan tidak terdaftar di Kemenkumham. Meskipun merek lampu sangat banyak bahkan terdaftar, terpaksa semua penyedia meminta dukungan ke pemilik merek A, untungnya dikasih namun khusus penyedia tertentu diberi harga sangat murah akibatnya penawaran bisa paling rendah dan menang. Ada juga kasus si pemilik Merek menarik dukungannya sedemikian rupa pada saat klarifikasi sehingga memenangkan penawaran penyedia tertentu yang mendapat dukungan.

  2. Ditetapkan merek namun pilihan tidak ditetapkan di dokumen penawaran.
    Bahan Atap di dokumen penawaran disyaratkan merek Genteng Benton A, B, C,  Si Penawar yang dimenangkan juga memilih merek A,B,C di spesifikasi teknisnya. Saat pelaksanaan, Konsultan/PPK memaksa pakai merek C karena sudah punya deal dengan produsen merek tersebut. Akibatnya harga C naik (markup) dan kontraktor menanggung beban, jadilah kontraktor mesan merek C tapi minta KW1 Kw2. Selesai tuh bangunan, namun belum habis masa pemeliharaannya... atapnya rubuh.

  3. Ditetapkan namun dikasih celah spesifikasi “setara”. Di dokumen KAK disyaratkan U Ditch merek A atau setara, penyedia yang dimenangkan juga ikut memberi penawaran merek A atau setara. Pas dilapangan ada celah seputar definisi setara ”ukurannya apa”, jadilah persamaan persepsi berbayar di lapangan dan U Ditch cetak sendiri ataupun cor ditempat. Yang terjadi selanjutnya bisa ditebak sendiri. 

POSTINGAN TERBARU

KONFERENSI PERS DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGA KERJAAN DAN TRANSMIGRASI

Jakarta, 25 Januari 2024. KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Kemen...

POSTINGAN POPULER