Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU 05/99) tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah pertama kali oleh Pasal 118 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Prinsip-prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas dan proses penilaian, dan non-diskriminatif. Sejalan dengan hal tersebut, UU 05/99 juga mengatur tentang larangan persekongkolan dalam tender sebagaimana digariskan pada Pasal 22.
Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Persekongkolan dalam tender tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan- kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persekongkolan ini mencakup manipulasi lelang atau kolusi dalam tender (collusive tender) yang dapat terjadi melalui kesepakatan antar pelaku usaha, antar pemilik pekerjaan maupun antar kedua pihak tersebut. Kolusi atau persekongkolan dalam tender ini bertujuan untuk membatasi pesaing lain yang potensial untuk berusaha dalam pasar bersangkutan dengan cara menentukan pemenang tender. Persekongkolan tersebut dapat terjadi di setiap tahapan proses tender, mulai dari perencanaan dan pembuatan persyaratan oleh pelaksana atau panitia tender, penyesuaian dokumen tender antara peserta tender, hingga pengumuman tender.
Praktek persekongkolan dalam tender ini dilarang karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilaksanakannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan proses tender tersebut akan didapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik.
Pengaturan pemenang tender tersebut banyak ditemukan pada pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah (government procurement), BUMN, dan perusahaan swasta. Untuk itu Pasal 22 UU No. 5/1999 tidak hanya mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan negara (BUMN/BUMD) dan perusahaan swasta.
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung). Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk:
Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
-
Mengadakan barang dan atau jasa.
-
Membeli suatu barang dan atau jasa.
Menjual suatu barang dan atau jasa.
Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan pasal 22 UU No. 5/1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui;
-
Tender terbuka,
-
Tender terbatas,
-
Pelelangan umum, dan
Pelelangan terbatas.
Berdasarkan cakupan dasar penerapan ini, maka pemilihan langsung dan penunjukan langsung yang merupakan bagian dari proses tender/lelang juga tercakup dalam penerapan pasal 22 UU No. 5/1999.
Indikasi Persekongkolan dalam Tender
Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau menghambat persaingan usaha adalah:
-
Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya;
-
Tender bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku usaha dengan kompetensi yang sama;
Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.
Untuk mengetahui telah terjadi tidaknya suatu persekongkolan dalam tender, berikut dijelaskan berbagai indikasi persekongkolan yang sering dijumpai pada pelaksanaan tender. Perlu diperhatikan bahwa, hal- hal berikut ini merupakan indikasi persekongkolan, sedangkan bentuk atau perilaku persekongkolan maupun ada tidaknya persekongkolan tersebut harus dibuktikan melalui pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa atau Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
1. Indikasi persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain meliputi:
-
Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/lelang secara terbuka.
-
Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu.
-
Tender/lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti/melaksanakannya.
-
Ada keterkaitan antara sumber pendanaan dan asal barang/ jasa
2. Indikasi persekongkolan pada saat pembentukan Panitia, antara lain meliputi:
3. Indikasi persekongkolan pada saat prakualifikasi perusahaan atau pra lelang, antara lain meliputi:
|
4. Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender/lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain meliputi adanya persyaratan tender/ lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi. 5. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain meliputi:
|
7.Indikasi persekongkolan pada saat penentuan Harga Perkiraan Sendiri atau harga dasar lelang, antara lain meliputi:
8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara lain meliputi:
|
10. Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan pemenang tender/lelang, antara lain meliputi:
|
|
-
Surat penunjukan pemenang tender/lelang telah dikeluarkan sebelum proses sanggahan diselesaikan.
-
Penerbitan surat penunjukan pemenang tender/ lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
-
Surat penunjukan pemenang tender/lelang tidak lengkap.
-
Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal- hal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak.
-
Penandatanganan kontrak dilakukan secara tertutup.
-
Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang tidak dapat dijelaskan.
14. Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara lain meliputi:
-
Pemenang tender/lelang mensub-contractkan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender/lelang yang kalah dalam tender atau lelang tersebut;
-
Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
-
Hasil pengerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha sebagaimana telah diubah pertama kali oleh Pasal 118 Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender.