Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

30 September 2021

DPRD TERSANGKADUGAAN SUAP PROYEK PUPR KABUPATEN MUARA ENIM DINAS PUPR

Penyedia skor tertinggi, wajib menangkah...

Dalam Lampiran III Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (L3 PLKPP 12/21) disebutkan bahwan Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu pertama Sistem Nilai dengan Ambang Batas dan kedua adalah Harga Terendah dengan Ambang Batas. Diantara kedua metode tersebut maka yang paling sering dipakai adalah pilihan pertama sedangkan untuk pilihan kedua, penulis sama sekali belum pernah menemukannya dan belum ada permasalahan implementasi kebijakannya sehingga kurang menarik untuk dikaji, jadi disini coba saya kaji adalah Metode Evaluasi dengan Sistem Nilai dengan Ambang Batas.

Menurut L3 PLKPP 12/21, Metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan dalam hal harga penawaran dipengaruhi oleh kualitas teknis, sehingga penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Dalam Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun, metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan untuk pekerjaan kompleks atau pekerjaan mendesak Evaluasi penawaran dilakukan dengan memberikan bobot penilaian terhadap teknis dan harga. Besaran bobot harga antara 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 40% (empat puluh persen), sedangkan besaran bobot teknis antara 60% (enam puluh persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen). Penilaian teknis dilakukan dengan memberikan bobot terhadap masing-masing unsur penilaian dengan nilai masing- masing unsur/sub-unsur memenuhi ambang batas minimal. Nilai angka/bobot ditetapkan dalam kriteria evaluasi yang menjadi bagian dari dokumen Tender. Unsur/sub unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif. Penilaian penawaran harga dengan cara memberikan nilai tertinggi kepada penawar terendah. Nilai penawaran Peserta yang lain dihitung dengan menggunakan perbandingan harga penawarannya dengan harga penawaran terendah.

Ketentuan tersebut diatas menyisakan pertanyaan besar seperti apakah peserta dengan Nilai Kombinasi tertinggi secara otomatis jadi pemenang? Bagaimana jika terdapat penawar dengan Nilai Kombinasi tidak tertinggi namun memenuhi syarat ambang batas. 

Meskipun Pedoman L3 PLKPP 12/21 menyebut bahwa penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga namun ini masih berarti memilih pemenang bisa saja salah satu dari peserta yang lolos berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Untuk mengkaji secara menyeluruh terkait pertanyaan diatas maka kita harus menganalisis kebijakan apa saja yang terkait. 

Mari kita check....

Langkah awal adalah memeriksa kepastian hukum apakah kebijakan terkait hal ini tidak bertentangan dengan Norma yang mendasari dikeluarkannya ketentuan tersebut. Pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 (PS 16/18) disebutkan bahwa Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:

a. Sistem Nilai;
b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau 
c. Harga Terendah.

Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga dimana Metode penyampaian dokumen penawaran adalah Metode dua file karena memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu.

Berdasarkan Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sistem (PS 54/10), sistem nilai merupakan evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai, berdasarkan kriteria dan bobot yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, kemudian membandingkan jumlah perolehan nilai dari para peserta. Evaluasi penawaran sistem nilai digunakan dengan memperhitungkan keunggulan teknis sepadan dengan harganya mengingat penawaran harga sangat dipengaruhi kualitas teknis. Sebagai catatan, meskipun PS 54/10 telah dicabut namun karena adanya klausul pasal 93 pada PS 16/18 maka penjelasan tersebut dianggap masih tetap berlaku karena tidak bertentangan terhadap ketentuan dalam peraturan penggantinya.

Selanjutanya untuk Ketentuan mengenai metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, penetapannya diperintahkan Presiden kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan begitu kebijakan L3 PLKPP 12/21 sah secara hukum dan tergolong peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21), selanjutnya diterangkan bahwa pelaksanaan pemilihan dapat memilih model dokumen yang sesuai yang tersedia pada Lampiran VI berupa Dokumen Pemilihan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun melalui Penyedia (L6 PLKPP 12.21). Khusus untuk Metode sistem nilai maka acuannya adalan Model VI.3 yaitu Model Dokumen Pemilihan Tender Pengadaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Dan Bangun – Dokumen Tender, Prakualifikasi, Dua File, Sistem Nilai. Sampai dititik ini perlu kebijakan pembaca karena dalam pelaksanaan tender tidak diwajibkan mengikuti Model tersebut sepanjang Dokumen Tender yang dibuat tidak bertentangan dengan L3 LKPP 12/21, sangat disarankan membaca artikel saya sebelumnya yang berjudul MDP wajibkah diikuti ?.

Dengan asumsi Dokumen tender mengikut Model VI.3, maka ketetapan petunjuk teknis selanjutnya terhadap sistim nilai bagaimana? Pada model tersebut ditetapkan kebijakan sebagai berikut:

A. Evaluasi penawaran dilakukan dengan metode sistem nilai. 

B. Evaluasi Teknis:

  1. Evaluasi teknis dilakukan terhadap peserta yang memenuhi persyaratan administrasi;

  2. Evaluasi teknis dilakukan dengan ambang batas.

  3. Peserta dinyatakan lulus evaluasi teknis apabila hasil penilaian teknis melewati nilai ambang batas masing-masing unsur maupun nilai ambang batas total keseluruhan unsur yang ditetapkan dalam LDP;

C. Peserta yang dinyatakan lulus evaluasi teknis dilanjutkan dengan evaluasi harga.

D. Pokja Pemilihan melakukan perhitungan kombinasi teknis dan biaya.
E. Pokja Pemilihan menyusun urutan 3 (tiga) penawaran sebagai calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2 (apabila ada) berdasarkan urutan nilai kombinasi tertinggi.

F. Penetapan pemenang tender terdiri dari 1 (satu) pemenang dan paling banyak 2 (dua) pemenang cadangan.

G. Dalam hal nilai pagu anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pokja Pemilihan.

H. Dalam hal nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pengguna Anggaran (PA).

Dari penjabaran huruf A s/d H diatas, pertanyaan apakah pemenang dengan nilai tertinggi otomatis menang masih belum terjawab. Sebelum itu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah :

Apa dasar kebijakan Pokja/PA menetapkan pemenang dari beberapa peserta yang terpilih apabila Penyedia yang lulus teknis dan harga lebih dari satu?
Dalam Pandangan saya ini sebenarnya persoalan yang sederhana, pada intinya hirarki kebijakan berlaku dimana semua kebijakan yang disebutkan diatas (Dokumen Tender/Model VI.3, PLKPP 12/21) adalah pelaksanaan Norma kebijakan diatasnya. Terkait PBJ, Norma tertinggi diatur PS 16/18, pelaksanaan maupun kebijakan turunan dibidang PBJ tidak boleh bertentangan dengan Prinsip PBJ yang ditetapkan pada pasal 6 PS 16/18 yaitu efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel. Dengan asumsi bahwa proses PBJ sedarisejak tahap awal telah mengikuti prinsip akuntabel-adil-bersaing-terbuka-transparan- efektif maka pertanyaan terakhirnya adalah :
Apakah Penetapan Pemenang sudah efisien ?

Efisien menurut penjelasan PS 54/10 berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Efisien berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga,biaya). Apabila penawaran peserta telah lulus ambang batas teknis maka tak perlu diragukan lagi apakah Kualitas dan Sasaran waktu ditawarkan sesuai atau tidak dengan yang diharapkan pengguna anggaran, permasalahannya tinggal satu yaitu apakah Pokja/PA berpikiran sebagai Pejabat yang mengelola keuangan negara dengan baik? Bukankah dalam hal ini POKJA/PA bertindak sebagai pejabat pengadaan yang harus menguntungkan atau menghindari kerugian negara? Sampai disin sudah terjawab bahwa Skors tertinggi belum tentu otomatis jadi pemenang karena POKJA/PA dalam membuat keputusan harus menjadikan prinsip Efisiensi sebagai dasar pertimbangannya. Jadi jika terdapat beberapa penawar yang lulus ambang batas teknis maka Harga Penawaran terendah sangat wajib ditetapkan sebagai pemenang kecuali ada pertimbangan/alasan pribadi.

Jawaban diatas bukanlah sebatas kajian semata, telah ada pula yurisprudensi kebijakan atas penetapan PA. Adalah sebuah tender Pekerjaan Konstruksi PembangunanGedung Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi DKI Jakarta. Dengan kondisi terdapat 2 penawar (A dan B) yang sama-sama lolos nilai ambang batas teknis, meskipun dengan kondisi Nilai Kombinasi Teknis dan Harga (skor akhir) penyedia A terpaut 5,30 point lebih rendah dari nilai penawar B namun Harga penawaran A lebih rendah 6,5 M. Dalam hal ini PA selaku pihak yang menetapkan pemenang telah bertindak sesuai prinsip Efisien dan menghemat dana negara sebesar 6,5 M. Bagaimana para Pokja dan Pengguna Anggaran lain...sudahkah efisien?

23 September 2021

Model Dokumen Pemilihan (MDP) wajibkah diikuti ?

 Model Dokumen Pemilihan apakah wajibkah diikuti ?


Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS 12/21) telah terbit dan mengubah beberapa ketentuan pada Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (PS 16/18), pada saat Peraturan Presiden ini diundangkan maka Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi tetap dilaksanakan sesuai:

  1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana (PMPUPR 14/20); dan

  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana,

sampai diterbitkannya Peraturan Kepala Lembaga mengenai Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.

Tepat 02 Juni 2021, Peraturan Kepala Lembaga yang dimaksud diatas telah diundangkan yaitu Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21). Dalam aturan ini terdapat 3 turunan pelaksanaan yaitu:

  1. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran I s/d III)....disingkat "Pedoman PBJ"

  2. Model dokumen pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran IV s/d VI).....disingkat "Model"

  3. Keputusan Deputi mengenai Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.

Terhadap poin 1 & 3 diatas, menurut saya pengertiannya sudah sangat clear disamping itu peristilahannya bukan barang baru alias sudah ada sebelumnya. Yang menarik perhatian adalah apa yang disebut “Model Dokumenpada poin 2 diatas, ini adalah istilah baru yang menyisakan banyak pertanyaan seperti apakah ini yang dimaksud SBD (Standard Bidding Document)/SDP (Standar Dokumen Pengadaan) sebagaimana yang dimaksud pada PS 16/18 Pasal 91, ayat (1) huruf n ?, Apakah penyusunan dokumen pemilihan (dokpil) harus mengikuti Model ini? Apakah ada model-model dokumen lain yang memiliki jenis metode pemilihan dan kontrak yang sama ? tentunya jawabannya memerlukan kajian mendalam yang saya coba jelaskan selanjutnya.

Penelusuran peristilahan Model.
Saya telah mencoba mencari di PS 12/21 khususnya Pasal 1 yang biasanya berisi ketentuan umum tentang arti peristilahan namun hasilnya nihil, coba juga search bebas di pasal lain namun yang ditemukan hanya kalimat “Model kematangan” dan kalimat ini bukanlah model yang dimaksud. Saya juga mencari secara bebas kata “model” pada file Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran I s/d III) namun tetap tidak menemukannya.

Pencarian lanjut ke istilah umum yaitu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikembangkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (https://kbbi.kemdikbud.go.id), arti modelyang paling cocok dalam kasus ini adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan, pencarian dilanjutkan ke kamus Oxford Advanced Learner’s, yang menyebutkan bahwa “model” adalah “a system used as a basis for a copy; a pattern".

Dari seluruh pencarian, dapat disimpulkan bahwa istilah “model” hanya mengacu kepada terjemahan umum yaitu suatu contoh untuk ditiru tanpa adanya ukuran seberapa mirip atau banyak kesamaan produk akhir terhadap contoh tersebut. Hal ini senada dengan keterangan lisan Kepala LKPP terdahulu pada beberapa kesempatan salah satunya pada saat launching PLKPP 12/21 terkait kreativitas membuat MDP.

Lantas modelini enaknya diapakan?

Dokpil diperlukan saat Penyusunannya pada tahap Persiapan Pemilihan Penyedia melalui Tender/seleksi. Pada Pedoman PBJ (dalam hal ini saya ambil contoh Lampiran II) disebutkan bahwa Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menyusun Dokpil berdasarkan dokumen persiapan pengadaan yang ditetapkan oleh PPK dan telah direviu oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan. Dokpil adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia. 

Dokpil terdiri atas:

1.Dokumen Kualifikasi; dan
2.Dokumen Tender/Tender Cepat/Seleksi/Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung

Terhadap Dokumen Kualifikasi, Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menyusun Dokumen Kualifikasi yang memuat informasi dan ketentuan tentang persyaratan kualifikasi Penyedia, digunakan sebagai pedoman oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dan Peserta untuk memenuhi dipersyaratkan. Dokumen Kualifikasi paling sedikit kualifikasi yang memuat:

1. ketentuan umum;
2. instruksi kepada peserta;
3. lembar data kualifikasi;
4. pakta integritas;
5. isian data kualifikasi;
6. petunjuk pengisian data kualifikasi;
7. tata cara evaluasi kualifikasi; dan
8. surat perjanjian kemitraan (jika diperlukan).

Untuk pemilihan Penyedia dengan prakualifikasi, Dokumen Kualifikasi disampaikan sebelum penyampaian penawaran. Untuk pemilihan Penyedia dengan pascakualifikasi, Dokumen Kualifikasi disampaikan bersamaan dengan Dokumen Tender/Seleksi.

Terhadap Dokumen Tender/Penunjukan Langsung untuk Pekerjaan konstruksi, Pokja Pemilihan menyusun Dokumen Tender/Penunjukan Langsung yang memuat paling sedikit meliputi:

1. ketentuan umum;
2. undangan/pengumuman;
3. Instruksi Kepada Peserta;
4. Lembar Data Pemilihan (LDP); 

5. Rancangan Kontrak terdiri dari:

1) surat perjanjian;

2) syarat-syarat umum Kontrak; dan 3) syarat-syarat khusus Kontrak;

6. Daftar Kuantitas dan Harga;
7. spesifikasi teknis/KAK dan/atau gambar, brosur; dan

8. bentuk dokumen lainnya.

Terhadap Dokumen Seleksi/Penunjukan Langsung untuk Jasa Konsultansi Konstruksi, Pokja Pemilihan menyusun Dokumen Seleksi/Penunjukan Langsung yang paling sedikit meliputi:

  1. ketentuan umum;
  2. undangan/pengumuman;
  3. Instruksi Kepada Peserta;
  4. Lembar Data Pemilihan (LDP); 
  5. KAK
  6. bentuk dokumen kontrak
  7. Rancangan Kontrak terdiri dari: 1) surat perjanjian; 2) syarat-syarat umum Kontrak; dan 3) syarat-syarat khusus Kontrak.
  8. Daftar Kuantitas dan Harga atau Daftar Keluaran Harga;dan
  9. bentuk dokumen lainnya. 

Sampai disini tampaknya jelas bahwa :

  1. Dokpil yang dimaksud oleh PS 16/18 jo PS 12/21 Pasal 91, ayat (1) huruf n adalah Dokpil yang dimaksud pada Pedoman PBJ.

  2. Ketentuan Dokpil yang diatur, ruang lingkupnya hanya sampai membatasi muatan minimal yang dipersyaratkan tercantum pada Dokpil jika diandaikan hanya sampai judul BAB saja tanpa rincian lebih lanjut.

  3. Tidak ada diatur bahwa persyaratan minimal maupun detailnya itu harus mengacu kepada salah satu Model Dokumen yang ada pada Lampiran IV s/d VI pada PLKPP 12/21.

  4. Tidak ada ketentuan yang mengatur rincian dari masing-masing muatan misalnya rincian dari Lembar Data Pemilihan terkait tenaga ahli yang dibutuhkan apa saja, berapa jumlahnya, SKA/SKK apa, peralatannya bagaimana bahkan Tata Cara Evaluasi juga tidak diatur.

Kesimpulannya sudah jelas bahwa Dokpil bisa ditetapkan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan sesuai pemahamannya akan Peraturan Perundangan-Undangan (PUU) terkait PBJ. Secara Sumber Daya Manusia (SDM) ini memungkinkan dilakukan mengingat keahlian POKJA diperoleh karena telah memahami peraturan perundang-undangan di bidang PBJ (Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 06 tahun 2019 tentang Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

Pilihan pertama dalam menetapkan Dokpil adalah apakah harus membuat model baru diluar dari yang dimuat pada PLKPP 12/21 seperti membuat sendiri atau mengacu ke Bank Dunia sepanjang memenuhi syarat muatan wajib. Pilihan ini harus mempertimbangkan bahwa PUU terkait PBJ sangat banyak bahkan sampai saat ini saya mencatat ada 375 buah, salah bikin sudah pasti berujung pelanggaran administrasi yang bisa saja nyangkut ke pidana. Bisa juga mengacu ke Peraturan menteri terkait Barang/Jasa yang diadakan seperti PMPUPR 14/21 pada Jasa Konstruksi ataupun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan.

Pilihan kedua adalah memilih salah satu dari Model yang disediakan meskipun tidak harus mengikuti seluruh isinya persis sama, dalam hal ini bisa saja hanya mengcopy syarat muatan minimal namun mengubah hal yang lain. Apapun pilihannya yang pasti Dokpil tidak boleh bertentangan dengan 7 Prinsip Pelaksanaan PBJ yaitu efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel.

Sebagai penutup, saya menyarankan terlepas dari ilmu hukum yang sifat mengatur apa dan tidak, sebaiknya Dokpil dibuat mencerminkan kebijakan publik, tidak mempersulit Penyedia dan turut menciptakan kemudahan berusaha sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja.


Salam Kebijakan Publik Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

POSTINGAN TERBARU

KONFERENSI PERS DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGA KERJAAN DAN TRANSMIGRASI

Jakarta, 25 Januari 2024. KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Kemen...

POSTINGAN POPULER