"Kalo sistim PBJ puluhan tahun terjadi pembiaran begini, bisa jadi para Pelaku yang terjerat Hukum justru adalah "KORBAN SISTEM".
"lantas dimana UPAYA PENCEGAHAN-nya
Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL Model Law on Public Procurement, WTO Agreement on Government Procurement, European Union Directive on Public Procurement) serta Pedoman Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik sehingga menarik dibaca, berguna bagi para Investor, Pengamat Pengadaan, Akademisi, Vendor/Supplier dari Luar Negeri, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan & Pemerintahan Indonesia.
"Kalo sistim PBJ puluhan tahun terjadi pembiaran begini, bisa jadi para Pelaku yang terjerat Hukum justru adalah "KORBAN SISTEM".
"lantas dimana UPAYA PENCEGAHAN-nya
Sampai detik ini saya sangat meyakini bahwa Pemerintah melalui Kementrian PUPR dan didukung LPJK tidak main-main dalam mengubah Wajah Konstruksi Indonesia yang corat marut. Salah satu gebrakan besarnya adalah merevolusi sumber awal permasalahan yaitu Proses Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi. Tidak main-main, Pemerintah mengubah 2 pasal lama dan menambah 9 Pasal baru pada Bagian Ketiga Pemilihan dan Penetapan Penyedia Jasa dengan melakukan Perubahan PP 22/20 menjadi PP 14/21. Dari 9 tambahan pasal tersebut, yang menjadi Pusat Perhatian kita adalah adanya tambahan pasal 74A yang berbunyi :
“Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden”
Pasal ini sangat-sangat menarik mengingat:
Kita berterimakasih buat Pemerintah dan DPR yang telah menggratiskan pengurusan Sertifkasi di tahun ini dengan skema pembiayaan ditanggung APBN. Tapi mohonlah diperiksa apa yang terjadi dilapangan, faktanya justru makin digratiskan justru Biaya yang dipungut Asosiasi jauh lebih tinggi dari total biaya pengurusan sertifikasi sebelum digratiskan. Kalo sudah begini mendingan gak usah ditalangin APBN, kembalikan saja ke biaya sebelumnya. Sebagai yang memahami Kebijakan Publik, harusnya LPJK selaku pembina Asosiasi menerapkan Standar Biaya yang mengikuti semangat UU Cipta Kerja....memperluas kemudahan berusaha."Perencanaan Anggaran yang perlu dipertanyakan"
Ini pangkalnya karena banyaknya Penyedia yang mampu menawar sampai dibawah 80% dari HPS. Perlu dipahami, Pengguna Anggaran dalam membuat Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP), pada umumnya di KemenPUPR memakai Indeks SNI, meskipun di Instansi lain ada juga yang memakai Analisa BOW namun Uniknya Penyedia memakai analisa pendekatan Harga Pasar. Jelas ada ketimpangan pendekatan penentuan AHSP, satu sisi perencanaan anggaran pakai ilmu Teoritis karena sifatnya meramal dan sisi lain Penyedia lebih realistis karena harga yang dipakai pada saat tender tidak jauh berbeda dengan saat berkontrak. Dipandang dari sudut Cara berpikir, Pengguna Anggaran sudah pasti lebih baik "lebih" daripada kurang atau pas-pasan, sedangkan Penyedia dalam berkompetisi pastilah makin menawar murah makin pasti dapat kerja. Memang untung bisa jadi pas-pasan,kalo mau lebih ya pintar-pintar dilapangan, yang pasti roda usaha tetap berputar...gaji karyawan, cicilan kredit dan fasilitas kredit dari Bank bisa terpakai.
"Kualitas Konstruksi Indonesia yang rendah"Terhadap trend nawar rendah-rendahan saya punya analisa sendiri, kalo kuperhatikan disetiap RDP Komisi V, pertanyaan/protes terkait hal ini hanya rame pada RDP dengan Dirjen PU untuk Pekerjaan Umum dan Dirjen SDA untuk Pekerjaan Sumber Daya Air belum lagi adanya pengakuan beberapa Anggota Dewan yang ternyata mereka sebagian adalah Kontraktor bahkan Pengurus Asosiasi. Harus diakui, sangat sulit membuat syarat kuncian pada pekerjaan Umum dan SDA, tidak seperti pekerjaan Gedung dan Mekanikal Elektrikal yang bisa membutuhkan sangat banyak Tenaga Ahli/Terampil, Peralatan Kerja, Metode Kerja yang kompleks belum lagi ragam jenis, merek dan spesifikasi material. Mayoritas pemilihan penyedia di DJBK karakteristik pekerjaannya adalah Umum dan SDA, jenis ini konstruksi ini banyak peminat karena pekerjaannya simple sehingga tidak butuh tenaga ahli berbagai disiplin ilmu, variasi peralatan sedikit, teknologinya itu-itu saja apalagi metode kerjanya. Material/bahan yang dipakaipun mayoritas bahan alam, pabrikan palingan bahan pracetak seperti Uditch yg sangat banyak produsennya. Semua kondisi tersebut menimbulkan kesusahan yang sangat besar untuk mengatur Jurus/kuncian maut pertarungan Tender pada dokumen pemilihan, akibatnya banyak Penyedia yang lolos bertarung di tahapan Evaluasi Harga.
Kalo boleh jujur, yg kerja disana emang-nya siapa? apa semuanya tenaga ahli/terampil yang ditawarkan disaat tender.....yg nggaklah. Perkiraan saya kebanyakan SKA yang dipakai adalah rental, malah pernah nemu tenaga Ahli SKA Utama namun pekerjaan Utamanya tukang gojek, belum lagi pemilik SKA/T yang pekerjaannya sebagai ASN, Pegawai Administrasi. Ada juga SKAnya sama tapi fotonya beda.....bayar ahli/terampil benaran pasti mahal, belum lg bayarin BPJS, THR dll kalo dijadikan karyawan tetap....kalo sudah begini lantas konstruksi tersebut siapa yg ngerjain yak....jangan-jangan buat campuran beton ga ngitung-ngitung porsi split, air, semen...pantesan belum seminggu jalan da langsung rusak. Guwe nemu juga nih, tenaga ahli perusahaan bahkan penangungjawab Bidang dan atau Teknik yang diajukan untuk menerbitkan SBU juga semu dalam artian hanya sebatas administrasi doang namun orangnya bekerja di perusahaan lain malahan sering saling claim empunya TA.....ada juga yang justru Orang yang bersangkutan tidak tahu menahu punya SKA/SKT dan dipakai sebagai tenaga ahli perusahaan yang bersangkutan....kalo sudah begini, saranku LPJK harus mengatur semua Bisnis pendukung yang ada di jasa konstruksi jangan sampai karena terlalu dieksploitasi cetak sertifikat sebanyak-banyaknya jadi lupa tujuan utamanya adalah KONSTRUKSI BERKUALITAS.
Menariknya dari sekian banyak kalimat dilontarakan di banyak RDP Komisi V dengan jajaran KemenPUPR, saya hanya baru mendengar satu kali saja yang keluar kata KORUPSI itupun dari satu anggota dewan, tidak pernah ada peembahasan agar DJBK transparan dengan membuka seluas-luasnya Informasi terkait proses evaluasi pemilihan pemenang. Sepertinya semangat pencegahan Korupsi belum bergaung disana meskipun UU 14/2008 adalah produk konstitusi but it's OK-lah mungkin Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI hanya bahasa kerennya kalangan Eksekutif.
Berdasarkan ulasan RDP dan pengamatan saya sangat jelas Tugas dan Tanggungjawab Pengurus LPJK 2021-2024 & Kementrian yang menangani Bidang Konstruksi (mungkin KemenPUPR, soalnya saya belum pernah dengar Kepres penetapannya) memang berat karena harus menghasilkan potret KONSTRUKSI di Indonesia yang berkualitas dan setara dengan Konstruksi minimal Negara tetangga Singapura.
"SELAMAT BEKERJA KERAS LPJK"
Presiden dan DPR RI sepakat berpandangan bahwa Keterbukaan Informasi Publik penting dalam upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi (pertimbangan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ). Atas dasar itu timbul niat saya melakukan gerakan/aksi-aksi perjuangan Hak Publik khususnya terkait PBJ.
Sebagai Aksi nyata demi pemenuhan hak konstitusional selaku bagian dari publik, salah satunya saya telah menempuh jalan persidangan Ajudikasi Non Litigasi Informasi terkait Evaluasi Tender yang diadakan di Badan Publik dalam hal ini Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Selanjutnya terkait proses sidang tersebut telah pula saya tuangkan pada artikel berikut:
1. SIDANG AJUDIKASI SENGKETA INFORMASI TERKAIT EVALUASI TENDER
2. Final Sengketa Informasi Bona Silalahi melawan atasan PPID
Sebagai proses yang memiliki awal maka pastilah memiliki ujung juga, dimana pada akhirnya Majelis Komisioner "Menolak permohonan Sengketa", meskipun pahit namun demi Hak-hak Publik maka saya tetap akan melanjutkan upaya hukum melalui PTUN dalam mencari keadilan.
Sedikit membahas alasan saya melakukan gugatan ke Pengadilan nantinya, selain karena telah diatur di BAB X tentang GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI pada UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK, saya juga menilai bahwa seharusnya Majelis Komisioner memperdalam tentang status hukum terhadap Informasi yang saya mohonkan, bukan mengkorek-korek alasan pribadi pemohon serasa ini adalah peradilan umum. Selain terbukti bahwa pemohon adalah Publik kewarganegaraan Indonesia yang memiliki hak konstitusi, pada putusan Majelis sendiri sudah menyatakan bahwa Legal Standing Pemohon terpenuhi.
Agak aneh rasanya permohonan saya ditolak dengan didasari pendapat majelis yang menyebut "pemohon tidak mengikuti proses penyelesaian sengketa informasi publik dengan sungguh-sungguh dan itikad baik". Perlu saya terangkan bahwa pada awalnya memang permohonan tersebut saya mintakan terkait tesis S-2 Kebijakan Publik yaitu untuk menguji kepatuhan Badan Publik terhadap salah satunya UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (24/04/2020). Sejak Pendaftaran Sidang Sengketa per tanggal 29 Juli 2020 faktanya persidangan perdana baru bisa dilakukan pada tanggal 17 Desember 2020...lamanya proses peradilan tersebut membuat alasan awal saya meminta informasi menjadi tidak kredibel lagi untuk dipertahankan.
Bicara Kesungguhan dan itikad baik, justru harusnya saya yang meragukan apakah persidangan ini akan berjalan dengan sungguh-sungguh dan itikad baik, karena pada Faktanya ketiga Majelis Komisioner ternyata anggota partai pendukung Gubernur DKI sekarang (termohon) malah salah satunya adalah Caleg Gagal (jejak digitalnya dimana-mana), Operasional lembaga ini juga dibiayai APBD dan Pengurusnya pun dilantik oleh Gubernur yg notabene adalah termohon pula.....hmmm mohonlah Pak Presiden dan DPR-RI terhormat agar UU 14/2008 diubah entah dengan mensyaratkan calon anggota Komisi tidak boleh anggota partai apalagi sempat Caleg atau dibukakan pintu bagi pemohon untuk memilih persidangan di Komisi Informasi Pusat....kalo sudah begini siapa sebenarnya yang tidak sungguh-sungguh dan beritikad baik?.
Harusnya majelis fokus di Pokok Perkara Informasinya, bukan ngurusin motivasi pribadi pemohon....terbukti di persidangan bahwa termohon tidak bisa membuktikan hasil Uji Konsekuensi, terbukti juga tidak ada peraturan perundang-undangan manapun menyebut kerahasian Informasi yang saya minta jangka waktunya 30 tahun.....ini namanya tindakan semena-mena penguasa tanpa berdasar hukum.
Akhir kata, mungkin upaya saya memperjuangkan Hak-hak Informasi Publik baik di Pemerintahan Provinsi maupun Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta telah kandas, namun saya yakin Lembaga Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan Kepala Negara akan memberikan keadilan bagi Hak-hak Publik.
Berikut adalah putusan Komisi Informasi provinsi DKI Jakarta.
Masih kelanjutan aksi kita di SIDANG AJUDIKASI SENGKETA INFORMASI TERKAIT EVALUASI TENDER, hari ini rencananya pembacaan hasil keputusan Majelis Komisioner, atas seizin Panitera, pembacaan akan saya tayangkan secara Live di medsos Facebook pukul 13:00 nanti (up date video pembacaan putusannya bisa dilihat disini ) dengan pertimbangan bahwa keputusan Majelis sangat ditunggu masyarakat se Indonesia karena sangat mempengaruhi Implementasi Kebijakan PBJ secara nasional sebagaimana ketentuan pasal 11 UU 14/2008 ayat 2 yg berbunyi:
"Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik"
1. Bertentangan dengan pertimbangan yang mendasari dibuatnya UU 14/2008 yaitu:
a.bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
Fakta :
Para penyedia tidak bisa mengembangkan diri dan perusahaannya akibat tidak pernah tahu Ukuran Standar Dokumen Pemenang dalam suatu kompetisi seperti apa, rasa-rasanya melihat syarat tender yg dibuat begitu mengunci tidak memungkinkan ada peserta yang lolos kecuali ada indikasi pengaturan persaingan tidak sehat. Disisi lain melalui putusan persidangan TIPIKOR, Pengadilan Negeri dan KPPU ternyata sering terungkap betapa banyaknya kecurangan-kecurangan terjadi dalam proses Evaluasi Pemilihan PBJ .
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
Fakta :
- Hampir semua Pejabat pemimpin Badan Publik ramai-ramai mengeluarkan kebijakan atas nama Uji Konsekuensi melalui PPID untuk merahasiakan informasi terkait evaluasi tender selama paling lama 30 tahun kedepan ataupun dengan mempersulit Publik dengan dalih hanya bisa dibukakan atas perintah pengadilan.
- Hak asasi rakyat dihilangkan, Indeks Demokrasi Indonesia turun Drastis, PBJ yg sangat terkait uang rakyat dan pelayanan masyarakat menjadi Informasi yg Exclusive atas dasar pertimbangan Pribadi Pejabat Publik dengan alasan tidak konstitusional.
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;
Fakta :
- Prose PBJ jauh dari kontrol masyarakat, prosedur sanggah hanya menjadi tahapan Labirin yang hanya berputar-putar di internal Badan Publik.
- Proses tender menjadi pertunjukan sulap yang berorientasi hasil akhir tanpa transparansi bagaimana hasil akhir tersebut dihasilkan. Proses Tender tidak menyentuh arti Fundamental bagaimana pemilihan Penyedia namun lebih kepada kemasan penyajian pertunjukan pemilihan PBJ.
- Proses Tender tidak mencerminkan Tindakan Pencegahan Korupsi, sistem pemilihan dibuat terbuka di bagian luar namun tertutup di bagian fundamental membuat praktek kecurangan terlindungi kerahasiaannya selama 30 tahun. Masyarakat terutama penyedia yang dikalahkan tidak bisa berperan aktif melakukan pengawasan Publik.
- Tidak adanya pengawasan Publik membuat Indeks Persepsi Korupsi 2020 turun 3 poin setelah 2 tahun berikutnya juga stagnan di angka 40, bahkan menurut komisioner KPK, kasus yang ditangani lembaganya 100% terkait dengan PBJ.
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;
Fakta :
Ketertutupan informasi terkait evaluasi tender membuat Pengusaha yang seharusnya bisa memakai informasi tersebut untuk mengembangkan Kompetensi SDM dan perusahaanya dalam penguasaan E-Tender, Kompetensi Teknis dsbg menjadi tidak diperlukan kembali. Ketertutupan Evaluasi berujung ke Transaksional yang pada akhirnya kembali ke praktek lama yaitu Lobisa (lobi sana lobi sini)
2. Bertentangan dengan PP 61/2010
Pasal 6 : Jangka Waktu Pengecualian Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Fakta :
bahwa dari 50-an jenis informasi yang terkandung pada Proses Tender, hampir 70%-nya dinyatakan telah terbuka oleh LPJK, LPSE, OJK dll.
bahwa 99% informasi yang terkandung pada Proses Tender adalah tergolong klasifikasi informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat (pasal 6 ayat 3 huruf b UU 14/2008)"
bahwa Jangka Waktu Pengecualian (Kerahasiaan) informasi terkait evaluasi tender hanya bisa ditentukan dengan peraturan perundang-undangan
bahwa peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Badan Publik tidak mengacu ke ketentuan Pasal 6 pada PP 61/2010, dengan memaksakan Uji Konsekuensi sebagai Dasar Jangka Waktu Pengecualian dan menyetarakan Hasil Uji Konsekuensi tersebut sebagai Peraturan PerUndang-Undangan
3. Bertentangan dengan PS 16/2018
Prinsip PBJ diantaranya adalah terbuka dan transparan
Fakta :
- bahwa materi keterbukaan dan transparansi informasi tersebut lebih lanjut telah dituangkan dalam peraturan pelaksanaannya.
- bahwa Peraturan pelaksanaanya adalah PerLKPP 09/2018 dan PM 14/2020.
- bahwa pada masing-masing pedoman terdapat bagian Instruksi Kepada Peserta (IKP).
- bahwa pada IKP sudah diatur ketentuan Jangka Waktu Pengecualian (kerahasiaan) yang dimaksud pada pasal 6 PP 61/2010 adalah "sampai hasil evaluasi diumumkan".
- bahwa setelah hasil evaluasi diumumkan maka Informasi tersebut serta merta telah menjadi milik publik sebagaimana yang diatur pada pasal 11 PP 61/2010
- Tindakan Badan Publik yang menahan informasi sampai paling lama 30 tahun kemudian adalah bertentangan dengan Keterbukaan dan Transparansi sebagaimana yang dimaksud PS 16/2018.
4. Memberi ketidakpastian hukum terhadap pelaksanaan PS 16/18.
Fakta :
- bahwa ketentuan PBJ banyak bersinggungan dengan PUU lain seperti UU UMKM, UU Kerahasiaan Dagang, UU Perseroan terbatas, UU BUMN, UU Cipta Kerja, UU Dokumen Perusahaan, UU Pelayanan Publik, UU Informasi Publik, UU Administrasi Negara, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara dan lainnya.
- bahwa PS 16/2018 bersifat lex specialist yang telah mengatur materi tersendiri tentang PBJ yang tidak bertentangan dengan PUU yang lebih tinggi.
- bahwa salah satu materi yang diatur adalah materi Informasi terkait Evaluasi tender yang pengaturannya tidak bertentangan dengan ketentuan UU 14/2008 dan PP 61/2010
- Badan Publik ternyata menafsirkan kembali ketentuan Informasi terkait evaluasi tender dengan membuat ketentuan yang bertentangan dengan PS 16/2018 yaitu membuat Jangka Waktu Kerahasiaan Informasi terkait Evaluasi Tender menjadi 30 tahun sejak hasil evaluasinya diumumkan dimana seharusnya kerahasiaannya telah berakhir serta merta setelah hasil diumumkan.
- Tindakan diatas memberi ketidakpastian hukum terhadap pelaksanaan PS 16/2018 dan dapat ditiru untuk penafsiran materi lainnya meskipun sudah diatur oleh peraturan presiden ini.
Dapat disimpulkan Faktor Kuncinya ada di Pejabat Badan Publik. Para pelaku PBJ terutama Pokja, PPK, KPA, PA bukanlah Pejabat yang berhak mengelola informasi terkait evaluasi Tender. Adanya kebijakan Badan Publik melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang dengan gampangnya menutup akses publik tersebut adalah penghilangan Hak Asasi Manusia. Semoga para Majelis sependapat dengan saya, jikapun nantinya berbeda maka aksi ini barulah sebagai langkah awal perjuangan Hak-Hak publik khususnya dalam PBJ.
Salam Kebijakan Publik PBJ
Setelah membahas ketentuan tentang petunjuk pelaksanaan Sertifikasi Badan Usaha, kurang seru dan lengkap rasanya kalo kita tidak bahas ketentuan untuk Sertifikasi Kompetensi Kerja, sekalian menjawab permintaan teman-teman....berikut saya sertakan SE 05.2_SE_KD_2021_Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi Pada Masa Transisi (bawah).
Kali ini saya benar-benar angkat jempol, salut bagaimana Menteri PUPR, Bpk. Dr. Ir. M. Basoeki Hadimoeljono, M. Sc, ; Dirjen Bina Konstruksi Bpk. Ir. Trisasongko Widianto, Dipl.HE dan Ketua LPJK periode 2021-2024 Bpk. Ir. Taufik Widjoyono, M.Si berjuang membantu masyarakat konstruksi ditengah pandemi Covid-19. Bukan hanya biaya pengurusan SBU saja yang ditanggung...mengurus SKK juga ditanggung negara melalui skema APBN. Kita sama-sama tahu memperjuangkan anggaran keperluan seperti ini bukanlah urusan gampang.
Pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi yang dilaksanakan oleh Tim Penyelenggara Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi dibiayai oleh APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Yang tidak kalah menarik lagi, Permohonan baru Sertifikasi Kompetensi Kerja Konstruksi untuk kualifikasi terampil dapat langsung disampaikan kepada Tim Penyelenggara Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi secara individual maupun melalui Badan Usaha. Dalam hal permohonan perpanjangan dan perubahan data untuk kualifikasi terampil, dapat dilakukan secara individual atau melalui Badan Usaha atau melalui Asosiasi Profesi.....artinya mari semua Pekerja Konstruksi berbondong bondong mendaftar selagi gratis .......
Oiya...jangan lupa teman-teman, sama seperti SBU Kelistrikan.....SKK kelistrikan juga sudah tidak domainnya LPJK lagi iya....saya rasa lengkap sudah, jeritan kita pada artikel Masukan dan Aspirasi Draft Peraturan Pemerintah terkait Jasa Konstruksi telah terselesaikan.