Layanan Jasa Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

23 Desember 2020

Ketentuan Terhadap Pengembangan Kompetensi



        Terkait pengembangan Kompetensi ASN, awalnya sudah diatur khusus pada Bagian ketiga pada Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 tentang perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, namun kemudian diatur kembali melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

Berikut kutipan langsung dari Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 :

Bagian Ketiga 
Pengembangan Kompetensi
Paragraf 1 Umum
Pasal 203

(1)  Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier.

(2)  Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat:

  1. instansi; dan

  2. nasional.

(3)  Setiap PNS memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja dan penilaian kompetensi PNS yang bersangkutan.
(4)  Pengembangan kompetensi bagi setiap PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun.

(5)  Untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK wajib:

  1. menetapkan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi;

  2. melaksanakan pengembangan kompetensi; dan

  3. melaksanakan evaluasi pengembangan kompetensi.

Pasal 204

Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 menjadi dasar pengembangan karier dan menjadi salah satu dasar bagi pengangkatan Jabatan.

Paragraf 2
Kebutuhan dan Rencana Pengembangan Kompetensi

Pasal 205

(1)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf a, terdiri atas:

  1. inventarisasi jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan dari setiap PNS; dan

  2. rencana pelaksanaan pengembangan kompetensi.

(2)  Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tingkat:

  1. instansi; dan

  2. nasional.

(3)  Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang pembiayaannya tertuang dalam rencana kerja anggaran tahunan Instansi Pemerintah.

Pasal 206

  1. (1)  Untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (1), dilakukan analisis kesenjangan kompetensi dan analisis kesenjangan kinerja.

  2. (2)  Analisis kesenjangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan profil kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan yang diduduki dan yang akan diduduki.

  3. (3)  Analisis kesenjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan hasil penilaian kinerja PNS dengan target kinerja Jabatan yang diduduki.

Pasal 207

(1)  Penyusunan kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) huruf a dilakukan oleh PyB (kepanjangan dari Pejabat yang Berwenang: pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.)
(2)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK (singkatan dari Pejabat Pembina Kepegawaian : pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.).

(3)  Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. jenis kompetensi yang perlu dikembangkan;

  2. target PNS yang akan dikembangkan kompetensinya;

  3. jenis dan jalur pengembangan kompetensi;

  4. penyelenggara pengembangan kompetensi;

  5. jadwal atau waktu pelaksanaan;

  6. kesesuaian pengembangan kompetensi dengan standar kurikulum dari instansi pembina

    kompetensi; dan

  7. anggaran yang dibutuhkan.

(4) Kebutuhan dan rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan ke dalam sistem informasi pengembangan kompetensi LAN (singkatan dari Lembaga Administrasi Negara : lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN sebagaimana diatur dalam undang-undang)

.

Pasal 208

(1)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) huruf b dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran pemerintahan serta pembangunan.
(2)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompentesi Sosial Kultural.
(3)  Kompetensi Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kompetensi teknis dan kompetensi fungsional.
(4)  Penyusunan rencana pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural dilakukan oleh LAN.
(5)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi teknis dilakukan oleh instansi teknis.

(6)  Penyusunan rencana pengembangan kompetensi fungsional dilakukan oleh instansi pembina JF.

Pasal 209

(1)  Rencana pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 disampaikan kepada LAN sebagai bahan untuk menyusun rencana pengembangan kompetensi nasional.
(2)  Rencana pengembangan kompetensi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dan dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

Paragraf 3
Pelaksanaan Pengembangan Kompetensi

Pasal 210

(1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (5) huruf b harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (2).
(2)  Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk:
    • pendidikan; dan/atau
    • pelatihan.

    Pasal 211

    (1)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf a dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (2)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar.
    (3)  Pemberian tugas belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian tugas belajar diatur dengan Peraturan Presiden.

    Pasal 212

    (1)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) huruf b dilakukan melalui jalur pelatihan klasikal dan nonklasikal.
    (2)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan klasikal sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan melalui proses pembelajaran tatap muka di dalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
    (3)  Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling kurang melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang, dan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta.
    (4)  Pengembangan kompetensi melalui pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN.

    Pasal 213

    Pengembangan kompetensi dapat dilaksanakan secara:

    1. mandiri oleh internal Instansi Pemerintah yang bersangkutan;

    2. bersama dengan Instansi Pemerintah lain yang memiliki akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi tertentu; atau

    3. bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang independen.

    Pasal 214

    (1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2)  Pelatihan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (3)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara berjenjang.
    (4)  Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan oleh instansi teknis yang bersangkutan.
    (5)  Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

    (6) Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing- masing instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.

    Pasal 215

    (1)  Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2)  Pelatihan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (3)  Pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis dan jenjang JF masing-masing.
    (4)  Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh instansi pembina JF.
    (5)  Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.
    (6)  Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-masing instansi pembina JF dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.

    Pasal 216

    (1)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Sosial Kultural dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2)  Pelatihan sosial kultural dilaksanakan untuk mencapai persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (3)  Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memenuhi Kompetensi Sosial Kultural sesuai standar kompetensi Jabatan.
    (4)  Pengembangan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh LAN.
    (5)  Pelatihan Kompetensi Sosial Kultural diselenggarakan oleh lembaga pelatihan terakreditasi.

    (6) Akreditasi pelatihan sosial kultural dilaksanakan oleh LAN.

    Pasal 217

    (1)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial dilakukan melalui jalur pelatihan.
    (2)  Pelaksanaan pengembangan Kompetensi Manajerial melalui jalur pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan struktural.

    (3)  Pelatihan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

    1. kepemimpinan madya;

    2. kepemimpinan pratama;

    3. kepemimpinan administrator; dan

    4. kepemimpinan pengawas.

    (4)  Pelatihan struktural kepemimpinan madya diselenggarakan oleh LAN.
    (5)  Pelatihan struktural kepemimpinan pratama, kepemimpinan administrator, dan kepemimpinan pengawas diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah terakreditasi.
    (6)  Akreditasi pelatihan struktural kepemimpinan dilaksanakan oleh LAN.

    Pasal 218

    (1)  Dalam rangka menyamakan persepsi terhadap tujuan dan sasaran pembangunan nasional dilaksanakan pelatihan di tingkat nasional yang diikuti oleh pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama, yang dilaksanakan oleh LAN.
    (2)  Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diikuti juga oleh pejabat negara dan direksi dan komisaris badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.
    (3)  Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan instansi lain.

    Pasal 219
    LAN bertanggung jawab atas pengaturan, koordinasi, dan penyelenggaraan pengembangan kompetensi.

    Pasal 220
    Pelaksanaan pengembangan kompetensi diinformasikan melalui sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

    Paragraf 4
    Evaluasi Pengembangan Kompetensi

    Pasal 221

    (1)  Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (2)  Evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh LAN.
    (3)  Hasil evaluasi pengembangan Kompetensi Manajerial dan Kompetensi Sosial Kultural disampaikan kepada Menteri.

    Pasal 222

    (1)  Evaluasi pengembangan kompetensi teknis dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi teknis PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (2)  Evaluasi pengembangan kompetensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi teknis masing-masing.
    (3)  Hasil evaluasi pengembangan kompetensi teknis disampaikan kepada Menteri melalui LAN.

    Pasal 223

    (1)  Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional dilaksanakan untuk menilai kesesuaian antara kebutuhan kompetensi fungsional PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
    (2)  Evaluasi pengembangan kompetensi fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi pembina JF.
    (3)  Hasil evaluasi pengembangan kompetensi fungsional disampaikan kepada Menteri melalui LAN.

    Pasal 224

    Hasil evaluasi pengembangan kompetensi nasional dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.

    Pasal 225
    Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi diatur dengan Peraturan Kepala LAN.

    Kebijakan SDM-PBJ

        Reformasi dari sisi Sumber Daya Manusia (disingkat SDM) para Aparatur Sipil Negara yang mengurus pengelolaan PBJ telah dibenahi. Dalam rangka pengembangan karier dan peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas PBJ, telah ditetapkan adanya jabatan fungsional Pengelola PBJ melalui kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 77 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Pengelola PBJ dan Angka Kreditnya. Untuk meningkatkan kinerja organisasi telah pula dilakukan penyesuaian pengaturan mengenai jabatan fungsional pengelola PBJ sehingga dikeluarkanlah kebijakan terbaru yaitu Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 29 tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola PBJ (disingkat PerMPANRB 29/20). Peraturan ini sudah memuat ketentuan dibentuknya Organisasi Profesi Jabatan Fungsional PBJ yaitu IFPI (Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia) yang bertugas memeriksa dan memberikan rekomendasi atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi (pasal 54). 

        Sebelum kebijakan ini ada, keberadaan Organisasi Profesi pengawas IFPI tersebut sebenarnya sudah mulai dibuat namun mengacu kepada pasal 101 Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana terakhir kali dirubah oleh Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. 


    Berdasarkan PS 16/18, SDM Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: 

      1. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah, yaitu Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.
      2. Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau 
      3. Personel selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b. 

    SDM Pengadaan Barang/Jasa berkedudukan di UKPBJ dan atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi, Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen disingkat dengan PPK, Pejabat Pengadaan, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP atau Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP dapat berkedudukan di luar UKPBJ

    Para Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: 

    1. Pengguna Anggaran disingkat dengan PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
    2. Kuasa Pengguna Anggaran disingkat dengan KPAadalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan (APBN) atau pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah (APBD)
    3. Pejabat Pembuat Komitmen disingkat dengan PPK, adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
    4. Pejabat Pengadaanadalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
    5. Kelompok Kerja Pemilihan disingkat dengan Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
    6. Agen Pengadaanadalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.
    7. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan disingkat PjPHP/ Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan disingkat dengan PPHPadalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa (PjPHP) dan tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa (PPHP).
    8. Penyelenggara Swakelolaadalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola.
    9. Penyediaadalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak.

    Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. UKPBJ tersebut berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, UKPBJ memiliki fungsi :

    1. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa; 
    2. pengelolaan LPSE (dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah); 
    3. pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa; 
    4. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan 
    5. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah.


    Dalam rangka transformasi kemampuan dan kompetensi SDM PBJ, Presiden telah membuat ketentuan peralihan SDM sebagai berikut:
    1. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2020;

    2. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh :

      1. Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri  wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

      2. Personel lain wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

    3. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.

     


    Ketentuan terhadap POKJA


    POKJA menjadi posisi paling strategis diantara semua Pelaku PBJ, ditangan mereka semua olahan Pemilihan Penyedia terjadi. Kalo sedikit menerjemahkan maksud statement Presiden Jokowi, Proses Fundamental PBJ ada ditangan mereka. Kurang garam, keasinan, terlalu matang, gak punya sambal, Bad but it's OK, Very GooD dan lain-lain menjadi output tugas Jabatan Fungsional ini....siapapun yang meracik (PA/KPA/PPK) yang goreng tetap satu yaitu POKJA.  

    I. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH sebagaimana telah diubah oleh PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2021 sebagai berikut:

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 

    13. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh Kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia. 

    43. Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia. 


    Bagian Keempat Etika Pengadaan Barang/Jasa

    Pasal 7

    (2) Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:

      1. pengurus/manajer koperasi merangkap sebagai PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan pada pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah;
      2. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia; dan/atau 

     

    Bagian Kesatu Pelaku Pengadaan Barang/Jasa

    Pasal 8

    Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

        1. PA;
        2. KPA;
        3. PPK;
        4. Pejabat Pengadaan;
        5. Pokja Pemilihan;
        6. Agen Pengadaan;
        7. PjPHP/PPHP; (dihilangkan)
        8. Penyelenggara Swakelola; dan
        9. Penyedia. 

    Bagian Keenam Kelompok Kerja Pemilihan

    Pasal 13

    (1) Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:

    1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali e-purchasing dan pengadaan langsung;

    2. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan(dihilangkan)

    3. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan:

      1. Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan

      2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

    (2)  Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang.

    (3)  Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal.

    (4)  Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim Ahli atau tenaga ahli. 


    Pasal 30

    (4)  Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:

    1. tidak bersyarat;

    2. mudah dicairkan; dan

    3. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima. 

    Pasal 44

    (9)  Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif. 

    Pasal 45
    Jadwal pemilihan untuk setiap tahapan ditetapkan berdasarkan alokasi waktu yang cukup bagi Pokja Pemilihan dan peserta pemilihan sesuai dengan kompleksitas pekerjaan. 


    Bagian Kedua Tender/Seleksi Gagal

    Pasal 51

    (2)  Tender/Seleksi gagal dalam hal:

    1. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;

    2. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;

    3. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;

    4. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;

    5. seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN);

    6. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat;

    7. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;

    8. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau

    9. KKN melibatkan Pokja Pemilihan/PPK.

    (3)  Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan.
    (4)  Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA.
    (5)  Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:

    a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau

    b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung.  

     diubah menjadi : 

    Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA. 


    (6)  Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan:

    1. evaluasi penawaran ulang;

    2. penyampaian penawaran ulang; atau

    3. Tender/Seleksi ulang. 

    diubah menjadi : 

    Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:

    1. a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang Iulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau
    2. b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung.
    (10)  Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:
      • kebutuhan tidak dapat ditunda; dan
      • tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Selek 


    Bagian Ketiga Pengadaan Berkelanjutan

    Pasal 68 

    (3) Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:

    1. PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa;

    2. PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dan rancangan kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan

    3. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan. 


    Bagian Ketiga Sanksi

    Pasal 78

    (1)  Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam pelaksanaan pemilihan Penyedia adalah:
      1. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;

      2. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;

      3. terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; atau

      4. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. 

    diubah menjadi : 

    Dalam hal peserta pemilihan:

    a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan;

    1. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran;

    2. terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia; atau

    3. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan,

    peserta pemilihan dikenai sanksi administratif. 

    5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:

    b. ayat (1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; 

    Pasal 79

    (1)  Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.

    (2)  Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. 


    Pasal 80

    (1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa : 

    d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; 

    (4)  Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:

    1. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun;

    2. ayat (1) huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun;

    3. ayat (2) atas pelanggaran surat pesanan dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau

    4. ayat (2) atas pelanggaran kontrak pada katalog elektronik dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik selama 1 (satu) tahun. 

    (5)  Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK. 


    Pasal 82

    (1)  Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/ PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.

    (2)  Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3)  Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara 


    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 88

    Pada saat Peraturan Presiden ini berlaku:

    1. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;

    2. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

    3. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

    4. PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023. 


    Dalam rangka Pedoman/Tata Cara Pemilihan Penyedia maka Pokja Pemilihan berpedoman kepada petunjuk teknis pelaksanaan yang diatur oleh:

    a.Peraturan LKPP nomor 09 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Melalui Penyedia (disingkat Perlem 09/2018) 

    b.Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia (disingkat PM 25/20)

    c.PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2020 TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN PENGADAAN JASA KONSTRUKSIMELALUI PENYEDIA

    UP DATE:

    Ketiga peraturan diatas telah dicabut oleh PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2021 karena telah digantikan oleh Peraturan LKPP nomor 12 tahun 20218 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Melalui Penyedia (disingkat Perlem 12/21) 


    Sedangkan ketentuan SDM POKJA diatur oleh:

    1. Peraturan Pemerintah nomor 17 Tahun 2020 (disingkat PP 17/20) tentang perubahan Peraturan Pemerintah nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
    3. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2020 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA
    4. Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor  2 tahun 2017 tentang Penetapan Kelas Jabatan Bagi Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
    5. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 23 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Operasional Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah dicabut oleh Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah nomor 07 tahun 2021 tentang Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa. 


    Ketentuan terhadap PP; PjHP; PPHP; Penyelenggara Swakelola dan Penyedia

     


    Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki tugas:

    1. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
    2. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
    3. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
    4. melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
    Catt: 
    Ketentuan Lanjutan:
      1. Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020;

      2. Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh :

        1. Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

        2. Personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;

      3. Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.

    PjPHP  memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    PPHP  memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    Penyelenggara Swakelola terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas.

    1. Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya.
    2. Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran.
    3. Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola.

    Penyedia wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab atas:

    1. pelaksanaan Kontrak;
    2. kualitas barang/jasa;
    3. ketepatan perhitungan jumlah atau volume;
    4. ketepatan waktu penyerahan; dan
    5. ketepatan tempat penyerahan.

    Agen Pengadaan dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. Pelaksanaan tugas nya mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan akan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga.

    POSTINGAN POPULER