Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

28 September 2025

Hak Anda untuk Tahu

Hak Anda untuk Tahu

Oleh: Dr. Bonatua Silalahi
(Pegiat Keterbukaan Informasi Publik, pernah bersidang di Komisi Informasi beberapa tahun lalu)


Latar Belakang

Pada hari Jumat, 26 September 2025, saya kembali hadir di ruang sidang Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta. Kali ini, saya mengajukan Sengketa Informasi terkait permohonan salinan dokumen duplikat ijazah beserta informasi yang terkandung di dalamnya. Di dinding ruang sidang terpampang slogan besar: “Hak Anda untuk Tahu.”

Slogan ini sederhana, tetapi sarat makna. Ia mengingatkan kita semua bahwa keterbukaan informasi adalah hak dasar warga negara. Pengalaman saya yang pernah bersidang di tempat ini beberapa tahun lalu membuat saya semakin yakin, perjuangan memperoleh informasi publik adalah jalan panjang untuk memastikan negara bekerja transparan. Dari titik inilah kita perlu memahami lebih jauh apa yang dimaksud dengan hak, publik, dokumen, informasi, dan keterbukaan itu sendiri.


Apa yang Dimaksud Hak, Publik, Informasi, Dokumen, dan Keterbukaan Informasi?

Keterbukaan informasi tidak bisa dilepaskan dari definisi dasar konsep-konsep ini:

  1. Hak: hak memperoleh informasi dijamin sebagai hak asasi manusia, ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

  2. Publik: menunjuk kepentingan bersama seluruh warga negara, bukan kepentingan pribadi.

  3. Informasi: segala data, keterangan, atau pesan dalam bentuk tulisan, suara, atau visual.

  4. Dokumen: bentuk fisik dari informasi—arsip, ijazah, laporan, atau data elektronik—yang dikelola Badan Publik.

  5. Keterbukaan Informasi: prinsip bahwa semua informasi publik pada dasarnya terbuka, kecuali yang secara hukum dinyatakan dikecualikan.

Namun, hak atas informasi ini tidak berhenti pada level undang-undang. Ia memperoleh kekuatan tertinggi dari konstitusi negara.


Hak atas Informasi sebagai Hak Konstitusional

UUD NRI 1945 menegaskan bahwa hak memperoleh informasi adalah hak konstitusional.

  • Pasal 28F UUD 1945:

    “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Jaminan ini memberi dasar kuat bahwa negara wajib menyediakan akses informasi kepada publik. Meski begitu, UUD juga memberi batasan melalui Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, bahwa hak dan kebebasan hanya dapat dibatasi dengan undang-undang untuk melindungi kepentingan umum, keamanan, moral, dan hak orang lain.

Dengan demikian, keterbukaan informasi bukan sekadar prosedur administratif, melainkan prinsip konstitusional yang meneguhkan kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Untuk memahami lebih jauh siapa yang dimaksud “rakyat” atau “publik” dalam konteks republik, kita perlu meninjau teorinya.


Teori tentang Publik di dalam Negara Republik

Publik dalam Perspektif Konstitusional

Dalam konteks Negara Republik Indonesia, publik berarti seluruh warga negara dan penduduk yang memiliki hak dan kewajiban sebagaimana dijamin dalam UUD NRI 1945.

  • Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
    Artinya, publik adalah pemegang kedaulatan. Negara ada untuk melayani, bukan sebaliknya.

Publik sebagai Pemilik Kedaulatan

Konsep republik (res publica, dari bahasa Latin: “kepentingan umum”) menegaskan bahwa kekuasaan bukan milik raja, bangsawan, atau elite, melainkan milik rakyat sebagai publik.

Publik dalam Perspektif UU KIP dan Pelayanan Publik

  • UU KIP: Pemohon informasi adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia.

  • Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (PP 96/2012): Publik adalah masyarakat, baik perseorangan, kelompok, maupun badan hukum.

Publik sebagai Pengawas Negara

Publik tidak pasif. Ia memiliki fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan negara melalui hak politik, hak hukum, dan hak sosial.

Perspektif Filosofis

Jean-Jacques Rousseau dalam The Social Contract (1762):

“Sovereignty, being nothing but the exercise of the general will, can never be alienated, and the sovereign, which is only a collective being, can be represented only by itself.”

πŸ“Œ Artinya, dalam republik, publiklah yang memegang kedaulatan, bukan raja atau elite tertentu.


Kedudukan Dokumen Duplikat Ijazah

Ijazah adalah contoh konkret bagaimana dokumen pribadi bisa berubah status ketika masuk ke ranah publik.

  • Ijazah Asli → milik pribadi, bersifat privat, dilindungi Pasal 17 huruf h UU KIP (rahasia pribadi).

  • Duplikat Ijazah Asli → diserahkan ke Badan Publik (misalnya Komisi Pemilihan Umum), berubah status menjadi dokumen publik. Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 (PP 61/2010) menegaskan informasi pribadi dapat dibuka jika berkaitan dengan jabatan publik.

Dalam penelitian saya, fokus utamanya bukanlah subjek orangnya (pejabat yang bersangkutan), melainkan objek informasinya, yakni dokumen duplikat ijazah yang disimpan oleh Badan Publik. Penekanan ini penting agar jelas bahwa permohonan informasi tidak ada kaitannya dengan urusan personal, melainkan murni untuk kepentingan publik dan transparansi penyelenggaraan negara.

πŸ“Š Tabel Perbandingan

AspekIjazah Asli (Private)Duplikat Ijazah Asli (Publik)
KepemilikanDimiliki langsung oleh individu lulusanDiserahkan kepada Badan Publik
Sifat DokumenDokumen pribadiDokumen publik
Dasar HukumPasal 17 huruf h UU KIP (rahasia pribadi)Pasal 2 UU KIP & Pasal 8 ayat (3) PP 61/2010
Akses PublikTidak bisa diminta tanpa izin pemilikDapat diminta karena syarat jabatan publik
FungsiBukti sah pendidikan pribadiBukti sah persyaratan jabatan publik
Perlindungan DataPenuh sebagai rahasia pribadiTerbuka, dengan redaction untuk bagian sensitif

Contoh Informasi dan Dokumentasi yang Pernah Diminta

Sebagai peneliti dan pegiat keterbukaan informasi, saya telah mengajukan berbagai permintaan informasi publik. Beberapa di antaranya:

  • Duplikat ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disimpan oleh KPU, KPUD Provinsi DKI Jakarta, dan KPUD Kota Surakarta, karena dipakai sebagai syarat pencalonan jabatan publik.

  • Dokumen ijazah Gibran Rakabuming Raka (GRR) yang disimpan KPUD Kota Surakarta dan KPU, karena digunakan sebagai syarat pencalonan jabatan publik.

  • Dokumen ijazah Prof. Dr. Paiman Raharjo, M.Si, baik yang tercatat di PT. Perusahaan Gas Negara (PGN), Tbk. maupun di Universitas Padjajaran, beserta informasi akademik terkait. Permintaan ini diajukan karena dokumen tersebut digunakan untuk menduduki jabatan publik sekaligus menerima fasilitas dan kekayaan negara.

  • Dokumen arsip pendidikan pejabat publik yang seharusnya diserahkan ke Lembaga Kearsipan Daerah (LKD) yaitu Pemerintah Kota Surakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Kementerian Sekretariat Negara, tetapi dalam praktiknya sering masih tertahan di lembaga asal.

  • Dokumen penawaran dari pemenang tender pengadaan barang/jasa pemerintah, karena terkait transparansi anggaran dan akuntabilitas proses lelang.

  • Dokumen Data Profil Pengadaan Barang/Jasa di Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), karena memuat informasi strategis terkait kebijakan dan praktik PBJ yang wajib terbuka untuk publik.

  • Arsip buku, peta kuno, serta peraturan lama di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yang penting untuk penelitian sejarah, hukum, dan kebijakan publik di Indonesia.

  • Data keuangan di Kementerian Keuangan, yang menyangkut penggunaan APBN serta alokasi anggaran negara, sebagai bentuk transparansi fiskal untuk kepentingan publik.

Contoh-contoh ini menegaskan bahwa fokus penelitian saya adalah pada objek dokumen dan informasi yang sudah masuk ranah publik, bukan pada privasi pribadi subjek pejabat.


Sengketa Informasi di Komisi Informasi

Sengketa informasi terjadi ketika permohonan informasi tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. UU KIP memberi jalan penyelesaiannya di Komisi Informasi melalui mediasi atau ajudikasi non-litigasi.

Perbedaannya dengan pengadilan umum sangat jelas:

  • Pengadilan Negeri → perkara pidana & perdata.

  • Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) → sengketa keputusan tata usaha negara.

  • Komisi Informasi → khusus sengketa keterbukaan informasi publik (quasi peradilan).

Jika pihak tidak puas, putusan Komisi Informasi dapat dilanjutkan ke PTUN atau Pengadilan Negeri sesuai objeknya.


Jumlah Majelis dan Sistem Keputusan

Setiap perkara di Komisi Informasi diputus oleh Majelis Komisioner yang terdiri dari tiga orang: satu ketua majelis dan dua anggota. Komposisi ini dirancang untuk menjaga objektivitas serta memastikan keputusan diambil melalui mekanisme kolektif, bukan kehendak sepihak.

Dalam sidang, para komisioner tidak hanya bertindak sebagai hakim, tetapi juga mediator. Mereka memimpin jalannya persidangan, mendengarkan argumen para pihak, menilai bukti, dan berupaya mendorong kesepakatan damai. Jika musyawarah tidak membuahkan mufakat, maka keputusan akan ditentukan melalui pemungutan suara, dengan suara terbanyak sebagai penentu hasil.

Putusan Majelis Komisioner bersifat final dan mengikat bagi para pihak. Artinya, badan publik yang diperintahkan membuka informasi wajib melaksanakannya. Meski begitu, pihak yang tidak puas tetap memiliki ruang hukum untuk melanjutkan sengketa ke pengadilan, baik ke PTUN maupun ke Pengadilan Negeri.

Dengan mekanisme seperti ini, Komisi Informasi berfungsi sebagai penjaga pertama hak publik atas informasi—memberikan akses keadilan yang cepat, sederhana, dan murah, sekaligus memastikan hak konstitusional warga negara tetap dihormati.


Penutup

“Hak Anda untuk Tahu” bukan sekadar slogan di dinding ruang sidang, tetapi janji konstitusional negara. Publik adalah pemilik kedaulatan, dan dokumen publik—termasuk duplikat ijazah pejabat—adalah bagian dari hak rakyat untuk mengawasi negara.

Hak itu saya ibaratkan semua Manusia tercipta memiliki Otak, Anda berhak menggunakannya meskipun lebih berhak lagi untuk tidak menggunakannya. 

Setiap sengketa informasi, sekecil apa pun, adalah bagian dari perjuangan besar menuju pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

πŸ‘‰ Untuk memahami lebih jauh, saya sarankan Anda membaca langsung pengalaman aktivitas saya dalam memperjuangkan Hak untuk Tahu di blog berikut:
https://www.kebijakanpublikpengadaanbarangjasapemerintah.com/search/label/INFORMASI%20PUBLIK

POSTINGAN TERBARU

Hak Anda untuk Tahu

Hak Anda untuk Tahu Oleh: Dr. Bonatua Silalahi (Pegiat Keterbukaan Informasi Publik, pernah bersidang di Komisi Informasi beberapa tahun la...