Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL Model Law on Public Procurement, WTO Agreement on Government Procurement, European Union Directive on Public Procurement) serta Pedoman Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik sehingga menarik dibaca, berguna bagi para Investor, Pengamat Pengadaan, Akademisi, Vendor/Supplier dari Luar Negeri, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan & Pemerintahan Indonesia.
Layanan Jasa Konsultasi.
Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Peraturan Direksi dan Dokumen Tender). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com
Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak baik yang menyediakan Barang; Pekerjaan Konstruksi; Jasa Konsultansi; maupun Jasa Lainnya.
Penyedia memiliki kedudukan setara dengan Pelaku PBJ lainnya yaitu PA; KPA; PPK; Pejabat Pengadaan; Pokja Pemilihan; Agen Pengadaan; dan Penyelenggara Swakelola sebagaimana yang dimaksud dengan ayat 8 PS 12/21. Bahkan Jumlahnya berdasarkan keterangan LKPP per September 2021 tercatat 429.868 Penyedia (Badan Usaha & perorangan) yang sangat jauh melebihi jumlah PPK (28.350 Orang), Pokja (16.798 Orang), Pejabat Pengadaan (12.796 Orang) dan 7.772 Orang Penyelenggara Swakelola. Berdasarkan laporan RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
TAHUN 2020 - 2024, jumlah Pelaku Usaha tersebuta adalah:
Usaha Besar, merupakan usaha yang memiliki aset lebih besar dari Rp. 10miliar Rupiah dan omset diatas Rp. 50 miliar (pada tahun 2018 berjumlah
5.550 Unit)
Usaha Menengah, merupakan usaha yang memiliki aset lebih besar dari
Rp. 500 juta hingga Rp. 10 miliar dan omset diatas Rp. 2,5 miliar hingga Rp.
5 miliar (pada tahun 2018 berjumlah 60.702 Unit)
Usaha Kecil , merupakan usaha yang memiliki aset lebih besar dari Rp. 50
juta hingga Rp. 500 juta dan omset diatas Rp. 300 juta hingga Rp. 2,5 miliar
(pada tahun 2018 berjumlah 783.132 Unit)
Usaha Mikro, merupakan usaha yang memiliki aset maksimum Rp. 50 juta
dan omset maksimum sebesar Rp. 300 juta (pada tahun 2018 berjumlah
63.5 juta Unit)
Koperasi Aktif (pada tahun 2019 sebanyak 123.048 unit)
Namun menurut saya Perananan Penyedia justru yang paling sentral, penting dan strategis mengingat:
Tanpa diragukan lagi, Presiden beserta DPR menjamin Penyedia diberikan kemudahan melalui UU Cipta Kerja. Dengan jumlah yang sangat banyak dan tersebar di Indonesia maka secara politik seharusnya layak diperhatikan.
Secara Regulasi, terdapatnya 109 kata yang menyebut "Penyedia" pada PS 12/21 yang jumlahanya jauh melebihi jumlah penyebutan kata pelaku PBJ lainnya, terdapat 8 aturan turunan PS 12/21 yang mengatur khusus Penyedia jauh melebihi aturan turunan yang mengatur Pelaku PBJ lainnya, terdapat 4 UU yang mengatur kelembagaan Penyedia yaitu UU no. 8/1997 tentang Dokumen Perusahaan; UU 19/2003 tentang BUMN ; UU no. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU no.20/2008 tentang Usaha Mikro, KecilL, dan Menengah.
Satu-satunya Pelaku PBJ yang membayar Pajak ke Negara: PPN, PPh final, PPh tenaga kerja dll. Kontribusinya nyata dan langsung pada pembangunan.
Semua orang/oknum memiliki cita-cita menjadi Penyedia, termasuk Oknum (PA, KPA, PPK, POKJA, Pengawas, APIP/APID, Pejabat, DPR/DPRD, APH, BPKP, BPK, APH, LSM, Tim Sukses) karena menjadi Penyedia tidak harus punya Badan Usaha alias bisa pinjam bendera, broker fee ataupun barter.
Meskipun penting namun pada prakteknya Penyedia sering mengalami perlakuan tidak sepantasnya diantaranya dimulai dari tidak transparannya informasi paket-paket PBJ yang akan ditenderkan baik melalui skema APBN/APBN-P dan APBD/APBD-P; diperlakukan tidak adil dan dihalangi bersaing sehat dalam proses Pemilihan Penyedia; dipersulitnya persetujuan material, pembuatan progres, penagihan dan pengurusan BAST; Kerja tak dibayar; diperas Preman dijalanan, bayarin proposal para Ormas, difoto-foto oknum LSM & Media dan dipanggil oknum APH; wajib setor ke oknum Kepala Daerah/DPR/Pejabat bahkan isu terkini sulitnya Pengurusan Perizinan. Paling menyakitkan, Penyedia paling sering dibully terkait Moral Hazards dan Penghuni Neraka....mirip pameo "apapun makanannya, tetap teh botol minumannya", siapapun oknumnya tetap ada disitu Penyedia sebagai partner in-crime, soalnya tanpa penyedia pembayaran tak akan bisa cair 😁 .
Sudah saatnya kita Penyedia bersatu, memperbaiki nasib sendiri, berdiskusi tentang Kebijakan PBJ yang melibatkan Penyedia, saling membantu satu sama lain, bersama memperjuangkan kepentingan & turut membantu Pemerintah mewujudkan kemudahan berusaha.. Secara Politik, Penyedia adalah yang paling berhak mengatur Kebijakan Publik Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintahan karena sejatinya tujuan akhir dari Penyelenggaraan PBJ adalah demi kemakmuran para pelaku usaha.
JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menghadirkan kemudahan bagi masyarakat dengan meluncurkan aplikasi pengaduan terkait pengadaan barang dan jasa Pemerintah, pada Rabu (2/2/2022) di Kantor Ombudsman RI, Jalan HR Rasuna Said Jakarta Selatan. Dengan diluncurkannya sistem ini, Ombudsman RI berharap untuk dapat lebih hadir di tengah masyarakat dan mempermudah proses pengaduan.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam sambutannya memaparkan, pada tahun 2021 jumlah pengaduan yang diterima Ombudsman terkait pengadaan barang dan jasa sebanyak 118 laporan baik di pusat maupun perwakilan. Dari 118 laporan dimaksud, sebanyak 53 ditindaklanjuti dalam proses pemeriksaan. Sebagian besar melaporkan mengenai tidak diberikan layanan saat menyampaikan keberatan, baik oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun Inspektorat, sebanyak 21 laporan.
"Kewenangan yang dimiliki Ombudsman harus difungsikan dan dilaksanakan dengan baik dalam Pengadaan Barang dan Jasa mengingat nilai APBN yang terserap pada kegiatan ini cukup besar. Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah kerap kali dijadikan momentum untuk mendapatkan keuntungan dengan menyalahgunakan wewenang atas tugas atau jabatan yang berujung pada korupsi," tegas Yeka.
Ia menambahkan, mengingat pentingnya peran Ombudsman dalam rangka menciptakan iklim pegelolaan keuangan negara yang sehat maka diperlukan aplikasi pengaduan atas permasalahan yang timbul pada Pengadaan Barang dan Jasa. "Dengan diluncurkannya aplikasi ini, diharapkan dapat mempercepat laporan atas maladministrasi pada pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Ombudsman serius menangani laporan barang dan jasa ini karena potensi kebocoran uang negara ada banyak di sini. Sehingga ke depan keuangan negara dapat lebih hemat," ujar Yeka.
Kepala Keasistenan Utama Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI, Patnuaji Agus Indrarto dalam pemaparannya menyampaikan aplikasi pengaduan pengadaan barang dan jasa ini mengusung konsep borderless yaitu dapat diakses kapan saja dan dimana saja yaitu melalui Website Resmi Ombudsman RI submenu Pengaduan, dan melalui aplikasi Radius pada submenu Ombudsman RI sebagai pilot project kolaborasi Ombudsman RI dengan aplikasi non-komersial. "Sistem Pengaduan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ini akan memudahkan pelapor melalui metode sistem formulir langkah-perlangkah (Wizard Form) yang telah didesain untuk meningkatkan daya komunikasi, kelengkapan data, dan kesesuaian penyampaian aduan," terang Patnuaji.
Setiap aduan yang masih membutuhkan unggahan persyaratan lain seperti data tambahan formiil maupun materiil dapat dikomunikasikan secara sistem melalui email kepada pelapor. "Sehingga diharapkan akan memudahkan proses komunikasi dan pengarsipan dari setiap materi unggahan pelengkap aduan yang disampaikan," tutup Patnuaji.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Abdullah Azwar Anas dalam kesempatan yang sama menyampaikan apresiasi atas diluncurkan aplikasi pengaduan pengadaan barang dan jasa oleh Ombudsman RI.
Anas memaparkan orientasi LKPP adalah memudahkan stakeholder dalam menjalankan atau mengakses belanja pemerintah, terutama memprioritaskan produk dalam negeri dan UMKM-koperasi melalui program E-Katalog dan Toko Daring. "Maret ini 200.000 produk harus naik ke E-Katalog. Toko Daring LKPP bekerja sama dengan 23 market place untuk mendorong pertumbuhan produk dalam negeri dan UMKM," jelasnya.
Selain itu Anas menambahkan, LKPP juga melakukan pengurangan mata rantai proses pengadaan yang panjang. "Kami memotong banyak mata rantai yang panjang. Belum lama ini LKPP bersama Kemendagri bersama KPK melakukan sosialisasi dengan para gubernur, bupati dan walikota. Kita potong mata rantai, dari OSS langsung ke E-Katalog. Sehingga target kami, produk lebih banyak dan mata rantai tahapan dikurangi agar lebih efisien," tutupnya.
Acara peluncuran aplikasi pengaduan pengadaan barang dan jasa ini juga diisi dengan Diskusi Publik bertema "Pencegahan Maladministrasi dalam Pelayanan Publik Pengadaan Barang dan Jasa" dengan narasumber Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta, Tenaga Ahli Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) KPK Fridolin Berek, Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan Kementerian Keuangan Edy Gunawan dan dimoderatori oleh Ahli Pengadaan, Khalid Mustafa. (*)
Narahubung :
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika
Catt :
Aplikasi Aduan masih belum tersedia di Google Playstore, saat ini aduan baru bisa dilakukan via website pada https://ombudsman.go.id/pengaduan . Selamat mencoba.
Jakarta, 26 Januari 2022. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga orang tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011 s.d 2016.
Ketiga tersangka tersebut yaitu TSS selaku Bupati Buru Selatan periode 2011 s.d 2016 dan 2016 s.d 2021, serta JRK dan IK selaku pihak swasta.
Perkara ini bermula dari Tersangka TSS yang merekomendasikan dan menentukan sepihak rekanan yang dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan. TSS diduga meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7% s.d 10% dari nilai kontrak atau sekitar sejumlah Rp10 Miliar.
TSS juga diduga membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal-usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor tersebut.
Atas perbuatannya, Tersangka IK sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Tersangka TSS dan JRK sebagai Penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para Tersangka untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 26 Januari s.d 14 Februari 2022. Tersangka TSS ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur dan JRK di Rutan Polres Jakarta Pusat.
KPK prihatin atas praktik gratifikasi yang melibatkan Bupati sebagai seorang pejabat publik, yang sudah semestinya memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena gaji dan fasilitas yang diperoleh dari jabatannya tersebut adalah dari uang rakyat.
KPK selain fokus menangani tindak pidana korupsinya, juga akan mengungkap tindak pidana pencucian uangnya. Sehingga penegakkan hukum dalam pemberantasan korupsi bisa lebih optimal dalam memulihkan kerugian keuangan Negara yang telah timbul akibat kejahatan tersebut.
KPK terus mengingatkan seluruh pihak, termasuk pelaku usaha, untuk memiliki kesadaran dan komitmen bersama dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya menerapkan praktik bisnis secara jujur dan berintegitas.
Kembali pembaca, menindaklanjuti artikel saya sebelumnya yang berjudul SBU & SKK dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Tender Konstruksi), setelah menjelaskan Ketentuan perizinan Sertifikat Badan Usaha, maka kali ini coba saya jabarkan Ketentuan perizinan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK). Sebagaimana diterangkan pada artikel sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa SKK diwajibkan dimiliki oleh Penangung Jawab Teknik Badan Usaha (PJTBU) dan Penanggung Jawab Subklasifikasi Badan Usaha (PJSKBU).Tidak seperti SBU yang sangat banyak Pasal ketentuannya di PP 05/20, untuk SKK hanya diterangkan pada 3 pasal saja yaitu dengan kutipan asli sebagai berikut:
Pasal 101
(1) SKK konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf b wajib dimiliki tenaga kerja konstruksi. (2) SKK konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan melalui uji kompetensi sesuai dengan standar kompetensi kerja. (3) Pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi bidang konstruksi. (4) Sertifikasi SKK konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum melalui sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi. (5) SKK konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang serta dapat dilakukan perubahan. (6) SKK konstruksi yang akan diperpanjang wajib diajukan sebelum habis masa berlakunya.
Pasal 102
(1) Pengajuan sertifikasi SBU konstruksi dan SKK konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dilaksanakan melalui Lembaga OSS.
(2) Pengajuan sertifikasi SKK konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kualifikasi KKNI jenjang 1(satu) sampai dengan4 (empat) dapat dilakukan melaluiasosiasi profesi terakreditasi atau lembaga pendidikan pelatihan kerja.
(3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis layanan:
permohonan baru;
perpanjangan; atau
perubahan.
Pasal 103
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
permohonan;
pembayaran biaya;
verifikasi dan validasi; dan
persetujuan/penolakan permohonan SBU konstruksi.
(2) BUJK mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a melalui Lembaga OSS dengan dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan.
(4) Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) Hari setelah terbitnya surat tagihan.
(5) Pelaksanaan verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan setelah dokumen dinyatakan lengkap dan BUJK melakukan pembayaran biaya.
(6) Apabila permohonan disetujui, paling lambat 15 (lima belas) Hari sejak pembayaran diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan SBU konstruksi, dan dicatat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum melalui sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi.
(7) Apabila permohonan tidak disetujui, BUJK tidak dapat menuntut ganti rugi kepada LSBU.
Dari pasal-pasal diatas menurut saya terdapat ketidakjelasan ketentuan pada pasal 103, misalnya:
1. apakah ayat (1) diterapkan juga pada tahapan pengurusan SKK mengingat huruf d pada ayat tersebut hanya menyebutkan SBU
2. Pengurusan SKK apakah harus diajukan hanya oleh BUJK ? dan
3. Ayat (2) s/d ayat (7) sepertinya bukan untuk SKK namun lebih cocok mengatur ketentuan tentang SBU, lantas untuk SKK bagaimana?
(1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d, harus
mempekerjakan Tenaga Kerja Konstruksi yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(2) Tenaga Kerja Konstruksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas Kualifikasi jabatan:
operator;
teknisi atau analis; dan
ahli.
Pasal 28C
(1) Penetapan Klasifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
berdasarkan bidang keilmuan yang terkait Jasa Konstruksi.
(2) Klasifikasi Tenaga Kerja Konstruksi pada Kualifikasi jabatan operator, teknisi atau analis, dan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) meliputi:
arsitektur;
sipil;
mekanikal;
tata lingkungan;
arsitektur lanskap, iluminasi, dan desain interior;
Sebagai penambah pengetahuan, terkait ketentuan terkait SKK, kebijakannya telah beberapa kali dirubah dimana saat ini yang dipakai adalah SE 21/21. Sebelumnya dipakai Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
30/SE/M/2020 Tentang Transisi Layanan Sertifikasi Badan Usaha
dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi sebagaimana telah
diubah dengan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 02/SE/M/2021 tentang Perubahan Atas
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor30/SE/M/2020 Tentang Transisi Layanan Sertifikasi Badan Usahadan Sertifikasi Kompetensi Kerja Jasa Konstruksi (SE 30/20'). Hal ini terjadi karena terdapatnya Masa transisi yang berlangsung sejak pelantikan pengurus Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi periode 2021-2024 sampai ditetapkannya pedoman pemberian lisensi Lembaga Sertifikasi Badan Usaha
(LSBU), rekomendasi lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), serta
dilakukannya registrasi LSBU dan LSP yang sudah mendapatkan lisensi pada 06 Desember 2021. Pada masa kepengurusan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi periode 2017-2020 yang dipakai adalah Peraturan LPJK nomor 5 tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Ahli (PLPJK 05/17) dan Peraturan LPJK nomor 6 tahun 2017 tentang Sertifikasi dan Registrasi Tenaga Terampil (PLPJK 06/17).
Up date 02 Februari 2022:
Telah keluar KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI NOMOR 12.1 /KPTS/Dk/2022 TENTANG PENETAPAN JABATAN KERJA DAN KONVERSI JABATAN KERJA EKSISTING SERTA JENJANG KUALIFIKASI BIDANG JASA KONSTRUKSI yang mengatur :
Penambahan Subklasifikasi (Jabatan Kerja) Baru selain yang diatur pada PLPJK 05/17 dan PLPJK 06/17.
Konversi Kualifikasi, Klasifikasi/Sub Klasifikasi dan Kodefikasi dari ketentuan lama pada PLPJK 05/17 dan PLPJK 06/17.
Kalau sekedar ingin melihat alur pembuatan SBU/SKK, teman-teman tidak usah pusing nyari SE 21/21, cukup diklik disini , namun jika ingin tahu lebih lanjut bisa dibaca pada https://lpjk.pu.go.id/ .
Tarif resmi pengurusan SKK dari pemerintah bisa diklik disini.
Hai pembaca, menindaklanjuti artikel saya sebelumnya yang berjudul SBU & SKK dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Tender Konstruksi), maka kali ini coba saya sajikan lagi ketentuan lanjut khusus tentang Sertifikat Badan Usaha atau yang lazim disebut SBU. Kebijakan lebih lanjut mengenai Perizinan Berusaha berbasis risiko dalam hal ini SBU sudah sangat cukup jelas diatur pada PP 05/20 dengan kutipan asli sebagai berikut:
Bagian Kesembilan
Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Paragraf 1
Perizinan Berusaha
Pasal 80
(1) Perizinan Berusaha pada sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat terdiri atas subsektor:
jasa konstruksi;
sumber daya air; dan
bina marga.
(2) Perizinan Berusaha pada subsektor jasa konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang
ditetapkan berdasarkan hasil analisis tingkat Risiko
kegiatan usaha terdiri atas:
jasa konsultansi konstruksi;
pekerjaan konstruksi; dan
pekerjaan konstruksi terintegrasi.
(3) Perizinan Berusaha pada subsektor sumber daya air
sebagaimana pada ayat (1) huruf b dan subsektor bina
marga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
tidak memiliki Perizinan Berusaha yang ditetapkan
berdasarkan hasil analisis tingkat Risiko.
Pasal 81
(1) Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha pada subsektor jasa konstruksi terdiri atas:
a. Sertifikat Badan Usaha (SBU) konstruksi; b. Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) konstruksi; c. registrasi kantor perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA); d. lisensi lembaga sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK); dan e. lisensi lembaga sertifikasi profesi jasa konstruksi.
Pasal 82
(1) Kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan, parameter Risiko, tingkat Risiko, Perizinan
Berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan
kewenangan Perizinan Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 dan Perizinan Berusaha
Untuk Menunjang Kegiatan Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81 tercantum dalam Lampiran
I.
(2) Persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha
pada sektor pekerjaan umum dan perumahan rakyat
yang ditetapkan berdasarkan hasil analisis Risiko
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
80 dan Perizinan Berusaha Untuk Menunjang
Kegiatan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
81 tercantum dalam Lampiran II.
Paragraf 2
Norma dan Kriteria Subsektor Jasa Konstruksi
Pasal 83
(1) Kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf
a dan kegiatan usaha pekerjaan konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf
b tidak dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan
usaha lain.
(2) Kegiatan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf
c dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan usaha
pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 80 ayat (2) huruf b.
Pasal 84
(1) Kualifikasi badan usaha subsektor jasa konstruksi untuk jasa konsultansi konstruksi dan pekerjaan
konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80
ayat (2) huruf a dan huruf b meliputi kualifikasi:
kecil;
menengah; dan
besar.
(2) Kualifikasi badan usaha subsektor jasa konstruksi untuk usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf
c hanya meliputi kualifikasi besar.
(3) Badan usaha jasa konsultansi konstruksi dan
pekerjaan konstruksi kualifikasi menengah dan besar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf c dan pekerjaan konstruksi terintegrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbadan
hukum Indonesia.
(4) Kantor perwakilan BUJKA harus berbadan hukum di
negara asal.
(5) BUJKA dan BUJK Penanaman Modal Asing harus
memenuhi persyaratan kualifikasi besar.
(6) Kualifikasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dengan sifat usaha umum dan
spesialis dikelompokan ke dalam klasifikasi.
(7) Klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri
atas subklasifikasi.
(8) Pimpinan tertinggi kantor perwakilan BUJKA dijabat
oleh warga negara Indonesia, sebagai penanggung
jawab teknis.
(9) Pimpinan tertinggi kantor perwakilan BUJKA
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yang
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan konstruksi
guna proses alih teknologi dapat dijabat warga negara
asing.
Pasal 85
(1) Penetapan kualifikasi badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan berdasarkan penilaian kelayakan terhadap
dokumen:
penjualan tahunan;
kemampuan keuangan;
ketersediaan tenaga kerja konstruksi; dan
kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi.
(2) Penetapan kualifikasi badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap subklasifikasi yang diusulkan.
(3) Penetapan kualifikasi badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk kegiatan
usaha jasa konsultansi konstruksi bersifat spesialis
dan pekerjaan konstruksi bersifat spesialis.
(4) Dalam hal BUJK memiliki beberapa subklasifikasi,
penyebutan entitas BUJK mengacu pada kualifikasi
tertinggi pada subklasifikasi yang dimiliki.
Pasal 86
(1) Penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a dibuktikan dengan rekaman
kontrak kerja konstruksi yang disahkan oleh pemilik
pekerjaan dan telah tercatat sebagai pengalaman
badan usaha.
(2) Nilai penjualan tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada perolehan pekerjaan dalam
masa berlakunya SBU konstruksi.
(3) Dalam hal kontrak kerja konstruksi terdapat bentuk
kerja sama operasional dan/atau kontrak dengan
subpenyedia jasa, laporan penjualan tahunan
dipisahkan sesuai dengan porsinya.
(4) Dalam hal penjualan tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sudah digunakan pada subklasifikasi
tertentu, penjualan tahunan tidak dapat digunakan
untuk permohonan kualifikasi dan subklasifikasi yang
berbeda.
(5) Dalam hal BUJK mengajukan perubahan untuk
peningkatan kualifikasi, penilaian terhadap penjualan
tahunan dilakukan terhadap akumulasi penjualan
tahunan sejenis.
Pasal 87
(1) Kemampuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 85 ayat (1) huruf b diperoleh dari nilai total
ekuitas pada:
neraca keuangan BUJK, untuk BUJK kualifikasi kecil; dan
neraca keuangan BUJK hasil audit kantor akuntan publik yang teregistrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
untuk BUJK kualifikasi menengah dan besar.
(2) Dalam hal total ekuitas dinyatakan dalam mata uang
asing, total ekuitas harus dikonversi ke dalam mata
uang rupiah menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada saat pengajuan penetapan
kualifikasi.
Pasal 88
(1) Ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c harus
memenuhi persyaratan minimal yang terdiri atas:
jumlah tenaga kerja;
kualifikasi tenaga kerja; dan
jenjang tenaga kerja,
yang dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat
kompetensi kerja konstruksi untuk setiap
subklasifikasi.
(2) Tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Penanggung Jawab Badan Usaha (PJBU);
Penanggung Jawab Teknis Badan Usaha (PJTBU); dan/atau
Penanggung Jawab Subklasifikasi Badan Usaha (PJSKBU).
(3) Tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan tenaga tetap badan usaha yang
tidak boleh merangkap jabatan pada badan usaha
lain.
(4) Jumlah tenaga kerja konstruksi PJSKBU sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan jumlah
dan kualifikasi subklasifikasi yang dimiliki.
(5) Dalam hal BUJK memiliki beberapa subklasifikasi
dengan kualifikasi berbeda, kualifikasi dan jenjang
PJTBU mengacu kepada subklasifikasi dengan
kualifikasi tertinggi.
(6) Dalam hal tenaga kerja konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengundurkan diri, BUJK
harus melakukan penggantian tenaga kerja konstruksi
dengan kualifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) minimal sama dengan yang diganti, paling lama 7 (tujuh) Hari sejak tenaga kerja konstruksi mengundurkan diri.
(7) Setiap penggantian tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), BUJK wajib
melaporkan kepada Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi (LPJK).
Pasal 89
(1) Kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf
d harus memenuhi persyaratan paling sedikit jumlah
peralatan utama untuk setiap subklasifikasi.
(2) Kemampuan dalam penyediaan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disediakan
Pelaku Usaha paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak SBU konstruksi diterbitkan.
(3) Kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan
untuk jasa konsultansi konstruksi bersifat umum.
Pasal 90
(1) Penilaian penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a untuk kegiatan usaha
jasa konsultansi konstruksi bersifat umum harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi kecil, paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
kualifikasi menengah, paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
kualifikasi besar, paling sedikit
Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah); dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA, paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a untuk kegiatan usaha pekerjaan konstruksi bersifat umum harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi kecil, paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
kualifikasi menengah, paling sedikit Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
kualifikasi besar, paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA, paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(3) Penilaian penjualan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a untuk kegiatan usaha
pekerjaan konstruksi terintegrasi harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi besar, paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);
dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA,
paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
Pasal 91
(1) Penilaian kemampuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b untuk
kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi bersifat
umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi kecil, paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
kualifikasi menengah, paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah);
kualifikasi besar, paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA,
paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
(2) Penilaian kemampuan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b untuk
kegiatan usaha pekerjaan konstruksi bersifat umum
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi kecil, paling sedikit Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah);
kualifikasi menengah, paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
kualifikasi besar, paling sedikit
Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar
rupiah); dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA,
paling sedikit Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh
lima miliar rupiah).
(3) Penilaian kemampuan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf b untuk
kegiatan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.kualifikasi besar, paling sedikit Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah); dan
b.kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA,
paling sedikit Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh
lima miliar rupiah).
Pasal 92
Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c
untuk kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi bersifat
umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kualifikasi kecil terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi
KKNI jabatan ahli paling rendah jenjang 7 (tujuh) atau ahli muda sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi;
PJBU dapat merangkap sebagai PJTBU; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 6 (enam) atau teknisi/analis
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi;
kualifikasi menengah terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 8 (delapan)
atau ahli madya sesuai dengan subklasifikasi
tenaga kerja konstruksi; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 7 (tujuh) atau ahli muda sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi;
kualifikasi besar terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli utama sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi
atau memiliki sertifikat Association of South East
Asian Nation (ASEAN) Architect atau ASEAN
Chartered Professional Engineer; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 8 (delapan) atau ahli madya
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi;
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA terdiri
atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli
utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi atau memiliki sertifikat ASEAN
Architect atau ASEAN Chartered Professional
Engineer; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI jenjang 9
(sembilan) atau ahli utama sesuai dengan
subklasifikasi tenaga kerja konstruksi atau
memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN
Chartered Professional Engineer.
Pasal 93
Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c
untuk kegiatan usaha pekerjaan konstruksi bersifat umum
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kualifikasi kecil terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 6 (enam)
atau teknisi/analis sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi;
PJBU dapat merangkap sebagai PJTBU; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 5 (lima) atau teknisi/analis sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi.
b. kualifikasi menengah terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 7 (tujuh)
atau ahli muda sesuai dengan subklasifikasi
tenaga kerja konstruksi; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 6 (enam) atau teknisi/analis
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi.
c. kualifikasi besar terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 8 (delapan)
atau ahli madya sesuai dengan subklasifikasi
tenaga kerja konstruksi; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 7 (tujuh) atau ahli muda sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi.
d. kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA terdiri
atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli
utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi atau memiliki sertifikat ASEAN
Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI jenjang 9
(sembilan) atau ahli utama sesuai dengan
subklasifikasi tenaga kerja konstruksi atau
memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN
Chartered Professional Engineer.
Pasal 94
Penilaian ketersediaan tenaga kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf c
untuk kegiatan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kualifikasi besar terdiri atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 9
(sembilan) atau ahli utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi; dan
2 (dua) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 8 (delapan) atau ahli madya
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi.
b. kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA terdiri
atas:
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli
utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi atau memiliki sertifikat ASEAN
Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer; dan
2 (dua) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI jenjang 9
(sembilan) atau ahli utama sesuai dengan
subklasifikasi tenaga kerja konstruksi atau
memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN
Chartered Professional Engineer.
Pasal 95
(1) Penilaian kemampuan dalam penyediaan peralatan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
ayat (1) huruf d untuk kegiatan usaha pekerjaan
konstruksi bersifat umum harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
kualifikasi kecil, memiliki peralatan utama paling
sedikit 1 (satu) per subklasifikasinya;
kualifikasi menengah, memiliki peralatan utama
paling sedikit 2 (dua) per subklasifikasinya;
kualifikasi besar, memiliki peralatan utama paling
sedikit 3 (tiga) per subklasifikasinya; dan
kualifikasi besar kantor perwakilan BUJKA,
memiliki paling sedikit 5 (lima) peralatan utama
per subklasifikasinya.
(2) Penilaian kemampuan dalam penyediaan peralatan
konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85
ayat (1) huruf d untuk kegiatan usaha pekerjaan
konstruksi terintegrasi harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
memiliki peralatan utama paling sedikit 3 (tiga)
per subklasifikasinya; dan
kantor perwakilan BUJKA, memiliki paling sedikit
5 (lima) peralatan utama per subklasifikasinya.
Pasal 96
(1) Penilaian BUJK untuk jasa konsultansi konstruksi
dengan sifat usaha spesialis didasarkan pada
ketersediaan aset dan ketersediaan tenaga kerja
konstruksi sebagai berikut:
paling sedikit memiliki aset senilai Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 7 (tujuh)
atau ahli muda sesuai dengan subklasifikasi
tenaga kerja konstruksi; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha
dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 7 (tujuh) atau ahli muda sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi.
(2) Penilaian kantor perwakilan BUJKA untuk jasa
konsultansi konstruksi dengan sifat usaha spesialis
didasarkan pada ketersediaan aset dan ketersediaan
tenaga kerja konstruksi sebagai berikut:
paling sedikit memiliki aset senilai
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli
utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer; dan
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 8 (delapan) atau ahli madya
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi.
(3) Penilaian BUJK untuk pekerjaan konstruksi dengan
sifat usaha spesialis didasarkan pada ketersediaan
aset, ketersediaan tenaga kerja konstruksi, dan
peralatan utama sebagai berikut:
paling sedikit memiliki aset senilai
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI paling rendah jenjang 8 (delapan)
atau ahli madya sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi;
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 7 (tujuh) atau ahli muda sesuai
dengan subklasifikasi tenaga kerja konstruksi;
dan
memiliki peralatan utama paling sedikit 2 (dua)
per subklasifikasinya.
(4) Penilaian kantor perwakilan BUJKA untuk pekerjaan
konstruksi dengan sifat usaha spesialis didasarkan
pada ketersediaan aset, ketersediaan tenaga kerja
konstruksi, dan peralatan utama sebagai berikut:
paling sedikit memiliki aset senilai
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
1 (satu) orang PJBU sebagai pimpinan tertinggi;
1 (satu) orang PJTBU dengan SKK konstruksi
kualifikasi KKNI jenjang 9 (sembilan) atau ahli
utama sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi atau memiliki sertifikat ASEAN Architect atau ASEAN Chartered Professional Engineer;
1 (satu) orang PJSKBU per subklasifikasi usaha dengan SKK konstruksi kualifikasi KKNI paling
rendah jenjang 8 (delapan) atau ahli madya
sesuai dengan subklasifikasi tenaga kerja
konstruksi; dan
memiliki peralatan utama paling rendah 5 (lima)
per subklasifikasinya.
(5) Hasil penilaian BUJK atau kantor perwakilan BUJKA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (4) merupakan dasar penerbitan SBU konstruksi.
Pasal 97
(1) Jenis kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi yang
bersifat umum serta klasifikasi dan subklasifikasi
terdiri atas:
arsitektur;
rekayasa;
rekayasa terpadu; dan
arsitektur lanskap dan perencanaan wilayah.
(2) Jenis kegiatan usaha jasa konsultansi konstruksi yang
bersifat spesialis serta klasifikasi dan subklasifikasi
terdiri atas:
konsultansi ilmiah dan teknis; dan
pengujian dan analisis teknis.
(3) Jenis kegiatan usaha pekerjaan konstruksi yang
bersifat umum serta klasifikasi dan subklasifikasi
terdiri atas:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
(4) Jenis kegiatan usaha pekerjaan konstruksi yang
bersifat spesialis serta klasifikasi dan subklasifikasi
terdiri atas:
persiapan;
konstruksi khusus;
konstruksi prapabrikasi;
penyewaan peralatan;
instalasi; dan
penyelesaian bangunan.
(5) Jenis kegiatan usaha pekerjaan konstruksi terintegrasi
serta klasifikasi dan subklasifikasi terdiri atas:
bangunan gedung; dan
bangunan sipil.
Pasal 98
(1) Klasifikasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 terdiri atas beberapa subklasifikasi usaha.
(2) BUJK hanya dapat mengambil subklasifikasi dari klasifikasi yang dimilikinya.
Pasal 99
Sertifikat Standar Perizinan Berusaha subsektor jasa konstruksi meliputi:
SBU konstruksi;
SKK konstruksi; dan
lisensi.
Pasal 100
(1) SBU konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf a wajib dimiliki oleh BUJK yang menyelenggarakan layanan jasa konstruksi.
(2) SBU konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan melalui sertifikasi dan pencatatan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pekerjaan umum melalui sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi.
(3) BUJK mengajukan permohonan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pekerjaan umum melalui Lembaga Sertifikasi Badan
Usaha (LSBU) untuk mendapatkan SBU konstruksi.
(4) SBU konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang, serta dapat dilakukan perubahan.
(5) SBU konstruksi yang akan diperpanjang wajib
diajukan sebelum habis masa berlakunya.
Pasal 102
(1) Pengajuan sertifikasi SBU konstruksi dan SKK konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dilaksanakan melalui Lembaga OSS.
(2) Pengajuan sertifikasi SKK konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk kualifikasi KKNI jenjang
1 (satu) sampai dengan 4 (empat) dapat dilakukan
melalui asosiasi profesi terakreditasi atau lembaga pendidikan pelatihan kerja.
(3) Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi jenis layanan:
permohonan baru;
perpanjangan; atau
perubahan.
Pasal 103
(1) Sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) dilakukan dengan tahapan:
permohonan;
pembayaran biaya;
verifikasi dan validasi; dan
persetujuan/penolakan permohonan SBU
konstruksi.
(2) BUJK mengajukan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a melalui Lembaga OSS
dengan dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan.
(3) Dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sesuai dengan kriteria penilaian
kelayakan yang telah ditetapkan dalam Pasal 85 ayat
(1), sesuai subklasifikasi dan jenis kegiatan usaha.
(4) Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh)
Hari setelah terbitnya surat tagihan.
(5) Pelaksanaan verifikasi dan validasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan setelah
dokumen dinyatakan lengkap dan BUJK melakukan
pembayaran biaya.
(6) Apabila permohonan disetujui, paling lambat 15 (lima
belas) Hari sejak pembayaran diterima sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), diterbitkan SBU konstruksi,
dan dicatat oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum
melalui sistem informasi jasa konstruksi terintegrasi.
(7) Apabila permohonan tidak disetujui, BUJK tidak dapat
menuntut ganti rugi kepada LSBU.
Pasal 104
(1) Dalam hal pengajuan permohonan SBU konstruksi dilakukan oleh kantor perwakilan BUJKA, ketentuan
mengenai sertifikasi badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 103 berlaku secara mutatis mutandis terhadap proses penyetaraan kualifikasi dan subklasifikasi kantor perwakilan BUJKA.
(2) Dalam hal pengajuan pencatatan SBU konstruksi
dilakukan oleh kantor perwakilan BUJKA, ketentuan
mengenai pencatatan SBU konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 103 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap pencatatan atas SBU konstruksi hasil penyetaraan.
Dari pasal-pasal diatas menurut saya sudah sangat jelas ketentuan tentang SBU, lantas bagaimana dengan:
a. kode KBLI/KBLI terkait, judul KBLI, ruang lingkup kegiatan, parameter Risiko, tingkat Risiko, Perizinan Berusaha, jangka waktu, masa berlaku, dan kewenangan Perizinan Berusaha;
b. persyaratan dan/atau kewajiban Perizinan Berusaha Berbasis Risiko;
c. pedoman Perizinan Berusaha Berbasis Risiko; dan
d. standar kegiatan usaha dan/atau standar produk.
Untuk pertanyaan tersebut, jawabannya bisa dilihat pada Peraturan Nomor 6 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha berbasis Risiko sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang ulasannya bisa dibaca pada artikel saya sebelumnya yang berjudul PM 06/2021 : SBU TERBARU DAN KAJIANNYA TERHADAP ATURAN LAIN.
Kalo sekedar ingin melihat alur pembuatan SBU/SKK, teman-teman tidak usah pusing nyari SE 21/21, cukup diklik disini , namun jika ingin tahu lebih lanjut bisa dibaca pada https://lpjk.pu.go.id/ .
Untuk tarif resmi pengurusan SBU bisa diklik disini.