Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

23 Desember 2020

Ketentuan terhadap KPA




Berikut adalah Peraturan Perundang-Undangan (PPU) yang mengatur Ketentuan tentang Kuasa Pengguna Anggaran yang disusun dari hirarki tertinggi.


Pasal 10
  1. (4)Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara. 

Pasal 17
  1. (1)Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.

(2)Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

Pasal 18

  1. (1)Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.

  2. (2)Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang :

    1. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;

    2. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi per-syaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;

    3. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;

    4. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;

    5. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.

  3. (3)Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. 

Pasal 19
  1. (1)Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.

  2. (2)Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara berkewajiban untuk:

    1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

    2. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran;

    3. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

    4. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara;

    5. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 

Pasal 21
  1. (1)Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima.

  2. (2)Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. 

  1. (3)Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah :

    a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;

    1. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran;

    2. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

  2. (4)Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi.

  3. (5)Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.

  4. (6)Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

Pasal 54
  1. (1)Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.

  2. (2)Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya. 


Bagian Kelima Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 11

(1)PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit SKPD selaku KPA.

(2)Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan besaran anggaran kegiatan, lokasi, dan/atau rentang kendali.

(3)Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul kepala SKPD.

(4)Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban anggaran belanja;
    2. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;
    3. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
    4. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
    5. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;
    6. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya; dan
    7. melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) KPA bertanggung jawab kepada PA. 


BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 

8. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. 

9. Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah. 

10. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.

44. Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. 


BAB III PELAKU Pengadaan Barang/Jasa

Bagian Kesatu Pelaku Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 8

Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:

a. PA; 

b. KPA

c. PPK; 

d. Pejabat Pengadaan; 

e. Pokja Pemilihan; 

f. Agen Pengadaan; 

g. dihilangkan; 

h. Penyelenggara Swakelola; dan 

i. Penyedia. 

Bagian Kedua Pengguna Anggaran
Pasal 9** 
(1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan: 
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; 
b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan; 
c. menetapkan perencanaan pengadaan; 
d. menetapkan dan mengumumkan RUP; 
e. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; 
f. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal; 
f1. Menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam.
f2. Menyesuaikan prosedur/tata cara/tahapan, metode, jenis Kontrak, dan/atau bentuk Kontrak pada proses pengadaan dengan pertimbangan untuk mengisi kekosongan hukum dan/atau mengatasi stagnasi pemerintahan guna kemanfaatan dan kepentingan umum; **
g. menetapkan PPK; 
h. menetapkan Pejabat Pengadaan; 
i. dihapus; 
j. menetapkan Penyelenggara Swakelola; 
k. menetapkan tim teknis; 
l. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes; 
m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan 
n. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: 
1. Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau 
2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 
(2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan PPU. 
(3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f2 kepada KPA. **

Bagian Ketiga Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 10** 

(1) KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai pelimpahan dari PA. **

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi. 

(3) KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan: 

a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau 

b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. 

(4) KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. 

(5) KPA pada Pengadaan Barang/Jasa dapat melaksanakan tugas PPK. **

(6) KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki pengetahuan tentang pengadaan barang dan jasa serta PPK. **


Bagian Keempat Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11**
(1) PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas: 
k. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA
l. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan; 
(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi: 
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan 
b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. 
(3) Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m. 

 BAB IV PERENCANAAN PENGADAAN

Bagian Keempat Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa

Pasal 21

(1) Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan  pengadaan,  persiapan pengadaan, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia pada Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia.
(2) Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ.
(3) Kepala LKPP melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa  secara nasional dan dapat menyerahkan tugas dan kewenangan  kepada menteri/kepala lembaga.

BAB V PERSIAPAN Pengadaan Barang/Jasa

Bagian Kesatu Persiapan Swakelola

Pasal 23
(1)Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB.
(2)Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA.
(3)Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
  • Tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/KPA;
  • Tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA, serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola;
  • Tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh pimpinan Ormas pelaksana Swakelola; atau
  • Tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana Swakelola. 

BAB VI PELAKSANAAN Pengadaan Barang/Jasa MELALUI SWAKELOLA
Bagian Kesatu Pelaksanaan
Pasal 47** 
(1) Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. PA/KPA dapat menggunakan pegawai Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain dan/atau tenaga ahli; 
b. Penggunaan tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah Tim Pelaksana; dan 
c. Dalam hal dibutuhkan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dilaksanakan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. 
(2) Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 
a. PA/KPA dapat melakukan kesepakatan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana Swakelola; dan
b. PPK menandatangani Kontrak dengan ketua tim pelaksana Swakelola.
(3) Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas. 
(4) Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat. 
(5) Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia. 
(6) Untuk pelaksanaan Swakelola tipe I, tipe II dan tipe III dapat dilakukan melalui E-purchasing.
(7) Apabila dalam pelaksanaan Swakelola membutuhkan material/bahan/ alat,  maka  wajib menggunakan material/bahan/ alat yang merupakan Produk Dalam Negeri dan/ atau Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi dari basil produksi dalam negeri.
(8) Pembelian material/bahan/alat  sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan metode E-purchasing.
(9) Pembelian material/bahan/alat dengan metode E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (8), untuk Swakelola tipe III dan tipe IV dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesiapan pelaksanaan Swakelola.
(10) Pembelian material/bahan/alat  dengan metode E-purchasing pada Swakelola tipe III dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilaksanakan paling lambat 1 (satu) tahun  setelah Peraturan Presiden ini mulai berlaku.

BAB VII PELAKSANAAN Pengadaan Barang/Jasa MELALUI PENYEDIA

Bagian Kedua Tender/Seleksi Gagal

Pasal 51** 
(1) Prakualifikasi gagal dalam hal: 
a. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau 
b. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta. 
(2) Tender/Seleksi gagal dalam hal: 
a. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi;
b. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada  pemberian waktu perpanjangan;
c. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran;
d. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
e. seluruh  peserta  terindikasi korupsi,  kolusi, dan/ atau nepotisme;
f. seluruh  peserta  terindikasi  melakukan persekongkolan/persaingan usaha tidak sehat;
g. seluruh  penawaran  harga  Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS;
h. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai;
i. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme; dan/atau
j. alokasi anggaran dalam dokumen anggaran yang telah disahkan tidak tersedia dalam daftar isian pelaksanaan anggaran/ dokumen pelaksanaan anggaran tahun anggaran untuk  pengadaan yang mendahului persetujuan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga oleh Dewan Perwakilan  Rakyat atau rencana kerja dan anggaran Perangkat  Daerah oleh  dewan perwakilan rakyat daerah.
(3) Tender cepat gagal dalam hal:
a. tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang  menyampaikan  dokumen  penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan;
b. pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi;
c. ditemukan  kesalahan  dalam  Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini;
d. seluruh  peserta  terindikasi korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme;
e. seluruh peserta terindikasi melakukan persekongkolan/ persaingan usaha tidak sehat; dan/atau
f. Pokja Pemilihan/PPK terindikasi korupsi, kolusi, dan/ atau nepotisme.
(4) Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat 2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan. 
(5) Tender/Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dan huruf j dinyatakan oleh PA/KPA
(6) Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan: 
a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau 
b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan seperti proses Penunjukan Langsung.
(7) Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan: 
a. evaluasi ulang; atau 
a1. penyampaian penawaran ulang; atau
b. Tender/Seleksi ulang.
(8) Evaluasi penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.
(8a) Penyampaian  penawaran  ulang  sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a 1, dilakukan dalam hal Tender I Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d pada Tender dengan Prakualifikasi atau Seleksi Jasa Konsultansi badan usaha.
(9) Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai huruf i. 
(10) Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria: 
a. kebutuhan tidak dapat ditunda; dan 
b. tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi. 
(11) Tindak lanjut dari Tender Cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender Cepat dan melakukan Tender Cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1). 

Bagian Kedelapan Serah Terima Hasil Pekerjaan

Pasal 58 
(1) PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA
(2) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterangkan dalam berita acara. 

BAB VIII PENGADAAN KHUSUS

Pasal 62

  1. (1) Penelitian dilakukan oleh: 
    a. PA/KPA pada Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penyelenggara penelitian; dan 
    b. pelaksana penelitian. 
    (2) Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan: 
    a. menetapkan rencana strategis penelitian yang mengacu pada arah pengembangan penelitian nasional; 
    b. menetapkan program penelitian tahunan yang mengacu pada rencana strategis penelitian dan/atau untuk mendukung perumusan dan penyusunan kebijakan pembangunan nasional; dan 
    c. melakukan penjaminan mutu pelaksanaan penelitian. 
    (3) Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: 
    a. Individu/kumpulan individu meliputi Pegawai Aparatur Sipil Negara/non-Pegawai Aparatur Sipil Negara; 
    b. Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah; 
    c. Perguruan Tinggi; 
    d. Ormas; dan/atau 
    e. Badan Usaha. 
    (4) Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan. 
    (5) Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian. 
    (6) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus. 
    (7) Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian. 
    (8) Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran. 
    (9) Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian. 
    (10) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian. 
    (11) Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. 

 BAB IX USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI, DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN

Bagian Ketiga Pengadaan Berkelanjutan
Pasal 68** 
(1) Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan. 
(2) Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/atau aspek institusional. 
(2a) Aspek lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
a. meliputi pengurangan dampak negatif terhadap kesehatan, kualitas  udara,  kualitas  tanah, kualitas air, dan menggunakan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan  peraturan perundang-undangan; dan
b. dituangkan dalam spesifikasi teknis dengan menggunakan Produk Ramah Lingkungan Hidup atau kriteria teknis yang mempertimbangkan aspek lingkungan.
(2b) Aspek sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kepastian kondisi kerja yang adil, tidak mempekerjakan anak, pemberdayaan komunitas/usaha lokal, kesetaraan dan keberagaman, remunerasi/upah, serta jaminan kesehatan dan keselamatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2c) Aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penerapan/pencapaian value for money, pemberdayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi, dan pemberdayaan Produk Dalam Negeri.
(2d) Aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), etika bisnis, dan persaingan usaha yang sehat.
(2e) Pemenuhan aspek lingkungan, aspek sosial, aspek ekonomi, dan/ atau aspek institusional sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), ayat (2b}, ayat (2c}, dan ayat (2d) dituangkan dalam dokumen pengadaan.
(3) Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh: 
a. PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan Pengadaan Barang/Jasa; 
b. PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dan rancangan kontrak dalam Pengadaan Barang/Jasa; dan 
c. Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dalam menyusun Dokumen Pemilihan. 
 
BAB XI SUMBER DAYA MANUSIA DAN KELEMBAGAAN 
Bagian Kesatu Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa 

 Pasal 74A** 

(1) Sumber  daya  pengelola  fungsi  Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat ( 1) huruf a, terdiri atas:

a. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa;

b. Personel Lainnya; dan

c. Aparatur Sipil Negara selain huruf  a dan huruf b.

(2) Kementerian/Lembaga/Pemerintah  Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan.

(3) Pengelola Pengadaan Barang/ Jasa dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/ atau PPK, membantu tugas  PA/KPA dalam  perencanaan,  pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/Jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa. 

(3a) Persyaratan  Pengelola Pengadaan  Barang/Jasa memiliki kompetensi PPK diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga  dalam hal:

a. sumber daya  pengelola  fungsi  Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional  Indonesia  dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

b. sumber daya  pengelola  fungsi  Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh pegawai Lembaga lainnya yang ditetapkan oleh Kepala LKPP.

(5) Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat  (4), pengelolaan Pengadaan  Barang/Jasa dilakukan oleh  Personel  Lainnya  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

(5a) Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan dan/atau PPK, membantu  tugas PA/KPA dalam perencanaan, pengelolaan Kontrak, dan serah terima, melaksanakan persiapan pencantuman Barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya  pendukung ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.

(6) Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib rnerniliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

(7) Dalam hal Personel Lainnya belum merniliki Sertifikat Kompetensi  di bidang  Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat  Pengadaan  Barang/Jasa  tingkat dasar / level-1.

(8) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat ( l) huruf a berkedudukan di UKPBJ. 

(9) Dihapus ...

(10) Kementerian/Lembaga/Pemerintah    Daerah memprioritaskan dan mengoptimalkan penugasan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa  sebagai Pokja Pemilihan / Pejabat Pengadaan.

(11) Sumber  daya  pengelola  fungsi  Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan penghargaan dan pengakuan sebagai sumber daya  pengelola  fungsi  Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XII PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
Pasal 79
  1. (1)  Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
    (2)  Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan.
    (3)  Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan PPK. 

BAB XII PENGAWASAN, PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM
  1. Bagian Ketiga Sanksi

  2. Pasal 82

    (1) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya.* 
    (1a) Sanksi   administratif  dikenakan  kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan pada satuan  kerja/unit kerja yang bersangkutan yang tidak memenuhi target persentase anggaran untuk penggunaan Produk Dalam Negeri dan/ atau penggunaan Produk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi.
    (2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
    (2a) Pemberian  sanksi  administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)  berupa  pengurangan terhadap nilai tunjangan kinerja atau terhadap tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana diatur  dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
    (3) Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara.* 
    Bagian Keempat Daftar Hitam Nasional 
    Pasal 83* 
    (1) PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional.* 
    (2) LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional. 



Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

Pasal 5

(1)Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA berwenang:

    1. menunjuk kepala Satker yang berstatus Pegawai Negeri Sipil untuk melaksanakan kegiatan Kementerian Negara/Lembaga sebagai KPA; dan
    2. menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya.

(2)Penunjukan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersifat ex-officio.

 

(3)Pejabat Perbendaharaan Negara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi PPK dan PPSPM.

 

(4)Kewenangan PA untuk menetapkan Pejabat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilimpahkan kepada KPA.

 

(5)Setiap terjadi pergantian jabatan kepala Satker, setelah serah terima jabatan pejabat kepala Satker yang baru langsung menjabat sebagai KPA.

(6)  PA dapat menunjuk pejabat lain selain kepala Satker sebagai KPA dalam hal: 

  1. Satker dipimpin oleh pejabat yang bersifat komisioner;
  2. Satker dipimpin oleh pejabat Eselon I atau setingkat Eselon I;
  3. Satker sementara;
  4. Satker yang pimpinannya mempunyai tugas fungsional; atau
  5. Satker Lembaga Negara.
(7)Dalam hal Satker yang pimpinannya bukan Pegawai Negeri Sipil, PA dapat menunjuk pejabat lain yang berstatus Pegawai Negeri Sipil sebagai KPA.

 

(8)Dalam keadaan tertentu PA dapat menunjuk KPA yang bukan Pegawai Negeri Sipil, dengan mempertimbangkan efektivitas dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pencapaian output/kinerja yang ditetapkan dalam DIPA.

(9) Penunjukkan KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pasal 6

(1)Dalam hal terdapat keterbatasan jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Pejabat Perbendaharaan Negara, dimungkinkan perangkapan fungsi Pejabat Perbendaharaan Negara dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji (check and balance).

(2)Perangkapan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan melalui perangkapan jabatan KPA sebagai PPK atau PPSPM.

Pasal 7

(1)  KPA melaksanakan penggunaan anggaran berdasarkan DIPA Satker.
(2)  KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan pada DIPA.
(3)  Penunjukan KPA tidak terikat periode tahun anggaran.
(4) Dalam hal terdapat kekosongan jabatan kepala Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) atau pejabat lain yang ditunjuk sebagai KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6), PA segera menunjuk seorang pejabat baru sebagai pelaksana tugas KPA.
(5) Penunjukan KPA berakhir apabila tidak teralokasi anggaran untuk program yang sama pada tahun anggaran berikutnya.

(6)  KPA yang penunjukannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggungjawab untuk menyelesaikan seluruh administrasi dan pelaporan keuangan.

Pasal 8

(1)Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana Dekonsentrasi dilakukan oleh Gubernur selaku pihak yang diberikan pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kementerian Negara/Lembaga.
(2)Penunjukan KPA atas pelaksanaan dana Urusan Bersama, dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul Gubernur/Bupati/ Walikota.
(3)Penunjukan KPA atas pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atas usul Gubernur/Bupati/ Walikota.

(4)Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mendelegasikan penunjukan KPA atas pelaksanaan Urusan Bersama dan Tugas Pembantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota.


Pasal 9

(1) Dalam pelaksanaan anggaran pada Satker, KPA memiliki tugas dan wewenang:

    1. menyusun DIPA;
    2. menetapkan PPK untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Negara;
    3. menetapkan PPSPM untuk melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan SPM atas beban anggaran belanja Negara;
    4. menetapkan panitia/pejabat yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan dan pengelola anggaran/keuangan;
    5. menetapkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
    6. memberikan supervisi dan konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan dan penarikan dana;
    7. mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dan anggaran; dan
    8. menyusun laporan keuangan dan kinerja atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Untuk 1 (satu) DIPA, KPA menetapkan: 

a. 1 (satu) atau lebih PPK; dan
b. 1 (satu) PPSPM.

Pasal 10

(1)  KPA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan anggaran yang berada dalam penguasaannya kepada PA.

(2)  Pelaksanaan tanggung jawab KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:

    1. mengesahkan rencana pelaksanaan kegiatan dan rencana penarikan dana;
    2. merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
    3. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan;
    4. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA;
    5. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dan pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA serta rencana yang telah ditetapkan;
    6. merumuskan kebijakan agar pembayaran atas beban APBN sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; dan
    7. Melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan laporan keuangan.

Pasal 11

(1)  KPA menetapkan PPK dan PPSPM dengan surat keputusan.
(2)  Penetapan PPK dan PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terikat periode tahun anggaran.
(3)  Dalam hal tidak terdapat perubahan pejabat yang ditetapkan sebagai PPK dan/atau PPSPM pada saat pergantian periode tahun anggaran, penetapan PPK dan/atau PPSPM tahun yang lalu masih tetap berlaku.
(4) Dalam hal PPK atau PPSPM dipindahtugaskan/pensiun/ diberhentikan dari jabatannya/berhalangan sementara, KPA menetapkan PPK atau PPSPM pengganti dengan surat keputusan dan berlaku sejak serah terima jabatan.
(5)  Dalam hal penunjukan KPA berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), penetapan PPK dan PPSPM secara otomatis berakhir.
(6)  PPK dan PPSPM yang penunjukannya berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyelesaikan seluruh administrasi keuangan yang menjadi tanggung jawabnya pada saat menjadi PPK atau PPSPM.

(7)  KPA menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) kepada:

    1. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN beserta spesimen tanda tangan PPSPM dan cap/stempel Satker;
    2. PPSPM disertai dengan spesimen tanda tangan PPK; dan
    3. PPK.

(8)  Pada awal tahun anggaran, KPA menyampaikan pemberitahuan kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam hal tidak terdapat penggantian PPK dan/atau PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Update Terbaru 06 Feb 2021, ketentuan terhadap KPA kembali diatur pada PPU berikut :


F. KUASA PENGGUNA ANGGARAN

  1. PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit

    SKPD selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

  2. Pelimpahan kewenangan berdasarkan pertimbangan besaran anggaran

    kegiatan/sub kegiatan, lokasi, dan/atau rentang kendali.

  3. Pertimbangan besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan dilakukan oleh SKPD yang mengelola besaran anggaran Kegiatan/sub kegiatan yang

    kriterianya ditetapkan oleh kepala daerah.

  4. Pertimbangan lokasi dan/atau rentang kendali dilakukan terhadap

    SKPD yang membentuk Cabang Dinas, Unit Pelaksana Teknis Daerah, dan/atau kelurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  5. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.

  6. Pelimpahan sebagian kewenangan meliputi:

  1. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

  2. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;

  3. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan

    pembayaran;

  4. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain

    dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

  5. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;

  6. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung

    jawabnya; dan

  7. melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

  1. Dalam melaksanakan tugas KPA bertanggung jawab kepada PA.

  2. Dalam hal kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan dari

    kewenangan SKPKD, PA dapat melimpahkan kewenangannya

    memungut pajak daerah kepada KPA.

  3. Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Unit

    SKPD selaku KPA, KPA menandatangani SPM-TU dan SPM-LS.

  4. Dalam hal mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, KPA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

  5. KPA yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dapat dibantu

    oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

  6. Dalam hal terdapat unit organisasi bersifat khusus, KPA mempunyai tugas:

    1. menyusun RKA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;

    2. menyusun DPA-Unit Organisasi Bersifat Khusus;

    3. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban

      anggaran belanja dan/atau pengeluaran pembiayaan;

    4. melaksanakan anggaran pada unit organisasi bersifat khusus yang

      dipimpinnya;

    5. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan

      pembayaran;

    6. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;

  1. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

  2. menandatangani SPM;

  3. mengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggung jawab

    SKPD yang dipimpinnya;

  4. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan unit organisasi

    bersifat khusus yang dipimpinnya;

  5. mengawasi pelaksanaan anggaran pada unit organisasi bersifat

    khusus yang dipimpinnya;

  6. menetapkan PPTK dan PPK-Unit SKPD;

  7. menetapkan pejabat lainnya dalam unit organisasi bersifat khusus

    yang dipimpinnya dalam rangka pengelolaan keuangan daerah;

    dan

  8. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan.

13. Dalam hal KPA berhalangan tetap atau sementara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, PA bertugas untuk mengambil alih pelimpahan sebagian tugasnya yang telah diserahkan kepada kepala Unit SKPD selaku KPA. 


POSTINGAN TERBARU

Dugaan Korupsi Pengadaan Laptop di Kemendikbud-Ristek 2019-2023

Peningkatan Status Penyidikan Perkara Dugaan Korupsi pada Kemendikbudristek dalam Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019-2022 Pada 20 Me...