Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Pengadaan di Negara Indonesia sehingga menarik untuk dibaca, berguna bagi para Investor, Pengamat Pengadaan, Akademisi, Vendor/Supplier dari Luar Negeri, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan & Pemerintahan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Translate
SEKILAS PANDANG
CARI DI BLOG INI
21 Februari 2023
KONFRENSI PERS TERSANGKA BUPATI MAMBERAMO TENGAH
18 Februari 2023
SWAKELOLA, MENGHAMBAT UMK MASUK PASAR BELANJA NEGARA!
a. tipe I yaitu Swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran; Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
b. tipe II yaitu Swakelola yang direncanakan, dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh K/L/PD lain pelaksana Swakelola; Tim Persiapan dan Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, dan Tim Pelaksana ditetapkan oleh K/L/PD pelaksana Swakelola. Tim Pelaksana pada K/L/PD pelaksana Swakelola dapat ditetapkan oleh Pejabat sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.
c. tipe III yaitu Swakelola yang direncanakan dan diawasi oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan dilaksanakan oleh Ormas pelaksana Swakelola; Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, dan Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan calon pelaksana Swakelola.d. tipe IV yaitu Swakelola yang direncanakan oleh K/L/PD penanggung jawab anggaran dan/atau berdasarkan usulan Pokmas, dan dilaksanakan serta diawasi oleh Pokmas pelaksana Swakelola. Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan Tim Pengawas ditetapkan oleh pimpinan Pokmas pelaksana Swakelola.
1) Efisien yaitu Harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.2) Efektif yaitu Harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.3) Transparan yaitu semua ketentuan dan informasi mengenai PBJ bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barjas yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.4) Terbuka, yaitu Pengadaan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barjas yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.5) Bersaing, berarti PBJ harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barjas yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barjas yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam PBJ.6) Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barjas dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.7) Akuntabel yaitu Harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan PBJ sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
1) Terhadap Prinsip Efisien: Berdasarkan ketentuan Kontrak swakelola pada PLKPP 03/21, ternyata untuk Type I tidak ada Negosiasi harga dan untuk Type II sampai IV dilakukan Negosiasi Harga antara PPK dan Tim Pelaksana. Prosedur Negosiasi yang dilakukan keduanya akan kental bernuansa Korupsi Kolusi Nepotisme karena prosesnya diadakan tertutup, seleksi Tim Pelaksanaanya tidak transparan dan para pihak berada pada kendali satu Pimpinan/berafiliasi. Kehadiran Ormas/Pokmas juga disinyalir atas dasar pertemanan dan hubungan tidak profesional yang cenderung terjadi barter kepentingan. Hal ini sangat berbeda apabila pengadaan tersebut dilakukan melalui penyedia yang melakukan penawaran harga yang sangat kompetitif dan transparan melalui LPSE.2) Terhadap Prinsip Efektif: Pelaksanaan dan Pengawas berada pada kendali satu Pimpinan/berafiliasi yang berpotensi membuat capaian sasaran kualitas barjas tidak sesuai harapan, hal ini disinyalir menjadi transaksional yang saling menguntungkan akibat tidak efektifnya pengawasan. Berbeda jika dilakukan melalui penyedia karena pengawasannya dilakukan oleh penyedia yang lain.3) Terhadap Prinsip Transparan: Pada deskripsi transparan jelas menyebutkan kata Penyedia, jadi sedari awal memang PBJ diperuntukkan hanya untuk Penyedia. Swakelola bisa saja menggunakan jasa penyedia namun pelaksanaan PBJ-nya sudah mengacu ke Peraturan LKPP Nomor 12 tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah melalui penyedia.
a. Sebagai masyarakat, ketersediaan Informasi tentang Swakelola ini sangat minim, dengan mengambil penyajian informasi terkait swakelola pada LPSE (gambar 1), terlihat tidak ada informasi Spesifikasi, Kualitas dan Kuantitas barjas yang diadakan, tidak pula tercantum siapa Penyelenggara swakelolanya dan berapa efisiensi harga yang ditawarkannya terhadap Nilai Pagu.b. Pada tahun anggaran 2020, dari realisasi Belanja sebesar 390,08 T, terdapat 328,8 T diadakan melalui Penyedia dan sisanya 61,70 T dilakukan secara Swakelola dan hanya 4 T yang dilaporkan di LPSE sedangkan sisanya 57,70 T tidak jelas Informasinya, ini terjadi karena Pimpinan K/L/PD tidak mencatatkan realisasi belanja Swakelolanya di LPSE. Dalam hal ini LKPP hanya mensyaratkan kepada PA/KPA melakukan pencatatan saja namun meskipun hanya begitu tetap laporan pencatatannya tidak Transparan.
4) Terhadap Prinsip Terbuka, Bersaing dan Adil: Tidak dapat diukur mengingat 3 prinsip ini sudah pasti tidak terpenuhi karena tidak melibatkan Penyedia.5) Terhadap Prinsip Akuntabel:
a. Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan secara swakelola bertentangan dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 52 tentang perubahan Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi juncto Peraturan Pemerintah Nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko juncto Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 06 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor PUPR. Seharusnya pekerjaan Konstruksi dikerjakan oleh Badan Usaha yang memiliki Sertifikat Badan Usaha Konstruksi (SBU) karena Jasa Konstruksi merupakan pekerjaan beresiko Menengah Tinggi, dan untuk memperoleh SBU, Menteri mewajibkan pelaksanaanya memiliki Nomor Induk Berusaha dan Sertifikat Keterampilan Kerja Konstruksi. Penyelenggara Swakelola jelas tidak bisa memenuhi perizinan seperti ini dan tindakannya yang mengerjakan pekerjaan konstruksi tanpa memiliki perizinan standar jelas tidak akuntabel.b. Pemberdayaan UMK pada pasar PBJ belum maksimal sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 85 tentang perubahan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah junto Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro Kecil dan Koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga buatan Indonesia pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Paket-paket pekerjaan Swakelola rata-rata dibawah Lima Belas Milyar rupiah adalah lahan yang dapat disediakan dan sangat diminati UMK. Belanja Negara/Daerah semestinya berfungsi sebagai perangsang pasar dari produk UMK sehingga Pemberdayaannya haruslah semaksimal mungkin. Dengan memberdayakan ASN/Ormas/Pokmas melalui Swakelola maka secara otomatis akan mengucilkan partisipasi UMK pada penggunaan Dana Publik dan Pelaksanaan PBJ menjadi tidak akuntabel terhadap PPU diatas. Untuk tahun 2022 saja Pemerintah mengalokasikan 415,00 T untuk Swakelola sedangkan UMK hanya 265,19 T. Ratio Swakelola yang 1,65 kali lebih besar dari UMK, ini menandakan bahwa PBJ kita sebenarnya lebih memberdayakan ASN/ormas/pokmas ketimbang UMK, padahal PPU memerintahkan yang diberdayakan semaksimal mungkin harusnya adalah UMK.
- Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Undang-Undang nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
- Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Undang-Undang nomor 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
- Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
- Peraturan Pemerintah nomor 07 tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
- Peraturan Pemerintah nomor 05 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
- Instruksi Presiden nomor 02 tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro Kecil dan Koperasi dalam rangka menyukseskan Gerakan Nasional Bangga buatan Indonesia pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 06 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor PUPR.
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 03 tahun 2021 Tentang Pedoman Swakelola.
- Laporan Kinerja Pelaksanaan Pengadaan Barjas K/L/PD tahun 2020 yang dirilis tanggal 28 Desember 2020.
- Laporan Kinerja Pelaksanaan Pengadaan Barjas K/L/PD tahun 2022 yang dirilis tanggal 11 April 2022.
- UNCITRAL Model Law on Public Procurement of Goods, Construction and Services (2011).
- WTO Agreement on Government Procurement (GPA 2012).
- Directive 2014/24/EU of the European Parliament and of The Council of 26 February 2014 on public procurement and repealing Directive 2004/18/EC.
- Federal ministry for business and energy, the rules of procedure for the award public supply and service contracts below the EU thresholds (Unterschwellenvergabeordnung - UVgO) – Edition 2017.
- Silalahi, B., Rustam, R., Siagian, V., 2021, "Implementation Analysis of Government Procurement Policy to Increase Value for Money", SSRN Indexing., diakses pada 31 Januari 2023 melalui http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3988798.
- Ionel PREDA., 2019, "Comparative Analysis of the Characteristics of Public Procurement Systems in Germany, France and Romania. Review of International Comparative Management Volume 20.
- Virginijus Kanapinskas, Žydrūnas Plytnikas, Agnė tvaronavičienė., 2014, "in-House Procurement exception: threat for Sustainable Procedure of Public Procurement?" journal of Security and Sustainability Issues ISSN 2029-7017/ISSN 2029-7025 online 2014 Volume 4(2): 147–158 http://dx.doi.org/10.9770/jssi.2014.4.2(4).
- Penelitian ini telah meraih Best Paper pada Konferensi Munas Asosiasi Ahli Kebijakan Indonesia (AAKI) tahun 2023.
- Paper berbahasa Inggris Publikasi SSRN (Elsevier punya), dapat didownload pada https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=4371643.
04 Februari 2023
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Gelar Sidang Perdana Dugaan Persekongkolan Tender Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Tahap III.
Jakarta (16/1) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar Sidang Majelis Komisi Pemeriksaan Pendahuluan atas Perkara Nomor 17/KPPU-L/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pengadaan Pekerjaan Pelaksanaan Proyek Revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Tahap III pada hari ini, 16 Januari 2023 secara hibrida (hybrid) di Kantor KPPU Jakarta. Sidang Majelis Komisi perdana untuk perkara ini diawali dengan pembacaan dan/atau penyerahan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) oleh Investigator Penuntutan KPPU kepada para Telapor.
Perkara yang berasal dari laporan publik ini berkaitan dengan dugaan persekongkolan tender pada revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Tahap III (pekerjaan interior) yang melibatkan 3 (tiga) Terlapor. Ketiga Terlapor tersebut adalah pelaksana tender, yakni PT Jakarta Propertindo (Perseroda) (sebagai Terlapor I), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (Terlapor II), dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (Terlapor III). Terlapor II dan Terlapor III mengikuti tender sebagai suatu kerja sama operasional atau konsorsium (KSO) PP-JAKON. Pada Pemeriksaan Pendahuluan perdana atas kasus ini, semua terlapor hadir dengan diwakili oleh kuasa hukum Terlapor.
Dalam LDP, Investigator Penuntutan KPPU memaparkan kronologis perkara, yang secara ringkas digambarkan sebagai berikut:
- Pengadaan dilaksanakan oleh Tim Pengadan yang dibentuk pada tanggal 21 April 2021. Evaluasi tender dilaksanakan melalui scoring dengan penilaian atas dua jenis dokumen, yakni administrasi dan teknis, serta harga.
- Terdapat 5 (lima) peserta yang memasukkan dokumen penawaran, yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk, KSO PP–JAKON, PT Wijaya Karya Bangunan Gedung (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero), Tbk, dan PT Hutama Karya (Persero). Dari hasil evaluasi, secara berurutan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung (Persero), Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan KSO PP–JAKON menduduki peringkat 1 hingga 3 dalam tender tersebut.
- Hasil tender tersebut disampaikan kepada Direktur Sumber Daya Manusi (SDM) dan Umum pada Terlapor I. Namun pada tanggal 21 Juni 2021, yang bersangkutan tidak menyetujui hasil tender dan meminta untuk dilakukan tender ulang.
- Pada tender kedua, terdapat 4 (empat) peserta yang memasukkan dokumen penawaran, yaitu KSO PT Waskita Karya (Persero), Tbk–PT MSP, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, KSO PP–JAKON, dan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung (Persero), Tbk. Dari hasil evaluasi, KSO PP-JAKON dan PT Wijaya Karya Bangunan Gedung (Persero) Tbk menduduki peringkat pertama dan kedua dalam tender.
- Hasil tender kemudian disampaikan Direktur SDM dan Umum Terlapor I, dan pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan KSO PP–JAKON sebagai pemenang tender tersebut.
Investigator Penuntutan KPPU menilai bahwa telah terjadi upaya bersekongkol yang dilakukan oleh Terlapor I dengan cara membatalkan tender pertama pada tanggal 21 Juni 2021. Tindakan pembatalan tender dianggap sebagai tindakan memfasilitasi yang dikategorikan sebagai perbuatan bersekongkol. Pembatalan tender tanpa alasan yang jelas dan transparan pun dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang merugikan peserta tender, sehingga seluruh unsur pelanggaran terpenuhi.
Sidang berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2023 di Kantor Pusat KPPU dengan agenda penyerahan tanggapan Terlapor terhadap LDP. Untuk mengikuti persidangan lanjutan ataupun mengetahui jadwal sidang berbagai perkara di KPPU dapat diperoleh melalui tautan https://kppu.go.id/jadwal-sidang/.
POSTINGAN TERBARU
POSTINGAN POPULER
-
Hai pembaca, menindaklanjuti artikel saya sebelumnya yang berjudul SBU & SKK dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Tender Konstr...
-
Peristilahan Tender Gagal pertama sekali muncul pada Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Pres...
-
Sumber: mediaindonesia.com Besaran Biaya Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi yang dilaksanakan oleh Lembaga...
-
Masih hangat dalam pembicaraan dikalangan masyarakat konstruksi terkait keluarnya Surat Peringatan terhadap 26.629 Badan Usaha Konstruk...
-
KAJIAN DASAR Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 08 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemenuhan Sertifikat St...
-
Berikut adalah Peraturan Perundang-Undangan (PPU) yang mengatur Ketentuan tentang Pembuat Komitmen yang disusun dari hirarki tertinggi. I.PE...
-
Dalam rangka pelaksanaan UU Cipta Kerja, maka pada tanggal 31 Maret 2021, MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT mengeluarkan P...
-
Sering kita mendengar istilah Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan Sertifikat Keterampilan Kerja (SKK) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah...
-
Dalam Lampiran III Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 12 tahun 2021 ten...
-
Kembali pembaca, menindaklanjuti artikel saya sebelumnya yang berjudul SBU & SKK dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Tender...