Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

30 September 2021

DPRD TERSANGKADUGAAN SUAP PROYEK PUPR KABUPATEN MUARA ENIM DINAS PUPR

Penyedia skor tertinggi, wajib menangkah...

Dalam Lampiran III Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (L3 PLKPP 12/21) disebutkan bahwan Metode evaluasi penawaran dalam pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu pertama Sistem Nilai dengan Ambang Batas dan kedua adalah Harga Terendah dengan Ambang Batas. Diantara kedua metode tersebut maka yang paling sering dipakai adalah pilihan pertama sedangkan untuk pilihan kedua, penulis sama sekali belum pernah menemukannya dan belum ada permasalahan implementasi kebijakannya sehingga kurang menarik untuk dikaji, jadi disini coba saya kaji adalah Metode Evaluasi dengan Sistem Nilai dengan Ambang Batas.

Menurut L3 PLKPP 12/21, Metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan dalam hal harga penawaran dipengaruhi oleh kualitas teknis, sehingga penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Dalam Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun, metode evaluasi Sistem Nilai dengan Ambang Batas digunakan untuk pekerjaan kompleks atau pekerjaan mendesak Evaluasi penawaran dilakukan dengan memberikan bobot penilaian terhadap teknis dan harga. Besaran bobot harga antara 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 40% (empat puluh persen), sedangkan besaran bobot teknis antara 60% (enam puluh persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen). Penilaian teknis dilakukan dengan memberikan bobot terhadap masing-masing unsur penilaian dengan nilai masing- masing unsur/sub-unsur memenuhi ambang batas minimal. Nilai angka/bobot ditetapkan dalam kriteria evaluasi yang menjadi bagian dari dokumen Tender. Unsur/sub unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif. Penilaian penawaran harga dengan cara memberikan nilai tertinggi kepada penawar terendah. Nilai penawaran Peserta yang lain dihitung dengan menggunakan perbandingan harga penawarannya dengan harga penawaran terendah.

Ketentuan tersebut diatas menyisakan pertanyaan besar seperti apakah peserta dengan Nilai Kombinasi tertinggi secara otomatis jadi pemenang? Bagaimana jika terdapat penawar dengan Nilai Kombinasi tidak tertinggi namun memenuhi syarat ambang batas. 

Meskipun Pedoman L3 PLKPP 12/21 menyebut bahwa penetapan pemenang berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga namun ini masih berarti memilih pemenang bisa saja salah satu dari peserta yang lolos berdasarkan kombinasi perhitungan penilaian teknis dan harga. Untuk mengkaji secara menyeluruh terkait pertanyaan diatas maka kita harus menganalisis kebijakan apa saja yang terkait. 

Mari kita check....

Langkah awal adalah memeriksa kepastian hukum apakah kebijakan terkait hal ini tidak bertentangan dengan Norma yang mendasari dikeluarkannya ketentuan tersebut. Pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 (PS 16/18) disebutkan bahwa Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:

a. Sistem Nilai;
b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau 
c. Harga Terendah.

Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga dimana Metode penyampaian dokumen penawaran adalah Metode dua file karena memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu.

Berdasarkan Penjelasan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Sistem (PS 54/10), sistem nilai merupakan evaluasi penilaian penawaran dengan cara memberikan nilai angka tertentu pada setiap unsur yang dinilai, berdasarkan kriteria dan bobot yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, kemudian membandingkan jumlah perolehan nilai dari para peserta. Evaluasi penawaran sistem nilai digunakan dengan memperhitungkan keunggulan teknis sepadan dengan harganya mengingat penawaran harga sangat dipengaruhi kualitas teknis. Sebagai catatan, meskipun PS 54/10 telah dicabut namun karena adanya klausul pasal 93 pada PS 16/18 maka penjelasan tersebut dianggap masih tetap berlaku karena tidak bertentangan terhadap ketentuan dalam peraturan penggantinya.

Selanjutanya untuk Ketentuan mengenai metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, penetapannya diperintahkan Presiden kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan begitu kebijakan L3 PLKPP 12/21 sah secara hukum dan tergolong peraturan perundang-undangan sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang nomor 15 tahun 2019 Tentang Perubahan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21), selanjutnya diterangkan bahwa pelaksanaan pemilihan dapat memilih model dokumen yang sesuai yang tersedia pada Lampiran VI berupa Dokumen Pemilihan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun melalui Penyedia (L6 PLKPP 12.21). Khusus untuk Metode sistem nilai maka acuannya adalan Model VI.3 yaitu Model Dokumen Pemilihan Tender Pengadaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Dan Bangun – Dokumen Tender, Prakualifikasi, Dua File, Sistem Nilai. Sampai dititik ini perlu kebijakan pembaca karena dalam pelaksanaan tender tidak diwajibkan mengikuti Model tersebut sepanjang Dokumen Tender yang dibuat tidak bertentangan dengan L3 LKPP 12/21, sangat disarankan membaca artikel saya sebelumnya yang berjudul MDP wajibkah diikuti ?.

Dengan asumsi Dokumen tender mengikut Model VI.3, maka ketetapan petunjuk teknis selanjutnya terhadap sistim nilai bagaimana? Pada model tersebut ditetapkan kebijakan sebagai berikut:

A. Evaluasi penawaran dilakukan dengan metode sistem nilai. 

B. Evaluasi Teknis:

  1. Evaluasi teknis dilakukan terhadap peserta yang memenuhi persyaratan administrasi;

  2. Evaluasi teknis dilakukan dengan ambang batas.

  3. Peserta dinyatakan lulus evaluasi teknis apabila hasil penilaian teknis melewati nilai ambang batas masing-masing unsur maupun nilai ambang batas total keseluruhan unsur yang ditetapkan dalam LDP;

C. Peserta yang dinyatakan lulus evaluasi teknis dilanjutkan dengan evaluasi harga.

D. Pokja Pemilihan melakukan perhitungan kombinasi teknis dan biaya.
E. Pokja Pemilihan menyusun urutan 3 (tiga) penawaran sebagai calon pemenang dan calon pemenang cadangan 1 dan 2 (apabila ada) berdasarkan urutan nilai kombinasi tertinggi.

F. Penetapan pemenang tender terdiri dari 1 (satu) pemenang dan paling banyak 2 (dua) pemenang cadangan.

G. Dalam hal nilai pagu anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pokja Pemilihan.

H. Dalam hal nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) maka penetapan pemenang dilakukan oleh Pengguna Anggaran (PA).

Dari penjabaran huruf A s/d H diatas, pertanyaan apakah pemenang dengan nilai tertinggi otomatis menang masih belum terjawab. Sebelum itu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah :

Apa dasar kebijakan Pokja/PA menetapkan pemenang dari beberapa peserta yang terpilih apabila Penyedia yang lulus teknis dan harga lebih dari satu?
Dalam Pandangan saya ini sebenarnya persoalan yang sederhana, pada intinya hirarki kebijakan berlaku dimana semua kebijakan yang disebutkan diatas (Dokumen Tender/Model VI.3, PLKPP 12/21) adalah pelaksanaan Norma kebijakan diatasnya. Terkait PBJ, Norma tertinggi diatur PS 16/18, pelaksanaan maupun kebijakan turunan dibidang PBJ tidak boleh bertentangan dengan Prinsip PBJ yang ditetapkan pada pasal 6 PS 16/18 yaitu efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel. Dengan asumsi bahwa proses PBJ sedarisejak tahap awal telah mengikuti prinsip akuntabel-adil-bersaing-terbuka-transparan- efektif maka pertanyaan terakhirnya adalah :
Apakah Penetapan Pemenang sudah efisien ?

Efisien menurut penjelasan PS 54/10 berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Efisien berarti tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga,biaya). Apabila penawaran peserta telah lulus ambang batas teknis maka tak perlu diragukan lagi apakah Kualitas dan Sasaran waktu ditawarkan sesuai atau tidak dengan yang diharapkan pengguna anggaran, permasalahannya tinggal satu yaitu apakah Pokja/PA berpikiran sebagai Pejabat yang mengelola keuangan negara dengan baik? Bukankah dalam hal ini POKJA/PA bertindak sebagai pejabat pengadaan yang harus menguntungkan atau menghindari kerugian negara? Sampai disin sudah terjawab bahwa Skors tertinggi belum tentu otomatis jadi pemenang karena POKJA/PA dalam membuat keputusan harus menjadikan prinsip Efisiensi sebagai dasar pertimbangannya. Jadi jika terdapat beberapa penawar yang lulus ambang batas teknis maka Harga Penawaran terendah sangat wajib ditetapkan sebagai pemenang kecuali ada pertimbangan/alasan pribadi.

Jawaban diatas bukanlah sebatas kajian semata, telah ada pula yurisprudensi kebijakan atas penetapan PA. Adalah sebuah tender Pekerjaan Konstruksi PembangunanGedung Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi DKI Jakarta. Dengan kondisi terdapat 2 penawar (A dan B) yang sama-sama lolos nilai ambang batas teknis, meskipun dengan kondisi Nilai Kombinasi Teknis dan Harga (skor akhir) penyedia A terpaut 5,30 point lebih rendah dari nilai penawar B namun Harga penawaran A lebih rendah 6,5 M. Dalam hal ini PA selaku pihak yang menetapkan pemenang telah bertindak sesuai prinsip Efisien dan menghemat dana negara sebesar 6,5 M. Bagaimana para Pokja dan Pengguna Anggaran lain...sudahkah efisien?

23 September 2021

Model Dokumen Pemilihan (MDP) wajibkah diikuti ?

 Model Dokumen Pemilihan apakah wajibkah diikuti ?


Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PS 12/21) telah terbit dan mengubah beberapa ketentuan pada Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (PS 16/18), pada saat Peraturan Presiden ini diundangkan maka Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi tetap dilaksanakan sesuai:

  1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana (PMPUPR 14/20); dan

  2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana,

sampai diterbitkannya Peraturan Kepala Lembaga mengenai Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi.

Tepat 02 Juni 2021, Peraturan Kepala Lembaga yang dimaksud diatas telah diundangkan yaitu Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia (PLKPP 12/21). Dalam aturan ini terdapat 3 turunan pelaksanaan yaitu:

  1. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran I s/d III)....disingkat "Pedoman PBJ"

  2. Model dokumen pada Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran IV s/d VI).....disingkat "Model"

  3. Keputusan Deputi mengenai Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung.

Terhadap poin 1 & 3 diatas, menurut saya pengertiannya sudah sangat clear disamping itu peristilahannya bukan barang baru alias sudah ada sebelumnya. Yang menarik perhatian adalah apa yang disebut “Model Dokumenpada poin 2 diatas, ini adalah istilah baru yang menyisakan banyak pertanyaan seperti apakah ini yang dimaksud SBD (Standard Bidding Document)/SDP (Standar Dokumen Pengadaan) sebagaimana yang dimaksud pada PS 16/18 Pasal 91, ayat (1) huruf n ?, Apakah penyusunan dokumen pemilihan (dokpil) harus mengikuti Model ini? Apakah ada model-model dokumen lain yang memiliki jenis metode pemilihan dan kontrak yang sama ? tentunya jawabannya memerlukan kajian mendalam yang saya coba jelaskan selanjutnya.

Penelusuran peristilahan Model.
Saya telah mencoba mencari di PS 12/21 khususnya Pasal 1 yang biasanya berisi ketentuan umum tentang arti peristilahan namun hasilnya nihil, coba juga search bebas di pasal lain namun yang ditemukan hanya kalimat “Model kematangan” dan kalimat ini bukanlah model yang dimaksud. Saya juga mencari secara bebas kata “model” pada file Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia (Lampiran I s/d III) namun tetap tidak menemukannya.

Pencarian lanjut ke istilah umum yaitu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikembangkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (https://kbbi.kemdikbud.go.id), arti modelyang paling cocok dalam kasus ini adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan, pencarian dilanjutkan ke kamus Oxford Advanced Learner’s, yang menyebutkan bahwa “model” adalah “a system used as a basis for a copy; a pattern".

Dari seluruh pencarian, dapat disimpulkan bahwa istilah “model” hanya mengacu kepada terjemahan umum yaitu suatu contoh untuk ditiru tanpa adanya ukuran seberapa mirip atau banyak kesamaan produk akhir terhadap contoh tersebut. Hal ini senada dengan keterangan lisan Kepala LKPP terdahulu pada beberapa kesempatan salah satunya pada saat launching PLKPP 12/21 terkait kreativitas membuat MDP.

Lantas modelini enaknya diapakan?

Dokpil diperlukan saat Penyusunannya pada tahap Persiapan Pemilihan Penyedia melalui Tender/seleksi. Pada Pedoman PBJ (dalam hal ini saya ambil contoh Lampiran II) disebutkan bahwa Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menyusun Dokpil berdasarkan dokumen persiapan pengadaan yang ditetapkan oleh PPK dan telah direviu oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan. Dokpil adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia. 

Dokpil terdiri atas:

1.Dokumen Kualifikasi; dan
2.Dokumen Tender/Tender Cepat/Seleksi/Penunjukan Langsung/Pengadaan Langsung

Terhadap Dokumen Kualifikasi, Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menyusun Dokumen Kualifikasi yang memuat informasi dan ketentuan tentang persyaratan kualifikasi Penyedia, digunakan sebagai pedoman oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dan Peserta untuk memenuhi dipersyaratkan. Dokumen Kualifikasi paling sedikit kualifikasi yang memuat:

1. ketentuan umum;
2. instruksi kepada peserta;
3. lembar data kualifikasi;
4. pakta integritas;
5. isian data kualifikasi;
6. petunjuk pengisian data kualifikasi;
7. tata cara evaluasi kualifikasi; dan
8. surat perjanjian kemitraan (jika diperlukan).

Untuk pemilihan Penyedia dengan prakualifikasi, Dokumen Kualifikasi disampaikan sebelum penyampaian penawaran. Untuk pemilihan Penyedia dengan pascakualifikasi, Dokumen Kualifikasi disampaikan bersamaan dengan Dokumen Tender/Seleksi.

Terhadap Dokumen Tender/Penunjukan Langsung untuk Pekerjaan konstruksi, Pokja Pemilihan menyusun Dokumen Tender/Penunjukan Langsung yang memuat paling sedikit meliputi:

1. ketentuan umum;
2. undangan/pengumuman;
3. Instruksi Kepada Peserta;
4. Lembar Data Pemilihan (LDP); 

5. Rancangan Kontrak terdiri dari:

1) surat perjanjian;

2) syarat-syarat umum Kontrak; dan 3) syarat-syarat khusus Kontrak;

6. Daftar Kuantitas dan Harga;
7. spesifikasi teknis/KAK dan/atau gambar, brosur; dan

8. bentuk dokumen lainnya.

Terhadap Dokumen Seleksi/Penunjukan Langsung untuk Jasa Konsultansi Konstruksi, Pokja Pemilihan menyusun Dokumen Seleksi/Penunjukan Langsung yang paling sedikit meliputi:

  1. ketentuan umum;
  2. undangan/pengumuman;
  3. Instruksi Kepada Peserta;
  4. Lembar Data Pemilihan (LDP); 
  5. KAK
  6. bentuk dokumen kontrak
  7. Rancangan Kontrak terdiri dari: 1) surat perjanjian; 2) syarat-syarat umum Kontrak; dan 3) syarat-syarat khusus Kontrak.
  8. Daftar Kuantitas dan Harga atau Daftar Keluaran Harga;dan
  9. bentuk dokumen lainnya. 

Sampai disini tampaknya jelas bahwa :

  1. Dokpil yang dimaksud oleh PS 16/18 jo PS 12/21 Pasal 91, ayat (1) huruf n adalah Dokpil yang dimaksud pada Pedoman PBJ.

  2. Ketentuan Dokpil yang diatur, ruang lingkupnya hanya sampai membatasi muatan minimal yang dipersyaratkan tercantum pada Dokpil jika diandaikan hanya sampai judul BAB saja tanpa rincian lebih lanjut.

  3. Tidak ada diatur bahwa persyaratan minimal maupun detailnya itu harus mengacu kepada salah satu Model Dokumen yang ada pada Lampiran IV s/d VI pada PLKPP 12/21.

  4. Tidak ada ketentuan yang mengatur rincian dari masing-masing muatan misalnya rincian dari Lembar Data Pemilihan terkait tenaga ahli yang dibutuhkan apa saja, berapa jumlahnya, SKA/SKK apa, peralatannya bagaimana bahkan Tata Cara Evaluasi juga tidak diatur.

Kesimpulannya sudah jelas bahwa Dokpil bisa ditetapkan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan sesuai pemahamannya akan Peraturan Perundangan-Undangan (PUU) terkait PBJ. Secara Sumber Daya Manusia (SDM) ini memungkinkan dilakukan mengingat keahlian POKJA diperoleh karena telah memahami peraturan perundang-undangan di bidang PBJ (Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 06 tahun 2019 tentang Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

Pilihan pertama dalam menetapkan Dokpil adalah apakah harus membuat model baru diluar dari yang dimuat pada PLKPP 12/21 seperti membuat sendiri atau mengacu ke Bank Dunia sepanjang memenuhi syarat muatan wajib. Pilihan ini harus mempertimbangkan bahwa PUU terkait PBJ sangat banyak bahkan sampai saat ini saya mencatat ada 375 buah, salah bikin sudah pasti berujung pelanggaran administrasi yang bisa saja nyangkut ke pidana. Bisa juga mengacu ke Peraturan menteri terkait Barang/Jasa yang diadakan seperti PMPUPR 14/21 pada Jasa Konstruksi ataupun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2020 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan.

Pilihan kedua adalah memilih salah satu dari Model yang disediakan meskipun tidak harus mengikuti seluruh isinya persis sama, dalam hal ini bisa saja hanya mengcopy syarat muatan minimal namun mengubah hal yang lain. Apapun pilihannya yang pasti Dokpil tidak boleh bertentangan dengan 7 Prinsip Pelaksanaan PBJ yaitu efisien; efektif; transparan; terbuka; bersaing; adil; dan akuntabel.

Sebagai penutup, saya menyarankan terlepas dari ilmu hukum yang sifat mengatur apa dan tidak, sebaiknya Dokpil dibuat mencerminkan kebijakan publik, tidak mempersulit Penyedia dan turut menciptakan kemudahan berusaha sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja.


Salam Kebijakan Publik Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

OTT BUPATI (TSK) DI KOLAKA TIMUR

04 September 2021

PLKPP 23/2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

UP DATE: 
Peraturan ini pertanggal 6 Mei 2021 telah dicabut oleh PLKPP nomor 07 tahun 2021 tentang Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa.



LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2015

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, 


Menimbang

  1. bahwa dalam rangka menindaklanjuti Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 134 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah perlu pengaturan teknis operasional Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
  2. bahwa bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Petunjuk Teknis Operasional Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 
Mengingat

  1. Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 314);
  2. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5655); 
  3. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;


MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN :

PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TENTANG PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

  1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

  2. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  3. Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa seseorang telah memenuhi aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  4. Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP untuk menentukan bahwa seseorang telah memahami peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa. 

  1. Sertifikasi Keahlian Berbasis Kompetensi yang selanjutnya disebut Sertifikasi Kompetensi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh LKPP secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dan Standar Khusus.

  2. Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Sertifikat adalah tanda bukti pengakuan dari pemerintah atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  3. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP yang selanjutnya disebut Deputi Bidang PPSDM adalah unit organisasi di LKPP yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

  4. Direktorat Sertifikasi Profesi adalah unit organisasi di bawah Deputi Bidang PPSDM yang mempunyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan dan pedoman serta pelaksanaan sertifikasi profesi Pengadaan Barang/Jasa.

  5. Direktorat Pelatihan Kompetensi adalah unit organisasi di bawah Deputi Bidang PPSDM yang mempunyai tugas menyiapkan rumusan pedoman pelatihan kompetensi pengadaan barang/jasa Pemerintah dan pengelolaan sumberdaya pembelajaran.

  6. Pelaksana Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pelaksana Sertifikasi Keahlian adalah LKPP melalui Direktorat Sertifikasi Profesi.

  1. Pelaksana Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pelaksana Ujian adalah pihak-pihak yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  2. Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Ujian adalah proses yang dilaksanakan oleh Pelaksana Ujian untuk menilai layak atau tidaknya calon Pemegang Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa mendapatkan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

  3. Pengawas Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengawas LKPP adalah seseorang yang ditugaskan oleh Direktur Sertifikasi Profesi untuk mengawasi pelaksanaan ujian sertifikasi.

  4. Peserta Ujian Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Peserta Ujian adalah seseorang yang namanya telah terdaftar dalam data Peserta Ujian dan telah mendapat nomor Peserta Ujian.

  1. Pemegang Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pemegang Sertifikat adalah seseorang yang telah lulus Ujian dan telah mendapatkan Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.

  2. Pengawasan Hasil (surveillance) adalah proses untuk memastikan pemegang Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa masih memiliki pengetahuan dan pemahaman peraturan di bidang Pengadaan Barang/Jasa dan untuk memelihara mutu Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar Pengadaan Barang/Jasa.

  3. Log Book Pengawasan Hasil (Surveillance) yang selanjutnya disebut log book adalah buku kerja/catatan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan oleh Pemegang Sertifikat.

BAB II
TUJUAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Pasal 2

Tujuan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar yang diatur dalam Peraturan ini untuk:
a. memastikan sumber daya manusia yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa telah mengetahui dan memahami Peraturan Perundang-undangan tentang Pengadaan Barang/Jasa; dan

b. meningkatkan mutu, profesionalitas, integritas, dan akuntabilitas para pihak dalam pelaksanaan Sertifikasi Keahlian.

BAB III RUANG LINGKUP

Pasal 3

(1)  Ruang lingkup Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa terdiri dari :

1. Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

2. Sertifikasi Keahlian Berbasis Kompetensi

(2)  Ruang lingkup Peraturan ini mengatur mengenai Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) angka 1 yang meliputi:

1. Para Pihak dalam pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar;

  1. Persiapan pelaksanaan Ujian;

  2. Pelaksanaan Ujian;

  3. Pembiayaan Pelaksanaan Ujian;

  4. Pengelolaan Sertifikat;

  5. Pengaduan; dan

  6. Pemberian sanksi dalam Penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

BAB IV
PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Bagian Kesatu Pelaksana Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

Pasal 4

(1)  Deputi Bidang PPSDM bertanggung jawab atas penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

(2)  Deputi Bidang PPSDM sebagai penanggungjawab penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki kewenangan:

a. menetapkan Pelaksana Ujian;
b. menetapkan sistem manajemen mutu pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar; dan

c. menetapkan Tata Cara pemberian sanksi.

(3) Penyelenggaraan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

Pasal 5


(1)  Direktur Sertifikasi Profesi bertanggung jawab atas Pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3).

(2)  Direktur Sertifikasi Profesi sebagai penanggung jawab pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki kewenangan:


a. menetapkan materi Ujian;

b. menetapkan hasil Ujian; dan

c. menetapkan pengawas Ujian LKPP.

Bagian Kedua Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

Pasal 6

(1)  LKPP membentuk Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar dalam rangka menjaga akuntabilitas pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar.

(2)  Anggota Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar berjumlah gasal, terdiri dari:

a. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota, yang dijabat oleh Direktur Sertifikasi Profesi;

  1. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota, yang dijabat oleh Pejabat Struktural di Direktorat Sertifikasi Profesi; dan

  2. sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota, yang dijabat oleh pejabat struktural di Deputi Bidang PPSDM.

(3)  Pembentukan dan Keanggotaan Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.


Pasal 7


(1)  Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki tugas untuk mengusulkan kepada Deputi Bidang PPSDM , meliputi:

a. standar kelulusan;

b. hasil verifikasi Pelaksana Ujian; dan
c. tata cara pemberian sanksi kepada Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, Pengawas Ujian, dan Pemegang Sertifikat dalam proses sertifikasi;

(2)  Komite Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar memiliki tugas memeriksa pengaduan terkait proses sertifikasi.


Bagian Ketiga Pelaksana Ujian

Pasal 8

Pihak yang dapat bertindak sebagai Pelaksana Ujian terdiri atas:

  1. Direktorat Sertifikasi Profesi;

  2. Unit Organisasi Pendidikan/Pelatihan di Kementerian/

    Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi; dan

  3. Lembaga/Unit Pendidikan/Pelatihan Lainnya selain Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.

Pasal 9

Persyaratan Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:

  1. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b merupakan Unit Organisasi Pendidikan/ Pelatihan di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah /Institusi yang memiliki tugas dan fungsi serta kewenangan melaksanakan pendidikan/pelatihan;

  2. Apabila Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi yang tidak memiliki unit Organisasi sebagaimana dimaksud pada huruf a maka pelaksana ujian merupakan unit organisasi yang membidangi kepegawaian/sumber daya manusia;

  3. Pelaksana ujian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dan huruf c, merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan dengan status akreditasi minimal D pada Direktorat Pelatihan Kompetensi;

  4. Pelaksana Ujian pada unit organisasi Pendidikan /Pelatihan di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi yang dikelola untuk peserta ujian internal Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan dengan status minimal terdaftar pada Direktorat Pelatihan Kompetensi;

  5. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c merupakan Lembaga/Unit Pendidikan/ Pelatihan Lainnya yang memiliki tugas dan fungsi serta kewenangan melaksanakan pendidikan/pelatihan;

  1. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dan huruf b memiliki mekanisme pengelolaan keuangan melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak/Badan Layanan Umum/Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya apabila melakukan pungutan terhadap Peserta Ujian;

  2. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki izin resmi yang masih berlaku untuk penyelenggaraan pendidikan/pelatihan dari instansi pemerintah yang berwenang;

  3. Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c berbentuk sebagai Badan Hukum/Badan Usaha sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan; dan

  4. memiliki sistem manajemen mutu pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar yang berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

Pasal 10

Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

  1. hak meliputi:

    1. mendapat fasilitasi Ujian dari Direktorat Sertifikasi Profesi; dan

    2. memberikan masukan, saran dan/atau pengaduan terhadap pelaksanaan Ujian.


  2. kewajiban meliputi:
    1. menjaga mutu pelaksanaan Ujian;
    2. menyusun rencana kegiatan pelatihan dan Ujian serta 
    melaporkan ke Deputi Bidang PPSDM LKPP;

    3. menyeleksi Peserta Ujian sesuai dengan persyaratan peserta ujian yang telah ditetapkan;

    4. menyediakan sarana dan prasarana pengujian sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;

    5. melaksanakan Ujian secara profesional, independen, dan kredibel;

    6. menjaga ketertiban, kerahasiaan, dan keamanan materi Ujian;

    7. mengunggah pas foto peserta ujian terbaru ukuran 3 x4;

    8. mengunggah data peserta ujian dan mengelola database Peserta Ujian;

    9. mengirimkan Sertifikat kepada Peserta Ujian yang telah lulus Ujian paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penerimaan Sertifikat dari LKPP; dan 10. mematuhi Peraturan Perundang-undangan.

    Pasal 11

(1)  Pelaksana Ujian yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 ditetapkan sebagai Pelaksana Ujian oleh Deputi Bidang PPSDM.
(2)  Pelaksana Ujian yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dapat mengajukan permohonan untuk melaksanakan Ujian.


Bagian Keempat Peserta Ujian

Pasal 12

(1) Peserta yang dapat mengikuti Ujian terdiri atas:
a. Pegawai pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi; dan/atau b. Orang perorangan.

(2) Persyaratan Peserta Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 

    1. Berpendidikan paling rendah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau sederajat;
    2. Telah mengikuti pelatihan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah atau memiliki pengalaman di bidang Pengadaan Barang/Jasa dalam 2 (dua) tahun terakhir yang dibuktikan dengan portofolio;
    3. Terdaftar sebagai Peserta Ujian di Direktorat Sertifikasi Profesi ;
    4. Menyerahkan dan/atau mengunggah pas foto berwarna terbaru ukuran 3 x 4;
    5. Tidak pernah mengikuti Ujian dalam 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Ujian; dan 
    6. Tidak memiliki Sertifikat.

Pasal 13

Peserta Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

  1. Hak Peserta Ujian meliputi:
    1. untuk mengikuti Ujian;
    2. memberikan masukan, saran dan/atau pengaduan

    kepada Pelaksana Ujian;
    3. mendapatkan Sertifikat apabila lulus Ujian; dan
    4. mengajukan keberatan atas penetapan hasil ujian.

Kewajiban Peserta Ujian meliputi:
1. mematuhi tata tertib pelaksanaan Ujian;
2. menyerahkan dan/atau mengunggah pas foto terbaru

dan salinan kartu identitas; dan
3. menyerahkan surat tugas dari instansi, khusus ujian

yang dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

Bagian Kelima Pengawas LKPP


Pasal 14

(1)  Pengawas LKPP ditunjuk oleh Direktur Sertifikasi Profesi.

(2)  Pengawas LKPP memiliki tanggung jawab:

a. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Direktur Sertifikasi Profesi;

  1. Menjaga integritas dalam pelaksanaan tugas; dan

  2. Menjaga kerahasiaan soal ujian dan informasi lain yang perlu dirahasiakan, serta tidak menggunakan informasi

    yang bersifat rahasia untuk kepentingan pribadi.

(3) Pengawas LKPP memiliki tugas dan kewenangan:
a. Mengatur pelaksanaan ujian sesuai dengan pedoman

Standar Mutu Sertifikasi Profesi; dan
b. Mendiskualifikasi peserta ujian yang melanggar tata

tertib pada saat Ujian berlangsung.

BAB V
PERSIAPAN PELAKSANAAN UJIAN

Bagian Kesatu Persiapan

Pasal 15

Direktorat
pelaksanaan Ujian yang meliputi:

Sertifikasi Profesi melaksanakan persiapan

a. validasi materi Ujian;
b. verifikasi Pelaksana Ujian;
c. menyetujui, mengubah, dan membatalkan jadwal Ujian; dan d. menunjuk Pengawas Ujian LKPP.

Bagian Kedua Permohonan Ujian

Pasal 16

(1) Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan huruf c mengajukan permohonan fasilitasi pelaksanaan Ujian secara tertulis kepada Deputi Bidang PPSDM up. Direktur Sertifikasi Profesi yang ditandatangani oleh:

a. pimpinan Unit Organisasi Pendidikan/Pelatihan di Kementerian /Lembaga/Pemerintah Daerah/ Institusi; atau

b. pimpinan penyelenggara pelatihan dan Pelaksana Ujian Lembaga/Unit Pendidikan/Pelatihan Lainnya.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diunggah (upload) melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

(3) Isi permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling kurang:
a. nama dan nomor telepon staf Pelaksana Ujian yang

dapat dihubungi;

  1. maksimal jumlah Peserta Ujian;

  2. jumlah ruangan pelaksanaan Ujian;

  3. waktu pelaksanaan Ujian; dan

  4. tempat pelaksanaan Ujian.

(4) Permohonan yang diunggah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima Direktorat Sertifikasi Profesi dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) hari kerja dan paling cepat 40 (empat puluh) hari kerja sebelum pelaksanaan Ujian.

(5) Permohonan Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagai dasar penunjukkan jumlah pengawas LKPP oleh Direktorat Sertifikasi Profesi.

  1. (6)  Direktorat Sertifikasi memberikan konfirmasi atas permohonan Ujian sebagaimana ayat (5) paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan ujian melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

  2. (7)  Pelaksana Ujian melengkapi permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mengunggah data dan pas foto Peserta Ujian melalui aplikasi pendaftaran daring (online) di www.lkpp.go.id paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan Ujian.

  3. (8)  Pelaksana Ujian tidak dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan data Peserta Ujian setelah batas akhir waktu unggah (upload) data Peserta Ujian.

  4. (9)  Apabila Pelaksana Ujian berada di daerah yang belum memiliki jaringan internet, permohonan dan data Peserta Ujian dapat dikirimkan melalui faksimili, pos tercatat, atau menyerahkan langsung ke kantor LKPP.

    Pasal 17

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi memfasilitasi Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dan huruf c, apabila telah memenuhi persyaratan dan mengajukan permohonan ujian.

  2. (2)  Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi selain Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, dapat mengajukan kerja sama pelaksanaan Ujian kepada Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dengan mekanisme swakelola instansi Pemerintah lain atau pemilihan penyedia barang/jasa.

  3. (3)  Berdasarkan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaksana Ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mengajukan permohonan Ujian kepada Direktorat Sertifikasi Profesi.

    Bagian Ketiga
    Pembatalan dan Perubahan Jadwal Ujian

    Pasal 18

  1. (1)  Pelaksana Ujian mengajukan permohonan secara tertulis mengenai pembatalan atau perubahan jadwal Ujian dengan mengunggah permohonan melalui aplikasi pendaftaran Ujian daring (online) di www.lkpp.go.id.

  2. (2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Direktorat Sertifikasi Profesi paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Ujian.

BAB VI PELAKSANAAN UJIAN

Bagian Kesatu Sistem Manajemen Mutu

Pasal 19

Sistem Manajemen Mutu Pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

Bagian Kedua Media Pelaksanaan Ujian

Pasal 20

  1. (1)  Pelaksana Ujian melaksanakan ujian dengan menggunakan media komputer daring (online).

  2. (2)  Pelaksana Ujian yang belum dapat melaksanakan Ujian dengan media komputer daring (online) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat melaksanakan Ujian menggunakan media kertas sampai dengan akhir Tahun 2015.

    Bagian Ketiga Evaluasi Ujian

    Pasal 21

  1. (1)  Evaluasi Hasil Ujian dilaksanakan oleh Direktorat Sertifikasi

    Profesi berdasarkan standar kelulusan yang ditetapkan oleh

    Deputi Bidang PPSDM.

  2. (2)  Hasil Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

    oleh Direktur Sertifikasi Profesi.

    Bagian Keempat Pengumuman Hasil Ujian

    Pasal 22

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi mengumumkan hasil Ujian paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah pelaksanaan Ujian.

  2. (2)  Penayangan pengumuman hasil Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di situs resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

    Bagian Kelima
    Keberatan Atas Penetapan Hasil Ujian

    Pasal 23

(1) Pelaksana Ujian atau Peserta Ujian dapat mengajukan keberatan atas penetapan hasil evaluasi Ujian paling lambat 40 (empat puluh) hari kerja sejak pengumuman hasil Ujian dengan mengirimkan surat kepada Deputi Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi.


(2) Direktur Sertifikasi Profesi menjawab keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak keberatan diterima.

BAB VII PENGELOLAAN SERTIFIKAT

Bagian Kesatu Penerbitan Sertifikat

Pasal 24

  1. (1)  Direktorat Sertifikasi Profesi menerbitkan Sertifikat kepada Peserta Ujian yang telah dinyatakan lulus.

  2. (2)  Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup sejak tanggal diterbitkannya sertifikat.

    Bagian Kedua Penyerahan Sertifikat

    Pasal 25

  1. (1)  Sertifikat diberikan kepada Peserta Ujian pada hari yang sama dengan pelaksanaan Ujian apabila pelaksanaan Ujian dilakukan dengan media daring (online) di LKPP.

  2. (2)  Sertifikat dikirimkan kepada Pelaksana Ujian melalui jasa kurir (pos tercatat) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak pengumuman hasil ujian.

  3. (3)  Pelaksana Ujian yang belum menerima pengiriman Sertifikat selama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pengumuman hasil ujian dapat mengajukan permintaan secara tertulis ke Direktorat Sertifikasi Profesi.

  4. (4)  Pelaksana Ujian menyerahkan Sertifikat kepada Peserta Ujian paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah menerima Sertifikat dari Direktorat Sertifikasi Profesi.

  5. (5)  Peserta Ujian yang belum menerima Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengajukan permintaan Sertifikat secara tertulis kepada Pelaksana Ujian yang ditembuskan ke Direktorat Sertifikasi Profesi.

    Bagian Ketiga
    Hak dan Kewajiban Pemegang Sertifikat 
    Barang/Jasa.

    Pasal 26

a. hak meliputi:
1. dapat ditetapkan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen;
2. dapat ditetapkan sebagai Anggota Kelompok Kerja Unit 
Layanan Pengadaan dan/atau Pejabat Pengadaan;

3. dapat ditetapkan sebagai pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa; dan/atau

4. melaksanakan kegiatan lain di bidang Pengadaan


Pasal 27

b. kewajiban meliputi:
1. menjaga integritas;
2. menyebarkan pengetahuan Pengadaan Barang/ Jasa; 3. meningkatkan kompetensi; dan
4. mengisi log book.

Bagian Keempat Pencetakan Ulang Sertifikat

Pasal 28

  1. (1)  Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan pencetakan ulang Sertifikat melalui log book di website resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

  2. (2)  Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan cetak ulang dalam hal:
    a. adanya kesalahan penulisan atau kerusakan pada

    Sertifikat; atau

b. Sertifikat hilang.

  1. (3)  Dalam hal adanya kesalahan penulisan atau kerusakan pada Sertifikat, Pemegang Sertifikat dapat mengajukan permohonan cetak ulang dengan ketentuan:

    1. surat permohonan cetak ulang ditujukan kepada Deputi

      Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi; dan

    2. surat permohonan memuat kesalahan penulisan berikut perbaikan penulisannya dengan bukti pendukung dan

      melampirkan Sertifikat asli yang salah cetak atau rusak.

  2. (4)  Dalam hal Sertifikat hilang, Pemegang Sertifikat dapat

    mengajukan permohonan cetak ulang dengan ketentuan:

    1. surat permohonan cetak ulang ditujukan kepada Deputi

      Bidang PPSDM u.p Direktur Sertifikasi Profesi;

    2. melampirkan salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP);

    3. melampirkan surat keterangan hilang dari kepolisian

      setempat; dan

    4. melampirkan Daftar Hasil Ujian yang telah diunduh di

      situs resmi LKPP (www.lkpp.go.id).

  3. (5)  Pemegang Sertifikat yang mengajukan surat permohonan

    cetak ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh:
    a. Pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja

    Perangkat Daerah/ Instansi paling rendah setingkat Pejabat Eselon II/Kepala Kantor/Pimpinan Unit Kerja bidang Pengadaan/Pejabat yang menangani urusan kepegawaian, atau Pendidikan dan Pelatihan untuk pegawai yang bekerja pada Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi tersebut; atau

b. Orang perorangan pada non Kementerian/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi.

(6) Hasil cetak ulang Sertifikat dikirim kepada Pemegang Sertifikat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak surat permohonan cetak ulang diterima oleh Direktur Sertifikasi Profesi.


BAB VIII PENGADUAN

Pasal 29

  1. (1)  Dalam hal Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, dan/atau masyarakat menemukan indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan Ujian, dapat mengajukan pengaduan atas pelaksanaan Ujian, dan Cetak Ulang Sertifikat.

  2. (2)  Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan kepada LKPP, disertai bukti-bukti kuat yang terkait langsung dengan materi pengaduan.

    BAB IX SANKSI

    Pasal 30

Tata cara pemberian sanksi kepada Pelaksana Ujian, Peserta Ujian, Pengawas Ujian, dan Pemegang Sertifikat dalam proses sertifikasi ditetapkan oleh Deputi Bidang PPSDM.

BAB X
PEMBIAYAAN PELAKSANAAN SERTIFIKASI KEAHLIAN TINGKAT DASAR

Pasal 31

  1. (1)  Sumber pembiayaan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar terdiri atas:
    a. seluruh biaya berasal dari anggaran LKPP; atau
    b. sebagian biaya berasal dari anggaran LKPP dan

    Pelaksana Ujian.

  2. (2)  Pembiayaan pelaksanaan Sertifikasi Keahlian Tingkat Dasar

    yang berasal dari anggaran pelaksana ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
    a. Sarana dan prasarana ujian;
    b. transportasi, akomodasi, dan honorarium bagi Pengawas

    Ujian; dan/atau
    c. pengiriman Sertifikat kepada peserta ujian.

    BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN

    Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenjang Sertifikasi Keahlian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur dengan Peraturan Kepala LKPP.

BAB XII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

  1. (1)  Dengan berlakunya Peraturan Kepala ini, Sertifikat yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/LKPP dengan kategori L2, L4, dan L5, maupun Sertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 yang masih berlaku atau telah habis masa berlakunya tetap dapat digunakan dan dinyatakan masih berlaku sampai dengan seumur hidup.

  2. (2)  Pelaksana Ujian yang melaksanakan Ujian di wilayah DKI Jakarta menggunakan media komputer daring (online) sejak Peraturan Kepala ini berlaku.

    Pasal 34

Pelaksana Ujian yang belum memenuhi ketentuan pasal 9 huruf c dan huruf d, namun telah ditetapkan sebagai Pelaksana Ujian melalui Keputusan Deputi Bidang PPSDM sebelum peraturan ini ditetapkan, masih dapat melaksanakan ujian hingga batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Deputi Bidang PPSDM tentang Penetapan Pelaksana Ujian.


BAB XIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

(1)Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Operasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

(2) Peraturan Kepala ini berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 


Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 2015

KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH, 

POSTINGAN TERBARU

KONFERENSI PERS DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGA KERJAAN DAN TRANSMIGRASI

Jakarta, 25 Januari 2024. KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Kemen...

POSTINGAN POPULER