Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

23 Desember 2020

Ketentuan Terhadap Pejabat Fungsional



        Ketentuan terkait Jabatan Fungsional (disingkat JF) sudah ada pada Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 (disingkat PP 17/20) tentang perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, namun khusus terhadap Jabatan Fungsional spesfikasi PBJ dituangkan lagi kedalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

JF adalah sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu dan Pejabatnya adalah Pegawai ASN yang menduduki JF pada instansi pemerintah.

Presiden dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS kepada:
  1. menteri di kementerian;
  2. pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
  3. sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negaradan lembaga nonstruktural;
  4. gubernur di provinsi; dan bupati/walikota di kabupaten/kota.

Dikecualikan dari ketentuan diatas yaitu untuk pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian bagi:

  1. pejabat pimpinan tinggi utama, 
  2. pejabat pimpinan tinggi madya, dan 
  3. pejabat fungsional keahlian utama.

Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi kebutuhan:

  1. Jabatan Administrasi, khusus pada Jabatan Pelaksana;
  2. Jabatan Fungsional Keahlian, khusus pada JF ahli pertama dan JF ahli muda; dan
  3. Jabatan Fungsional Keterampilan, khusus pada JF pemula dan terampil.

Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan administrator memiliki pengalaman dalam  JF yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;

Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan pengawas memiliki pengalaman dalam  JF yang setingkat dengan Jabatan pelaksana sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki;

Pejabat Fungsional berkedudukan dibawah danbertanggung jawab secara langsung kepada pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat administrator, atau pejabat pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF. Penentuan berkedudukan dan bertanggung jawab secara langsung  disesuaikan dengan struktur organisasi masing-masing instansi pemerintah.

Selanjutnya tentang Jabatan fungsional diatur secara khusus pada Bagian Ketiga Jabatan Fungsional dengan kutipan sebagai berikut:

Paragraf 1
Kedudukan, Tanggung Jawab, Tugas, Kategori, Jenjang, Kriteria, dan Akuntabilitas Jabatan Fungsional

Pasal 68
JF memiliki tugas memberikan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.

Pasal 69

(1)  Kategori JF terdiri atas:

  1. JF keahlian; dan

  2. JF keterampilan.

(2)  Jenjang JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

  1. ahli utama;

  2. ahli madya;

  3. ahli muda; dan

  4. ahli pertama.

(3) Jenjang JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. penyelia;
b. mahir;
c. erampil; dan
d. pemula.
(4)  Jenjang JF ahli utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tertinggi.
(5)  Jenjang JF ahli madya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat tinggi.
(6)  Jenjang JF ahli muda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat lanjutan.
(7)  Jenjang JF ahli pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi utama yang mensyaratkan kualifikasi profesional tingkat dasar.
(8)  Jenjang JF penyelia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, melaksanakan tugas dan fungsi koordinasi dalam JF keterampilan.
(9)  Jenjang JF mahir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, melaksanakan tugas dan fungsi utama dalam JF keterampilan.
(10)  Jenjang JF terampil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat lanjutan dalam JF keterampilan.
(11)  Jenjang JF pemula sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat dasar dalam JF keterampilan.

Pasal 70

JF ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:

    1. fungsi dan tugasnya berkaitan dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Instansi Pemerintah;
    2. mensyaratkan keahlian atau keterampilan tertentu yang dibuktikan dengan sertifikasi dan/atau penilaian tertentu;
    3. dapat disusun dalam suatu jenjang Jabatan berdasarkan tingkat kesulitan dan kompetensi;
    4. pelaksanaan tugas yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas profesinya; dan
    5. kegiatannya dapat diukur dengan satuan nilai atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan dalam bentuk angka kredit.

Pasal 71

(1)  Setiap pejabat fungsional harus menjamin akuntabilitas Jabatan.
(2)  Akuntabilitas Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi terlaksananya:
    • pelayanan fungsional berdasarkan keahlian tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keahlian; dan
    • pelayanan fungsional berdasarkan keterampilan tertentu yang dimiliki dalam rangka peningkatan kinerja organisasi secara berkesinambungan bagi JF keterampilan.


Paragraf 2 
Klasifikasi Jabatan Fungsional
Pasal 72

(1)  JF dikelompokkan dalam klasifikasi Jabatan berdasarkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja.
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


Paragraf 3 

Penetapan Jabatan Fungsional

Pasal 73

(1)  Penetapan JF dilakukan oleh Menteri berdasarkan usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah dengan mengacu pada klasifikasi dan kriteria JF.
(2)  Dalam hal diperlukan, Menteri dapat menetapkan JF tanpa usulan dari pimpinan Instansi Pemerintah.
(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan dan penetapan JF diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4
Pengangkatan dan Persyaratan Jabatan Fungsional

Pasal 74

    (1)  Pengangkatan PNS ke dalam JF keahlian dan JF keterampilan dilakukan melalui pengangkatan:
      • pertama;
      • perpindahan dari Jabatan lain;
      • penyesuaian; atau
      • promosi.
      (2)  Selain pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkatan ke dalam JF tertentu dapat dilakukan melalui pengangkatan PPPK.
      (3)  Jenis JF tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

      (4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan JF melalui pengangkatan PPPK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

      Pasal 75

            (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            1. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

            2. dihapus

            3. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

            4. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.

            Pasal 76
            (1) Pengangkatan dalam JF keahlian melalui perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang

              dibutuhkan;

            5. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai dengan standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            6. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            7. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

            8. berusia paling tinggi:
              1. 53 (lima puluh tiga) tahun untuk JF ahli pertama dan JF ahli muda;

              2. 55 (lima puluh lima) tahun untuk JF ahli madya; dan

              3. 60 (enam puluh) tahun untuk JF ahli utama bagi PNS yang telah menduduki JPT; dan

            9. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Pasal 77

            (1)  Pengangkatan dalam JF keahlian melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sarjana atau diploma IV;

            5. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            6. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            7. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            1. (2)  Pengangkatan dalam JF keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang bersangkutan pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.

            2. (3)  Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk paling lama 2 (dua) tahun sejak penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.

            Pasal 78

            (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

            1. dihapus;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan

            3. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengangkatan untuk mengisi lowongan kebutuhan JF yang telah ditetapkan melalui pengadaan PNS.


            Pasal 79
            (1) Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui perpindahan dari Jabatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;

              e. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            1. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling kurang 2 (dua) tahun;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir;

            3. usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun; dan

            4. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2) Pengangkatan JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Pasal 80

            (1)  Pengangkatan dalam JF keterampilan melalui penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. berstatus PNS;

            2. memiliki integritas dan moralitas yang baik;

            3. sehat jasmani dan rohani;

            4. berijazah paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau setara;

            5. memiliki pengalaman dalam pelaksanaan tugas di bidang JF yang akan diduduki paling singkat 2 (dua) tahun;

            6. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            7. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2)  Pengangkatan dalam JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila PNS yang pada saat penetapan JF oleh Menteri memiliki pengalaman dan masih menjalankan tugas di bidang JF yang akan diduduki berdasarkan keputusan PyB.
            (3)  Penyesuaian dilaksanakan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF dengan mempertimbangkan kebutuhan Jabatan.

            Pasal 81

            (1)  Pengangkatan dalam JF keahlian dan JF keterampilan melalui promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

            1. mengikuti dan lulus uji Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi yang telah disusun oleh instansi pembina;

            2. nilai prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

            3. syarat lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

            (2)  Pengangkatan JF keahlian dan JF keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan ketersediaan lowongan kebutuhan untuk JF yang akan diduduki.

            Paragraf 5
            Tata Cara Pengangkatan Pertama dalam Jabatan Fungsional
            Pasal 82

            (1)  PyB mengusulkan pengangkatan pertama PNS dalam JF kepada PPK untuk:

            1. JF ahli pertama;

            2. JF ahli muda;

            3. JF pemula; dan

            4. JF terampil.

            (2)  Pengangkatan pertama dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 6
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Perpindahan Jabatan

            Pasal 83

            (1) Pengangkatan dalam JF melalui perpindahan Jabatan diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.

            (3)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 7
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Penyesuaian

            Pasal 84

            (1)  Pengangkatan PNS yang akan menduduki JF melalui penyesuaian diusulkan oleh PyB kepada PPK.

            (2)  Pengangkatan PNS dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 8
            Tata Cara Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional melalui Promosi

            Pasal 85

            (1)  Pengangkatan dalam JF melalui promosi diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang akan menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang akan menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.
            (3)  Pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Paragraf 9

            Pendelegasian Pengangkatan dalam Jabatan Fungsional

            Pasal 86

            (1)  PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan dalam JF selain JF ahli madya.
            (2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa pengangkatan dalam JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

            Paragraf 10
            Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji

            Pasal 87

            Setiap PNS yang diangkat menjadi pejabat fungsional wajib dilantik dan diambil sumpah/janji menurut agama atau kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

            Pasal 88
            Sumpah/janji Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 berbunyi sebagai berikut:

            "Demi Allah, saya bersumpah:
            bahwa saya, akan setia dan taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya, demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara;
            bahwa saya dalam menjalankan tugas Jabatan, akan menjunjung etika Jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dan dengan penuh rasa tanggung jawab;
            bahwa saya, akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.

            Pasal 89
            (1) Dalam hal PNS berkeberatan untuk mengucapkan sumpah karena keyakinan tentang agama atau kepercayaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, PNS yang bersangkutan mengucapkan janji Jabatan.
            (2)  Dalam hal seorang PNS mengucapkan janji Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kalimat“Demi Allah, saya bersumpah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat: “Demi TuhanYang Maha Esa, saya menyatakan dan berjanji dengan sungguh-sungguh”.
            (3)  Bagi PNS yang beragama Kristen, pada akhir sumpah/janji Jabatan ditambahkan kalimat: “Kiranya
            Tuhan menolong saya”.
            (4)  Bagi PNS yang beragama Hindu, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Om Atah Paramawisesa”.
            (5)  Bagi PNS yang beragama Budha, maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Demi Sang Hyang Adi Budha”.
            (6)  Bagi PNS yang beragama Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan “Kehadirat Tian di tempat yang Maha tinggi dengan bimbingan rohani Nabi Kong Zi, Dipermuliakanlah”.
            (7)  Bagi PNS yang berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa selain beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu maka frasa “Demi Allah” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 diganti dengan kalimat lain yang sesuai dengan kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

            Pasal 90
            (1)  Sumpah/janji Jabatan diambil oleh PPK di lingkungannya masing-masing.
            (2)  PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menunjuk pejabat lain di lingkungannya untuk mengambil sumpah/janji Jabatan.

            Pasal 91

            (1)  Pengambilan sumpah/janji Jabatan dilakukan dalam suatu upacara khidmat.
            (2)  PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan didampingi oleh seorang rohaniwan.
            (3)  Pengambilan sumpah/janji Jabatan disaksikan oleh dua orang PNS yang Jabatannya serendah rendahnya sama dengan Jabatan PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.
            (4)  Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, mengucapkan susunan kata-kata sumpah/janji Jabatan kalimat demi kalimat dan diikuti oleh PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan.

            Pasal 92

            (1)  Pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan membuat berita acara tentang pengambilan sumpah/ janji Jabatan tersebut.
            (2)  Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji Jabatan, PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, dan saksi.
            (3)  Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat rangkap 3 (tiga), yaitu satu rangkap untuk PNS yang mengangkat sumpah/janji Jabatan, satu rangkap untuk Instansi Pemerintah yang bersangkutan, dan satu rangkap untuk BKN.

            Pasal 93

            Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah/janji JF diatur dengan Peraturan Kepala BKN.

            Paragraf 11 

            Pemberhentian dari Jabatan Fungsional

            Pasal 94

            (1)  PNS diberhentikan dari JF apabila:

            1. mengundurkan diri dari Jabatan;

            2. diberhentikan sementara sebagai PNS;

            3. menjalani cuti di luar tanggungan negara;

            4. menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan;

            5. ditugaskan secara penuh di luar JF; atau

            6. tidak memenuhi persyaratan Jabatan.

            (2)  PNS yang diberhentikan dari JF karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dapat diangkat kembali sesuai dengan jenjang JF terakhir apabila tersedia lowongan Jabatan.

            Paragraf 12
            Tata Cara Pemberhentian dari Jabatan Fungsional

            Pasal 95

            (1)  Pemberhentian dari JF diusulkan oleh:

            1. PPK kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JF ahli utama; atau

            2. PyB kepada PPK bagi PNS yang menduduki JF selain JF ahli utama sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

            (2)  Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Presiden.

            (3)  Pemberhentian dari JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh PPK.

            Pasal 96

            PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (3) dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pemberhentian dari JF selain JF ahli madya.


            Pasal 97
            Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian dari JF diatur dengan Peraturan Menteri.


            Paragraf 13 

            Rangkap Jabatan

            Pasal 98
            Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan pencapaian kinerja organisasi, pejabat fungsional dilarang rangkap Jabatan dengan JA atau JPT, kecuali untuk JA atau JPT yang kompetensi dan bidang tugas Jabatannya sama dan tidak dapat dipisahkan dengan kompetensi dan bidang tugas JF.

            Paragraf 14 

            Instansi Pembina

            Pasal 99

            (1)  Instansi pembina JF merupakan kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau kesekretariatan lembaga negara yang sesuai kekhususan tugas dan fungsinya ditetapkan menjadi instansi pembina suatu JF.
            (2)  Instansi pembina berperan sebagai pengelola JF yang menjadi tanggung jawabnya untuk menjamin terwujudnya standar kualitas dan profesionalitas Jabatan.
            (3)  Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi pembina memiliki tugas sebagai berikut:
              • menyusun pedoman formasi JF;
              • menyusun standar kompetensi JF;
              • menyusun petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
              • menyusun standar kualitas hasil kerja dan pedoman penilaian kualitas hasil kerja pejabat fungsional;
              • menyusun pedoman penulisan karya tulis/karya ilmiah yang bersifat inovatif di bidang tugas JF;
              • menyusun kurikulum pelatihan JF;
              • menyelenggarakan pelatihan JF;
              • membina penyelenggaraan pelatihan fungsional pada lembaga pelatihan;
              • menyelenggarakan uji kompetensi JF;
              • menganalisis kebutuhan pelatihan fungsional di bidang tugas JF;
              • melakukan sosialisasi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis JF;
              • mengembangkan sistem informasi JF;
              • memfasilitasi pelaksanaan tugas pokok JF;
              • memfasilitasi pembentukan organisasi profesi JF;
              • memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku JF;
              • melakukan akreditasi pelatihan fungsional dengan mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan oleh LAN;
              • melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan JF di seluruh Instansi Pemerintah yang menggunakan Jabatan tersebut; dan
              • melakukan koordinasi dengan instansi pengguna dalam rangka pembinaan karier pejabat fungsional.
              • menyusun informasi faktor jabatan untuk evaluasi jabatan.
                                                (4)  Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah pengguna JF setelah mendapat akreditasi dari instansi pembina.
                                                (5)  Instansi pembina dalam melaksanakan tugas pengelolaan wajib menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, huruf o, huruf q, dan huruf r, pengelolaan JF yang dibinanya sesuai dengan perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan tembusan Kepala BKN.
                                                (6)  Instansi pembina menyampaikan secara berkala setiap tahun pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, dan huruf p kepada Menteri dengan tembusan Kepala LAN.

                                                (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan uji kompetensi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf i diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                (8)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan informasi faktor jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf s diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                Pasal 100
                                                Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3) dilakukan oleh Menteri.

                                                Paragraf 15 

                                                Organisasi Profesi

                                                Pasal 101

                                                (1)  Setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1 (satu) organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal penetapan JF.
                                                (2)  Setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi JF.
                                                (3)  Pembentukan organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi instansi pembina.
                                                (4)  Organisasi profesi JF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi.
                                                (5)  Organisasi profesi JF mempunyai tugas:
                                                  • menyusun kode etik dan kode perilaku profesi
                                                  • memberikan advokasi; dan
                                                  • memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
                                                (6)  Kode etik dan kode perilaku profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) huruf a ditetapkan oleh organisasi profesi JF setelah mendapat persetujuan dari pimpinan instansi pembina.
                                                (7)  Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pembentukan organisasi profesi JF dan hubungan kerja instansi pembina dengan organisasi profesi JF diatur dengan Peraturan Menteri.

                                                    Ketentuan Terhadap Pengembangan Kompetensi



                                                            Terkait pengembangan Kompetensi ASN, awalnya sudah diatur khusus pada Bagian ketiga pada Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 tentang perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, namun kemudian diatur kembali melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

                                                    Berikut kutipan langsung dari Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 :

                                                    Bagian Ketiga 
                                                    Pengembangan Kompetensi
                                                    Paragraf 1 Umum
                                                    Pasal 203

                                                    (1)  Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier.

                                                    (2)  Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat:

                                                    1. instansi; dan

                                                    2. nasional.

                                                    (3)  Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
                                                    (4)  Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.

                                                    (5)  Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK wajib:

                                                    1. menetapkan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi;

                                                    2. melaksanakan pengembangan kompetensi; dan

                                                    3. melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi.

                                                    Pasal 204

                                                    Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 menjadi dasar pengembangan karier dan menjadi salah satu dasar bagi pengangkatan Jabatan.

                                                    Paragraf 2
                                                    Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi

                                                    Pasal 205

                                                    (1)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf a, terdiri atas:

                                                    1. inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap PNS; dan

                                                    2. rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi.

                                                    (2)  Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat:

                                                    1. instansi; dan

                                                    2. nasional.

                                                    (3)  Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan Instansi Pemerintah.

                                                    Pasal 206

                                                    1. (1)  Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (1), dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja.

                                                    2. (2)  Analisis kesenjangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki.

                                                    3. (3)  Analisis kesenjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja Jabatan yang diduduki.

                                                    Pasal 207

                                                    (1)  Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) huruf a dilakukan oleh PyB (kepanjangan dari Pejabat yang Berwenang: pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.)
                                                    (2)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK (singkatan dari Pejabat Pembina Kepegawaian : pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.).

                                                    (3)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

                                                    1. jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;

                                                    2. target PNS yang akan dikembangkan kompetensinya;

                                                    3. jenis dan jalur pengembangan kompetensi;

                                                    4. penyelenggara pengembangan kompetensi;

                                                    5. jadwal atau waktu pelaksanaan;

                                                    6. kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina

                                                      kompetensi; dan

                                                    7. anggaran yang dibutuhkan.

                                                    (4) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan ke dalam sistem informasi pengembangan kompetensi LAN (singkatan dari Lembaga Administrasi Negara : lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-undang)

                                                    .

                                                    Pasal 208

                                                    (1)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) huruf b dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintahan serta pembangunan.
                                                    (2)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompentesi Sosial Kultural.
                                                    (3)  Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kompetensi teknis dan kompetensi fungsional.
                                                    (4)  Penyusunan rencana pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural dilakukan oleh LAN.
                                                    (5)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis.

                                                    (6)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi fungsional dilakukan oleh instansi pembina JF.

                                                    Pasal 209

                                                    (1)  Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 disampaikan kepada LAN sebagai bahan untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi nasional.
                                                    (2)  Rencana pengembangan kompetensi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dan dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

                                                    Paragraf 3
                                                    Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi

                                                    Pasal 210

                                                    (1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf b harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (2).
                                                    (2)  Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk:
                                                      • pendidikan; dan/atau
                                                      • pelatihan.

                                                      Pasal 211

                                                      (1)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf a dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
                                                      (2)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar.
                                                      (3)  Pemberian tugas belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tugas belajar diatur dengan Peraturan Presiden.

                                                      Pasal 212

                                                      (1)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf b dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal.
                                                      (2)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
                                                      (3)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling kurang melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta.
                                                      (4)  Pengembangan kompetensi melalui pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN.

                                                      Pasal 213

                                                      Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara:

                                                      1. mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

                                                      2. bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; atau

                                                      3. bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.

                                                      Pasal 214

                                                      (1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan melalui jalur pelatihan.
                                                      (2)  Pelatihan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (3)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berjenjang.
                                                      (4)  Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan.
                                                      (5)  Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

                                                      (6) Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing- masing instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.

                                                      Pasal 215

                                                      (1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan melalui jalur pelatihan.
                                                      (2)  Pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (3)  Pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang JF masing-masing.
                                                      (4)  Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh instansi pembina JF.
                                                      (5)  Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.
                                                      (6)  Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-masing instansi pembina JF dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.

                                                      Pasal 216

                                                      (1)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Sosial Kultural dilakukan melalui jalur pelatihan.
                                                      (2)  Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (3)  Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memenuhi Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan.
                                                      (4)  Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh LAN.
                                                      (5)  Pelatihan Kompetensi Sosial Kultural diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

                                                      (6) Akreditasi pelatihan sosial kultural dilaksanakan oleh LAN.

                                                      Pasal 217

                                                      (1)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial dilakukan melalui jalur pelatihan.
                                                      (2)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial melalui jalur pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan struktural.

                                                      (3)  Pelatihan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

                                                      1. kepemimpinan madya;

                                                      2. kepemimpinan pratama;

                                                      3. kepemimpinan administrator; dan

                                                      4. kepemimpinan pengawas.

                                                      (4)  Pelatihan struktural kepemimpinan madya diselenggarakan oleh LAN.
                                                      (5)  Pelatihan struktural kepemimpinan pratama, kepemimpinan administrator, dan kepemimpinan pengawas diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah terakreditasi.
                                                      (6)  Akreditasi pelatihan struktural kepemimpinan dilaksanakan oleh LAN.

                                                      Pasal 218

                                                      (1)  Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap tujuan dan sasaran pembangunan nasional dilaksanakan pelatihan di tingkat nasional yang diikuti oleh pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama, yang dilaksanakan oleh LAN.
                                                      (2)  Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti juga oleh pejabat negara dan direksi dan komisaris badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
                                                      (3)  Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan instansi lain.

                                                      Pasal 219
                                                      LAN bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan pengembangan kompetensi.

                                                      Pasal 220
                                                      Pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan melalui sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

                                                      Paragraf 4
                                                      Evaluasi Pengembangan Kompetensi

                                                      Pasal 221

                                                      (1)  Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (2)  Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh LAN.
                                                      (3)  Hasil evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural disampaikan kepada Menteri.

                                                      Pasal 222

                                                      (1)  Evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (2)  Evaluasi pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi teknis masing-masing.
                                                      (3)  Hasil evaluasi pengembangan kompetensi teknis disampaikan kepada Menteri melalui LAN.

                                                      Pasal 223

                                                      (1)  Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi fungsional PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
                                                      (2)  Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi pembina JF.
                                                      (3)  Hasil evaluasi pengembangan kompetensi fungsional disampaikan kepada Menteri melalui LAN.

                                                      Pasal 224

                                                      Hasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

                                                      Pasal 225
                                                      Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi diatur dengan Peraturan Kepala LAN.

                                                      POSTINGAN POPULER