Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

03 Agustus 2022

PROBLEM PENYELENGGARAAN SBU SAAT INI

    Implementasi Peraturan Pemerintah nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko khususnya Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) sebagai salah satu perizinan standar kegiatan konstruksi sampai saat ini ternyata masih mengalami kendala, hal ini ditenggarai oleh Pembenahan besar-besaran yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selaku wakil Pemerintah Pusat yang berwenang melakukan pembinaan konstruksi di Indonesia. Salah satu pembenahannya dalam rangka peningkatan Kualitas Konstruksi saat ini adalah proses sertifikasi Badan Usaha dimana prosesnya semakin melibatkan banyak pihak yaitu Lembaga Online Single Submission (OSS), Kementerian PUPR, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan keikutsertaan Masyarakat Konstruksi seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), Lembaga Sertifikasi Badan Usaha (LSBU), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dan Asosiasi terakreditasi. 

SBU yang telah disetujui LSBU dan diregistrasi LPJK baru bisa sah digunakan setelah di aktivasi/verifikasi oleh OSS RBA (Risk-Based Approach). LSBU tersebut harus dibentuk oleh Asosiasi yang telah terakreditasi LPJK, dan LSBU tersebut juga sudah memiliki lisensi dari LPJK. BUJK yang mengajukan permohonan SBU juga harus memiliki Tenaga Kerja Konstruksi (TKK) yang ber-Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Konstruksi, sertifikat ini dikeluarkan oleh LSP yang terlebih dahulu harus memperoleh lisensi dari BNSP baru kemudian dicatatkan di LPJK. LSP juga merupakan lembaga baru dimana belum banyak yang tersedia untuk mengampu begitu banyak kualifikasi dan klasifikasi SKK termasuk menyediakan fasilitas Tempat Uji Kemampuan (TUK) bagi para tenaga kerja yang memohon sertifikasi, dalam hal ini TUK harus mampu menjangkau seluruh kabupaten kota di Indonesia. 

Dalam hal pembenahan organisasi, pada LPJK terdapat proses transisi yang berlangsung cukup singkat dan cepat, dari semula tugas dan fungsinya mengacu kepada Undang-Undang nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi namun pada tahun 2020 harus dua kali menyesuaikan diri yaitu terhadap Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi lalu menyesuaikan lagi ke Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/20). Keberadaan LSBU dan LSP merupakan lembaga baru sebagai institusi yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah turunan UU 11/20, bertambahnya organisasi baru ini turut menambah beban kerja LPJK pada proses penyelenggaraan sertifikasi.

Sistem Informasi Jasa Konstruksi terintegrasi (SIJKT) pada tahap awal juga menjadi beban proses karena hampir semua tahapan meliputi akreditasi asosiasi, lisensi LSBU, pembuatan Sertifikat Badan Usaha (SBU), registrasi di LPJK dan Aktivasi OSS dilakukan melalui aplikasi terintegrasi, dalam jangka pendek sistem ini sangat menyulitkan pengguna bahkan seluruh organisasi penyelenggara (KemenPUPR/LPJK/LSBU/LSP/Asosiasi) karena harus belajar terlebih dahulu namun untuk jangka panjang diyakini sistem ini akan mampu menghemat waktu dan biaya proses sertifikasi karena dilakukan secara online yang melibatkan teknologi informasi. Kelebihan SIJKT saat ini ternyata menjadi autocontrol terhadap sistim yang lama khususnya dalam mengatasi problem bajak membajak SKK, kini sistim dapat secara otomatis menolak persetujuan  SBU jika terjadi Double User yaitu 1 (satu) orang TKK dipakai dibeberapa BUJK baik sebagai Penanggungjawab BUJK, Penanggungjawab Teknik ataupun Penanggungjawab Subklasifikasi Badan Usaha, meskipun 1 (satu) orang tersebut memiliki beberapa klasifikasi dan kualifikasi SKK yang berbeda. Sistim ini juga berhasil mendeteksi Double User pada SBU yang telah diterbitkan LPJK periode pengurusan sebelumnya, tercatat lebih dari 700an pengaduan yang dikirim ke LPJK terkait pembajakan TKK bahkan sudah ada 26.629 BUJK yang terancam pencabutan SBU karena permasalahan tersebut. Problem ini menjadi masalah yang membebani Layanan Sertifikasi BUJK karena klaim mengklaim bukan perkara gampang dan cepat untuk diselesaikan, selain adanya perkara hukum hubungan industri antara perusahaan dan pekerja karena faktanya kebanyakan yang membiayai pembuatan SKK adalah BUJK tempat TKK bekerja, selain itu terdapat juga perkara hukum Pidana berupa pemalsuan surat pernyataan dan pembocoran dokumen pribadi seperti Kartu Tanda Penduduk, Ijazah, SKK dan Curriculum Vitae, dalam kasus ini tak jarang LPJK dipanggil Aparat Penegak Hukum sebagai saksi ahli.

Dapat disimpulkan problem yang dihadapi LPJK periode 2021-2024 sangatlah besar, di internal lembaga ini harus mereorganisasi platform pelayanannya sesuai tujuan dan prinsip pembentukan UU 11/20, di external LPJK juga harus mempersiapkan kematangan LSBU, LSP dan Asosiasi. Platform masa lalu juga menjadi sumber permasalahan karena menyisakan pekerjaan rumah dimana ada kebijakan terdahulu yang tidak diperbolehkan saat ini. Saya memandang kebijakan Kementerian PUPR selaku kementrian yang membina Konstruksi Nasional tidak terlepas dari pembenahan Kualitas Industri Konstruksi agar kedepannya jumlah dan korban Kecelakaan terkait Konstruksi dapat ditekan sekecil-kecilnya. Sebagai rakyat berdaulat, tentunya kita harus memastikan bahwa fungsi pembinaan KemenPUPR yang melibatkan masyarakat melalui LPJK selalu dapat kita monitoring dan evaluasi setiap saat. 

27 Juni 2022

KONPERS PERKARA DANA PEN motIf PBJ_2

Informasi PBJ masih jadi rahasia ? pesulap informasi bebas berkeliaran.



    Tidak terasa hari ini ulangtahunnya Peraturan Komisi Informasi nomor 01 tahun 2021 tentang Standard Layanan Informasi Publik (PerKI 01/21) yang telah diundangkan per tanggal 30 Juni 2021. Seharusnya regulasi yang merupakan pelaksanaan Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/08) ini cukup ditakuti dan hormati serta memberikan kepastian hukum mengingat ini adalah hierarki tertinggi dibawah Undang-Undang Dasar 1945. Semoga Komisi Informasi sebagai salah satu lembaga pelaksana UU 14/08 memberikan evaluasi resmi yang bisa dijadikan acuan pertanggungjawaban terhadap rakyat.

Dalam Siklus Analisis untuk Kebijakan Publik, terdapat tahapan  Problem structuring, forecasting, Prescription, Monitoring dan Evaluation. Dalam kasus PerKI 01/21, tahapan yang dijalani saat ini adalah Implementasi dimana jika kita hendak mengukur pelaksanaanya maka harus menggunakan Analisis Monev (Monitoring dan Evaluasi), Analisis ini juga diperlukan untuk melihat apakah ada kepastian Hukum dan mengukur response para stakeholder dilapangan. Dalam hal PerKI 01/21 khususnya terkait Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah (PBJ) maka stakeholder yang dimaksud adalah Pejabat Pengelola Informasi & Dokumen (PPID) beserta atasan PPID yaitu pimpinan tertinggi Badan Publik (BP) dari Kementrian/Lembaga/Pemerintahan Daerah (K/L/PD) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Apa saja yang perlu di Monev, dalam konteks PBJ menurut saya cukup satu saja  yaitu sudahkah BP mengumumkan secara berkala segala informasi yang dimaksud pada pasal 15 ayat (9) PerKI 01/21? sebelum saya terangkan lebih lanjut mohon dibaca artikel berikut: Sah...Dokumen PBJ ini sudah tidak RAHASIA lagi.

PerKI 01/21 jelas menyebutkan bahwa Informasi terkait PBJ tergolong Informasi BerkalaUndang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU 14/08) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu. UU 14/08 juga menyebutkan bahwa BP wajib memberikan dan menyampaikan Informasi tersebut paling singkat 6 (enam) bulan sekali. 

Informasi yang dimaksud paling sedikit terdiri atas:
  1. tahap perencanaan, meliputi dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP).

  2. tahap pemilihan, meliputi:

    1. Kerangka Acuan Kerja (KAK)

    2. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta Riwayat HPS;

    3. Spesifikasi Teknis (ST)

    4. Rancangan Kontrak (RK)

    5. Dokumen Persyaratan Penyedia atau Lembar Data Kualifikasi (LDK)

    6. Dokumen Persyaratan Proses Pemilihan atau Lembar Data Pemilihan (LDP)

    7. Daftar Kuantitas dan Harga (DKH)

    8. Jadwal pelaksanaan dan data lokasi pekerjaan;

    9. Gambar Rancangan Pekerjaan (GRP)

    10. Dokumen Studi Kelayakan dan Dokumen Lingkungan Hidup, termasuk

      Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

    11. Dokumen Penawaran Administratif;

    12. Surat Penawaran Penyedia

    13. Sertifikat atau Lisensi yang masih berlaku dari Direktorat Jenderal

      Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

    14. Berita Acara Pemberian Penjelasan (BAPP)

    15. Berita Acara Pengumuman Negosiasi (BAPN)

    16. Berita Acara Sanggah dan Sanggah Banding

    17. Berita Acara Penetapan atau Pengumuman

    18. Laporan Hasil Pemilihan Penyedia;

    19. Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)

    20. Surat Perjanjian Kemitraan

    21. Surat Perjanjian Swakelola

    22. Surat Penugasan atau Surat Pembentukan Tim Swakelola; 

    23. Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding.

c. tahap pelaksanaan, meliputi:

  1. Dokumen Kontrak yang telah ditandatangani beserta Perubahan Kontrak yang tidak mengandung informasi yang dikecualikan;

  2. Ringkasan Kontrak yang sekurang-kurangnya mencantumkan informasi mengenai para pihak yang bertandatangan, nama direktur dan pemilik usaha, alamat penyedia, nomor pokok wajib pajak, nilai kontrak, rincian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, lokasi pekerjaan, waktu pekerjaan, sumber dana, jenis kontrak, serta ringkasan perubahan kontrak.

  1. Surat Perintah Mulai Kerja;

  2. Surat Jaminan Pelaksanaan;

  3. Surat Jaminan Uang Muka;

  4. Surat Jaminan Pemeliharaan;

  5. Surat Tagihan;

  6. Surat Pesanan E-purchasing;

  7. Surat Perintah Membayar;

  8. Surat Perintah Pencairan Dana;

  9. Laporan Pelaksanaan Pekerjaan;

  10. Laporan Penyelesaian Pekerjaan;

  11. Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan;

  12. Berita Acara Serah Terima Sementara atau Provisional Hand Over;

  13. Berita Acara Serah Terima atau Final Hand Over.


    Apakah Dokumen tersebut telah tersedia secara otomatis di PPID masing-masing BP? Hasil Monitoring saya secara terbatas menyatakan "tidak", karena saya belum menemukan adanya Portal PPID yang secara otomatis menayangkan Informasi tersebut, dari 54 jenis Informasi yang mestinya dibuka secara berkala hanya 13 jenis informasi yang dibuka setiap saat itupun melalui Portal LPSE (block warna Hijau diatas), 9 jenis informasi (Block merah huruf putih diatashanya terbuka bagi peserta yang mendaftar di tender metode Pascakualifikasi, namun jika Metodenya Prakualifikasi maka dokumen KAK, ST, RK, LDP, DKH dan BRP hanya terbuka bagi peserta yang lolos evaluasi kualifikasidan sisanya 33 jenis Informasi masih misteri sulap yang hanya tukang sulap, penyelenggara dan pengawas acara yang tahu.
    Hasil monitoring tersebut tentunya menjadi bahan Evaluasi kita bersama bagaimana sesungguhnya Implementasi PerKI 01/21. Dapat disimpulkan bahwa banyak BP menafsirkan sepihak Informasi yang ditayangkan di LPSE adalah sudah cukup dalam konteks kekuasaan pemerintah yang menguasai data, mungkin banyak yang lupa bahwa Informasi Publik diatur oleh Undang-undang yang mendapat persetujuan bersama antara Rakyat (melalui DPR) dan Pemerintah sehingga semua orang/badan harus tunduk termasuk pemerintah itu sendiri. Perlu juga diingat bahwa UU 14/08 memuat aturan sanksi termasuk sanksi pidana bagi Masyarakat/BP yang melakukan pelanggaran.
    Informasi adalah Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kebebasan Informasi adalah cerminan Demokrasi, memang UU 14/08 masih memberi celah upaya bagi masyarakat untuk memaksa meminta Informasi Berkala tersebut yaitu dengan jalan meminta ke PPID, jika tidak diberi masyarakat bisa mengajukan sengketa Informasi ke Komisi Informasi di wilayah BP bernaung. Jika masih tidak dikabulkan bisa mengajukan keberatan melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) hingga Mahkamah Agung bahkan Peninjauan Kembali. Semua tahapan itu butuh Waktu, Tenaga dan Biaya bagi kedua belah pihak baik Pemohon (masyarakat) dan termohon (atasan PPID). Apakah ini cerminan Demokrasi di Indonesia? 

Salam Kebebasan Informasi Publik.

LIVE STREAMING - KOMISI V DPR RI RDP DENGAN SEKJEN, IRJEN, KEPALA BPSDM ...

POSTINGAN TERBARU

KONFERENSI PERS DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KETENAGA KERJAAN DAN TRANSMIGRASI

Jakarta, 25 Januari 2024. KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka korupsi pengadaan sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada Kemen...

POSTINGAN POPULER