Layanan Konsultasi.

Kami dapat memberikan JASA Nasehat Kebijakan terhadap Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan; Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi (Perencanaan - Persiapan - Pelaksanaan - Kontrak); dan Pemenangan Tender. Kami juga membantu membuat Kebijakan Perusahaan (Dokumen Tender & Peraturan Direksi terkait Pengadaan). Hubungi bonatua.766hi@gmail.com

Translate

CARI DI BLOG INI

POSTINGAN TERBARU

KONFERENSI PERS PENAHANAN TERSANGKA Tindak Pidana Korupsi PENGADAAN Alat Perlindungan Diri DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

Berita selanjutnya bisa dilihat di  https://news.detik.com/berita/d-7570649/kpk-tetapkan-3-tersangka-baru-di-kasus-korupsi-apd-kemenkes

Tampilkan postingan dengan label AKSI NYATA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AKSI NYATA. Tampilkan semua postingan

24 Juni 2022

Peranan teknologi e-Procurement dalam Pembangunan Ekonomi Kota Surabaya.

Bersama Pelopor Modernisasi PBJ di Indonesia


Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan nilai dan jumlah produksi barang atau jasa dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan maka produksi harus dirangsang, salah satu Instrumen yang digunakan negara adalah Procurement/pengadaan barang/jasa dan modal pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) yang selalu dilakukan setiap setahun sekali. Beberapa indikator dari adanya pertumbuhan ekonomi adalah naiknya pendapatan nasional, pendapatan perkapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari jumlah pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan.


Pertumbuhan ekonomi dapat diukur secara nominal atau riil (disesuaikan dengan inflasi). Pertumbuhan ekonomi dilihat dan diukur dengan cara membandingkan komponen yang dapat mewakili keadaan ekonomi suatu wilayah masa kini dan periode sebelumnya. Komponen yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Ekonomi suatu wilayah dapat dikatakan bertumbuh jika kegiatan ekonomi masyarakatnya berdampak langsung kepada kenaikan produksi barang dan jasanya. 


Menurut Prof. M. Suparmoko, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu Penduduk dan Tenaga Kerja, Kapital, Sumber Daya Alam, dan terakhir Teknologi dan Wiraswasta. Penduduk dan tenaga Kerja adalah individu produktif yang berperan sebagai penggerak suatu organisasi, baik dalam perusahaan maupun institusi, karena manusialah yang kemudian akan mengendalikan faktor lainnya tersebut. Cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauh mana SDM selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pertumbuhan ekonomi. Kapital/modal sebagai proses penambahan stok modal fisik buatan manusia berupa peralatan, mesin dan bangunan. Modal dibutuhkan manusia untuk mengolah sumber daya alam dan meningkatkan kualitas IPTEK, modal berupa barang-barang sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena juga dapat meningkatkan produktivitas. Sumber daya alam, yaitu sesuatu yang berasal dari alam, mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan alam, mineral, iklim, sumber air, hingga ke sumber kelautan. Bagi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan sumber daya alam yang melimpah sangat baik dalam menunjang pembangunan. Perkembangan teknologi yang semakin pesat mendorong percepatan proses pembangunan. Pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas. 


Kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia memiliki luas sekitar 326,37 km2. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3 – 6 meter di atas permukaan air laut, kecuali di sebelah Selatan dengan ketinggian 25 – 50 meter di atas permukaan air laut. Populasi penduduk Kota Surabaya sampai dengan bulan Juni 2005 mencapai 2.701.312 jiwa, dengan tingkat kepadatan 8.277 jiwa/km2. Secara administrasi pemerintahan kota Surabaya (Pemkot) dikepalai oleh Walikota yang juga membawahi koordinasi atas wilayah administrasi Kecamatan yang dikepalai oleh Camat. Jumlah Kecamatan yang ada di kota Surabaya sebanyak 31 Kecamatan dan jumlah Kelurahan sebanyak 163 Kelurahan dan terbagi lagi menjadi 1.363 RW (Rukun Warga) dan 8.909 RT (Rukun Tetangga). Secara topografi Kota Surabaya merupakan dataran rendah yaitu 80,72 % (25.919,04 Ha) dengan ketinggian antara -0,5 – 5m SHVP atau 3 – 8 m LWS, sedang sisanya merupakan daerah perbukitan yang terletak di Wilayah Surabaya Barat (12,77%) dan Surabaya Selatan (6,52%).


Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) saat ini dilakukan secara elektronik/e-Procurement (e-Proc) menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung, yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik yaitu suatu layanan pengelolaan Teknologi Informasi (TI) untuk memfasilitasi pelaksanaan PBJ secara elektronik. Secara Global,  Perserikatan Bangsa-Bangsa dan World Trade Organization telah memperkenalkan TI Media Elektronik di dalam Sistem PBJ Dunia, namun Indonesia sendiri baru melibatkan media elektronik setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 18 tahun 2000 itupun sebatas papan pengumuman pada media elektronik atas nama-nama paket yang ditenderkan.


Pada tahun 2002, Ibu Tri Rismaharini (akrab dipanggil Risma) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bagian Bina Pembangunan kota Surabaya dalam rangka menjalankan Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya, berhasil membuat dan mengembangkan e-Proc.  PBJ di kota Surabaya saat itu telah memasuki era digital dimana sebelumnya dari pengumuman paket tender di media elektronik menjadi di website bahkan tahapan prosesnya up to date, dari pengambilan dokumen tender yang awalnya hard copy "berbayar" menjadi Softcopy gratis bahkan bisa didownload melalui internet, dari peserta yang memasukkan dokumen penawaran Hardcopy menjadi softcopy bahkan bisa diupload melalui web portal dari kantor/rumah/warnet. Modernisasi ini secara pasti telah mengatasi permasalahan Jarak, Waktu bahkan Biaya tender, penasaran bagaimana selengkapnya pelaksanaan e-Proc tersebut! silahkan baca Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Proc.


Dalam satu kesempatan sesi Focus Group Discussion (FGD) mini pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2022, kami dapat berdiskusi langsung dengan narasumber yaitu Ibu Risma dan didampingi Bapak Robben Ricco dimana kedua orang ini merupakan pihak yang terlibat langsung penerapan TI di Pemkot, terungkap fakta-fakta sebagai berikut:

  1. Kondisi pengelolaan Kota Surabaya sebelum tahun 2000 sangatlah kacau sehingga berakibat buruknya kualitas Fasilitas maupun Pelayanan Publik, diperparah kondisi hampir 75% wilayahnya terkena banjir.
  2. Permasalahan pokok adalah rendahnya anggaran untuk membiayai pembangunan Infrastruktur maupun pendukung pelayanan Publik, belum lagi permasalahan Moral Hazard yang membuat anggaran belanja yang sangat sedikit menjadi semakin tidak efisien. 
  3. Kondisi ini membuat beliau harus mencari solusi koordinasi Pembangunan yang bisa mengatasi kedua masalah diatas secara bersamaan. Untungnya berkat bantuan pakar IT yaitu Profesor Richardus Eko Indrajit lahirlah solusi pembuatan aplikasi e-Proc berbasis web pertama di Indonesia.
  4. Tantangan berikutnya dan paling berat adalah pada saat tahapan implementasi, bisa dibayangkan akibat tender manual dirubah e-Proc maka proses pemilihan menjadi transparan dan dapat diketahui masyarakat secara luas dan tentunya ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang selama ini nyaman bermain di sistem yang manual, bahkan hambatan dari SDM internal unsur pemkot juga terjadi, sebagai wujud resistensi, bu Risma dan keluarga pernah mendapatkan ancaman nyawa.
  5. Hasil nyata dari tender yang transparan adalah terciptanya persaingan yang sehat dan memasuki sistem pasar sempurna yang dapat diikuti siapa dan dimana saja tentunya. 
  6. Persaingan sehat memaksa para Penyedia (wiraswasta) menjadi kreatif menciptakan dan menawarkan metode kerja yang efisien. Pernah penawar untuk tender Pekerjaan Penimbunan lahan rendah dimenangkan dengan harga dibawah 75% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), setelah diklarifikasi ternyata meskipun harga sangat murah namun karena penawar adalah Developer dan tanahnya bersumber dari lahan yang tanahnya berbukit yang akan dijadikan perumahan maka yang seharusnya penawar mengeluarkan ongkos tempat pembuangan tanah malah bisa dialokasikan dan dibeli oleh pemerintah. Sistim teknologi memotong rantai pasok tanah timbunan dari seharusnya melalui broker tanah menjadi langsung dari penjual tanah ke pembeli.
  7. Penerapan IT berefek terjadinya Efisiensi biaya Pagu disetiap paket lelang, akibatnya ada dana menganggur (sisa harga pagu terhadap harga penawaran) yang saat itu regulasinya membolehkan pemanfaatan kembali sepanjang masih di kode rekening dan tahun anggaran yang sama. Sistem PBJ yang cepat membuat proses pemilihan penyedia bisa berlangsung dengan cepat pula tanpa harus melewati tahun anggaran. Dalam hal ini Pemkot langsung belanja barang/jasa dan modal untuk membangun jalan dan memperbaiki saluran agar tidak banjir. Pembangunan infrastruktur kota bisa dipercepat tanpa menunggu tahun anggaran berikutnya. Pak Robben juga menjelaskan bagaimana strategi saat itu agar pemanfaatan hasil efisiensi tender bisa segera digunakan kembali untuk belanja berikutnya dalam tahun anggaran yang sama, pemkot melakukan tender dini yaitu dibulan Oktober sebelum tahun anggaran berjalan, gak perlu menunggu pengesahan APBD tentunya setelah ada pernyataan tidak keberatan dari penyedia apabila anggaran tidak disetujui. 
  8. Terjadi multiplier effect, akibat infrastruktur jalan dan saluran dapat dengan cepat diadakan/diperbaiki, maka akses yang bebas banjir lekas dibangun dan tak lama setelah itu di sepanjang lokasi tersebut bertumbuh pusat-pusat bisnis baru dan effect selanjutnya harga tanah mahal, nilai jual objek pajak  pun naik dan kesemuanya menambah pemasukan daerah. Sebagai contoh adalah lokasi di jalan Mayjen. Sungkono, saat ini telah berdiri Ciputra World Surabaya dan Rumah sakit Mayapada.
  9. Kesuksesan Penerapan teknologi pada e-Proc ternyata menjadi raw model penerapan e-Government terintegrasi yang menghubungkan e-Budgeting, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance dan lainnya.

Foto : Kegiatan FGD dikantor Kementerian Sosial


Data primer hasil FGD tersebut telah kami uji dengan pertama sekali mengetahui kondisi yang terjadi diera sebelum diterapkannya teknologi e-Proc di Surabaya. Menurut penelitian Hayati Hehamahua yang berjudul Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, yang dimuat pada Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 edisi Maret 2014, bahwa Kondisi keuangan Pemkot saat itu berdasarkan Perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Surabaya Tahun Anggaran 2000 – 2002 (dalam Juta Rupiah) adalah sebagai berikut :   

Hayati Hehamahua menyimpulkan bahwa kondisi sebagian besar pendapatan Pemkot masih diperuntukkan bagi pengeluaran rutin (75,46%), belanja pembangunan maupun untuk pelayanan kepada masyarakat hanya memperoleh bagian yang relatif kecil (14,54%). Ada kesan seolah-olah APBD hanya untuk membiayai gaji/honor, dan perjalanan dinas pegawai Kota Surabaya. Hasil FGD yang menyebutkan kondisi keuangan pemkot yang serba kekurangan sebelum penerapan teknologi e-proc (tahun 2000 s/d 2001) sejalan dengan hasil penelitian.


Dalam hal kebaruan teknologi, kami juga telah menguji dengan meneliti periodisasi kebijakan Pemanfaatan TI pada K/L/PD diseluruh Indonesia. Hasil pencarian menunjukkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) baru menerapkan e-Proc di tahun 2005 itupun terbatas hanya untuk PBJ Konstruksi saja.  Badan Perencanaan Pembangunan Nasional  (Bappenas) dibawah Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik yang dikepalai Bapak Agus Rahardjo baru menerapkan e-Proc pada tahun 2006,  hingga akhirnya pada tahun 2007, Presiden resmi menunjuk LKPP sebagai satu-satunya institusi pengembang e-Proc dan hasil pengembangan SPSE-nya diterapkan secara Nasional pada seluruh K/L/PD dimulai pada tahun 2010. Penerapan Teknologi e-Proc di Pemkot 3 tahun lebih awal dari KemenPU, ini menjadi klaim kebaruan penerapan teknologi elektronik di sistim PBJ Indonesia.


Dalam hal apakah benar terjadi pertumbuhan ekonomi di Kota Surabaya, maka salah satu komponen yang kami pilih untuk mengujinya adalah angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara lengkap gambaran tentang PDRB dan nilai PDRB perkapita di Kota Surabaya selama tiga periode (2002-2004) dapat dilihat pada Tabel  berikut:  


Sumber : Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2005


Penggunaan teknologi e-Proc pada tahun 2002 terbukti secara significant meningkatkan PDRB perkapita masyarakat Surabaya menjadi naik sebesar 5 juta rupiah di tahun 2004. Besaran nilai PDRB ini secara nyata mampu memberikan gambaran mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Lebih jauh, perkembangan besaran nilai PDRB merupakan salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu daerah, atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat tercermin melalui pertumbuhan nilai PDRB. Meskipun dalam tulisan ini kami hanya membahas komponen PDRB, namun berdasarkan komponen lain seperti angka Inflasi yang bisa dilihat pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2005, juga menunjukan benar telah terjadi pertumbuhan ekonomi.


Keberhasilan pembangunan ekonomi Kota Surabaya dapat juga diukur secara kualitatif dari berbagai prestasi yang relevan yang diterima oleh Kota Surabaya maupun tokoh Sentral yang berperan didalamnya. Secara personal, Ibu Risma yang semula Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002) dan mempelopori e-Proc diangkat menjadi Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (2008), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2010), Wali Kota Surabaya (2010—2015 ; 2016—2020) hingga akhirnya menjadi Menteri Sosial RI (2020—sekarang). Secara institusi, kota Surabaya juga diberi penghargaan e-Proc dari LKPP pada tanggal 20 November 2013 karena Kota Surabaya adalah pelopor penerapan sistem lelang elektronik di tahun 2002. Penggunaan TI pada sistim Pemkot seperti e-Government, e-Budgeting, e-Proc, e-Musrenbang, e-Audit, e-Performance, dan berbagai sistem penunjang secara terintegrasi lainnya banyak diadopsi oleh K/L/PD lain seperti LKPP dan Komisi Pemberantasan Korupsi.


Pertumbuhan Pembangunan Ekonomi wilayah Surabaya melalui penerapan teknologi sangat sesuai dengan teori ilmu ekonomi yaitu ilmu yang mempelajari segala tingkah laku dan aktivitas manusia untuk mendapatkan sesuatu dengan sumber daya yang terbatas. Berawal dari terbatasnya alokasi Anggaran untuk pembangunan Kota Surabaya, diciptakanlah teknologi e-Proc untuk mengatasi sifat Moral Hazard birokrasi yang merupakan SDM pengelola PBJ. Teknologi tersebut terbukti menghasilkan efisiensi anggaran sehingga tercapai Nilai Value for Money secara maksimal dan output selanjutnya adalah ketersediaan infrastruktur seperti jalan dan saluran. Teknologi e-Proc juga meningkatkan kualitas dari PBJ, hanya penyedia yang benar-benar menguasai metode pekerjaan yang berani menawarkan harga ketat tanpa mengurangi kualitas. Kompetisi memaksa efisiensi produksi dengan cara penggunaan SDM tepat jumlah dan tepat guna, peralatan yang masih kondisi Prima dan material yang memangkas rantai pasok ataupun hal-hal yang tidak perlu yang menyebabkan pemborosan dan pembengkakan biaya produksi termasuk melayani pungli. Teknologi e-Proc juga terbukti meningkatkan kuantitas frekuensi tender, monitoring waktu tender dapat diamati bersama dan mampu mengidentifikasi dini potensi keterlambatan. Dengan bantuan sistem, SDM pengelola PBJ menjadi berubah dari Hardworker menjadi smartworker. Hampir semua kegiatan bisa dilakukan melalui aplikasi, pertemuan fisik hanya untuk bagian-bagian yang tidak dapat digantikan teknologi saja seperti klarifikasi alat dan penandatangan kontrak.


Sebagai outcomenya dari teknologi e-Proc adalah terciptanya bisnis dan investasi di suatu wilayah yang berdampak multiplier effect berkelanjutan termasuk bertambahnya Pendapatan Asli Daerah, terbelinya produksi barang/jasa para wiraswasta hingga akhirnya menaikkan PDRB masyarakat Kota Surabaya. Dengan meningkatnya parameter PDRB perkapita tersebut dapat menjadi indikasi bahwa Pertumbuhan Perkembangan Ekonomi Surabaya saat itu telah berhasil.

 

 

Daftar Referensi: 


  1. Hayati Hehamahua, Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah, Jurnal Media Trend Vol. 9 No. 1 Maret 2014.
  2. Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta:BPTE Yogyakarta.
  3. Keputusan Walikota Surabaya nomor 65 tahun 2001 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Sekretariat Daerah Kota Surabaya.
  4. Keputusan Walikota Surabaya nomor 50 tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Pemerintah Daerah dengan Sistem e-Procurement.
  5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah kota Surabaya 2002-2004, link : https://www.surabaya.go.id/uploads/attachments/profilpemerintah/rpjm/Bab2.pdf.
  6. Wikipedia, link : https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Rismaharini.




Perhatian : 
Seluruh atau sebagian dari artikel ini sangat memungkinkan menjadi bagian dari Makalah ataupun Disertasi saya terkait Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mohon mengkomunikasikan apabila hendak dipakai di forum resmi demi menghindari Praktek Plagiatisme. Terimakasih

23 April 2022

UMK Di Anaktirikan ???

29 Oktober 2021

MAKSUD DAN TUJUAN MEDIA INI : EDUKASI KEBIJAKAN PENGADAAN

  Penulis sangat termotivasi membuat Media ini berawal dari dari belum ditemukannya Skripsi, Tesis, Disertasi, Jurnal, Paper Work ataupun penelitian Ilmiah lainnya yang mengkaji Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) memakai pendekatan Kebijakan Publik yang berlaku di Indonesia. Ini terungkap ketika penulis dalam rangka penyusunan tesisnya terkait PBJ tidak menemukan sama sekali referensi Jurnal yang meneliti PBJ di Indonesia memakai metodologi kebijakan publik pada Publish or Perish (PoP), kebanyakan pendekatan yang dipakai adalah memakai metodologi Yuridis, Sosial, Politik dan Keuangan sebagaimana yang ditunjukkan Analisis Co-occurance VOSviewer (Gambar 1). Kelangkaan ini, bisa saja disebabkan uniknya Kebijakan PBJ Indonesia yang diatur oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah (LKPP). Mudah-mudahan dengan adanya Media ini semakin banyak peneliti berlatar kebijakan publik yang tertarik membuat kajian.


Gambar 1.a. Hasil Analisis VOSviewer terhadap jurnal yang abstraknya mengandung keyword kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah pada PoP.


Gambar 1.b. Hasil Analisis VOSviewer lanjutan yang menunjukkan kebijakan ke pengadaan sama sekali  belum diteliti secara langsung.

    Anggaran PBJ yang bersumber dari APBN/APBD menelan biaya diperkirakan lebih dari 1/4 total anggaran dalam Bentuk Belanja Modal dan Belanja Barang/Jasa. Hampir 50% dari Belanja tersebut kebijakannya diatur oleh LKPP sebagai pelaksanaan dari perintah Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah yang telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 (PS 16/18) dan sisanya diatur Peraturan Perundangan-undangan (PPU) lain. Pengaturan dalam bentuk Peraturan Presiden ini  faktanya banyak para stake holder terutama Kementrian/Lembaga/Pemerintahan Daerah (K/L/PD) masih tidak patuh bahkan ada yang membuat kebijakan sendiri-sendiri, disisi lain Formulasi Kebijakan dibidang PBJ ini dipandang masih perlu banyak perbaikan, kurang Powerfull mengatur Lembaga Tinggi Negara yang setara dengan Presiden bahkan banyak juga terdapat PPU lain yang mengatur PBJ untuk jenis barang/jasa tertentu. Setidaknya saat ini terdapat 41 buah kebijakan di bidang PBJ dan 310 buah Kebijakan Terkait PBJ serta belum termasuk Peraturan Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala desa) dimana seluruh kebijakan tersebut mengatur 65.716 orang ASN (PPK/Pokja/PP/Swakelola) pelaku PBJ dan 429.868 Penyedia (Perusahaan/perorangan).

    Besarnya anggaran PBJ, banyaknya pelaku yang terlibat, tingginya moral hazards membuat penulis yakin perlunya pemahaman Kebijakan Publik yang benar diseluruh tahapan dimulai dari Formulasi, Implementasi, Monitoring dan Evaluasi.  Pemahaman tentang kebijakan terkait PBJ pastilah dirindukan masyarakat khususnya K/L/PD Pengguna Anggaran termasuk BUMN/BUMD/BLU, Penyedia Barang/Jasa (Swasta/BUMN), Pengawas (DPR/BPK/BPKP/DPRD/APID), Pemerhati (Akademisi/LSM/Peneliti) bahkan dibutuhkan masyarakat internasional seperti Investor, World Bank, Asian Development Bank dan Non Government Organization (NGO). 

    Perkiraan kebutuhan masyarakat akan informasi kebijakan PBJ diatas setidaknya telah terbukti, penulis telah me-launching perdana artikel per tanggal 01 Agustus 2020, tercatat hingga saat ini (31 Juli 2022) dengan 158 artikel yang telah di publish ternyata telah diakses dari 46 Negara dan dari 305 Kota di Indonesia. Dikunjungi sebanyak98.172kali dengan rata-rata pengunjung 134,6 kali sehari (sumber: Google Analityc).


Gambar 2. Lokasi Visitor dari seluruh Dunia (warna abu-abu menandakan belum ada pengunjung dari negara tersebut)

Gambar 3. Lokasi Visitor dari seluruh kota di Indonesia (titik berwarna menandakan kota sumber visitors)

    Sangat banyak atensi dari pembaca dan berdiskusi secara pribadi dengan berbagai alasan dan tujuan seperti permasalahan tender yang dihadapinya, minta pandangan keamanan investasinya, permasalahan proyek yang sedang dikerjakan. Dari awalnya hanya ingin mengedukasi masyarakat terhadap kebijakan PBJ agar menjadi cikal bakal lahirnya peneliti kebijakan PBJ, kini berkembang menjadi turut membantu implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan terkait PBJ sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat. Semuanya dilakukan secara gratis dalam rangka mengedukasi masyarakat Pengadaan di Indonesia.

Mari kita majukan PBJ Indonesia, tolong identifikasi dan ceritakan permasalahannya, kita buat kajiannya, kita usulkan solusinya ke setiap stakeholder kebijakan. LKPP, Presiden dan DPR harus siap melayani Masyarakat khususnya terkait Pelayanan PBJ.


Terimakasih buat para pembaca. 


Salam Kebijakan Publik.

27 Juni 2021

Transparansi Tahap Evaluasi sebagai Upaya Mencegah Kecurangan

Semalam, sportifitas sebuah kompetisi terselamatkan, harga diri ajang sepak bola sekelas Benua Biru EURO 2020 antara timnas Itali-vs-Austria (27 Juni 2021) terlindungi oleh Video Assistan Referee (VAR), pasalnya kecurangan yang berbuah GOLL oleh pemain Austria dibongkar oleh VAR, bagaimana salah satu pemain menyusup dengan melanggar aturan OFFSIDE dibukakan ke publik sehingga Gollnya dibatalkan wasit. Bagaimana peristiwa itu sesungguhnya terjadi bisa disaksikan pada video berikut  ini pada menit 06:00.



Lantas apa hubungannya dengan PBJ? 

Pada siklus tahunan APBN/APBD, perencanaan belanja PBJ yang disetujui DPR/DPRD (RKA-K/L/Pemda) akan lanjut ke proses sesuai ketentuan PS 16/18 yaitu tahapan persiapan pengadaan; persiapan pemilihan; pelaksanaan pemilihan; pelaksanaan kontrak hingga akhirnya Serah terima PBJ. Dari keseluruhan tahapan ini maka yang paling menjadi pusat perhatian adalah proses pelaksanaan pemilihan penyedia, bagaimana tidak, ini adalah proses kunci hasil monitoring para oknum penyedia terdepan, eksekutif dan legislator yang dilakukan sebelum RKA-K/L/Pemda ditetapkan. Paket-paket itu nantinya akan seperti Bola yang digiring sampai terjadi GOLL dan Penyedia terdepan keluar sebagai pemenang.

Proses penggiringan bola biasanya mempersiapkan berbagai skenario kecurangan, berbagai cara disusun pada proses persiapan termasuk mengeluarkan jurus dan kunci andalan demi memastikan pada saat pelaksanaan pemilihan terjadi goll yang diharapkan. Jika di breakdown, proses pelaksanaan pemilihan metode tender pascakualifikasi secara garis besarnya dimulai dari tahapan pengumuman; penjelasan; upload penawaran; evaluasi; penetapan pemenang; sanggah; SPPBJ dan terakhir tahap penyelesaian Kontrak. Dari keseluruhan tahapan ini maka yang paling krusial adalah tahapan Evaluasi, tahapan ini ibarat satu atau dua langkah sebelum bola memasuki gawang lawan. Sangking krusial-nya, skenario kecurangan wajib dijalankan demi memastikan penggiringan sesuai keinginan para pemonitor....tak ada cerita, harus GOLLLLLL.

Anti kecurangan yang paling efektif pada kompetisi penggiringan bola saat ini adalah VAR, dimana rekaman dibukakan dan diputar ulang secara detil untuk membuktikan apakah proses terjadinya Goll tersebut benar-benar sah. Bukan hanya pemain, wasit, juri, hakim maupun penonton dilapangan namun masyarakat-pun diluar arenapun bisa melihat kualitas evaluasi penetapan Goll tersebut. 

VAR-nya PBJ dimana?
Proses Penetapan pemenang adalah peristiwa Goll-nya sebuah bola, VAR-nya adalah pembukaan Rekamanan Elektronik Dokumen Penawaran yang telah diupload Pemenang melalui aplikasi SPSE. Rekaman ini dipakai pokja sebagai bahan dasar melakukan evaluasi, tidak bisa ditambah kurang karena segala aktivitas tercatat di LOG SERVER dan dijamin oleh Undang-undang ITE.

Kondisi Evaluasi Pemilihan Penyedia PBJ saat ini bagaimana?

Harus kita akui prinsip transparansi telah diterapkan diseluruh proses/tahapan Pelaksanaan Pemilihan PBJ kecuali pada Tahapan Evaluasi pemilihan penyedia. Rusak Susu sebelanga hanya karena Nila setitik, implementasi transparansi PBJ tercemar hanya karena satu proses yang tidak transparan sehingga mengakibatkan Proses evaluasi pemilihan saat ini lebih mirip SULAP, tiba-tiba keluar  Pemenang yang merupakan suatu hasil akhir dari kompetisi. Tak ada yang tahu kebenaran evaluasi tersebut kecuali POKJA selaku pendownload dokumen penawaran dan LPSE selaku pemilik server tempat rekaman upload penawaran peserta dikirimkan ataupun para Auditor yang memliki akses ke LPSE.
Para peserta hanya mendapat Berita Acara (BA) yang berisikan nilai raport masing-masing bahkan kadang BA hanya diperlihatkan saja pada halaman LPSE kegiatan paket berlangsung. Isinya adalah suatu Kesimpulan akhir serangkaian prosedur evaluasi yang telah dilakukan evaluator yang pada umumnya mempertunjukkan kekurangan "Looser" atau bahasa kerennya "dikuliti" namun tidak dibarengi pembuktian bahwa dokumen si "Winner" benar-benar sempurna, tidak seperti peserta lainnya yang memiliki kekurangan ataupun kesalahan yang menggugurkan penawaran. Kelompok kerja biasanya berlindung dibalik ULP, dan ULP yang bernaung pada UKPBJ merasa tidak memiliki hak membukakan rekaman tersebut, UKPBJ juga beralasan bahwa terkait Informasi, peserta harus memintanya ke Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Rekaman ini adalah barang mahal, sangat dilindung mengingat isinya besar kemungkinan merekam kecurangan-kecurangan setidaknya asumsi ini berdasarkan hasil pembuktikan pada persidangan kasus OTT KPK ataupun persidangan KPPU.


Upaya yang dilakukan bagaimana?  

Pelaksanaan Prinsip Transparansi PBJ yang dimaksudkan pasal 6 PS 16/18 serasa menyempit, boleh terbuka seluas-luasnya asal jangan bukti rekaman berisi Informasi yang dievaluasi. Berharap adanya keterbukaan Informasi pada sistem PBJ adalah kesia-siaan meskipun saat ini telah terbit PerLKPP 12/21, diperparah  lagi bahwa ternyata upaya meminta rekaman tersebut diluar sistim PBJ jauh lebih rumit lagi, selain butuh waktu sangat lama juga menghabiskan biaya terbilang lumayan. Faktanya, Upaya meminta ke PPID Pemerintah Provinsi DKI Jakarta makan waktu 71 hari, upaya sidang Ajudikasi non Litigasi di Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta makan waktu 220 hari dan terakhir upaya PTUN Provinsi DKI Jakarta makan waktu 92 hari dan semua institusi tersebut sepakat menolaknya. Total waktu yang saya habiskan untuk memperjuangkan keterbukaan Informasi memakan waktu setahun lebih tepatnya 12,7 bulan dan oleh karena itu untuk aksi #savePBJ pada upaya ini cukup sampai disini saja.

Saya tidak kecewa, hasil studiku setidaknya membuktikan bahwa prosedur dan persidangan yang saya jalani dan yakin bisa menyelamatkan PBJ dari praktek-praktek kecurangan ternyata butuh Komitmen Besar dari Negara, bukan hanya dari Pemerintah, Pelaku PBJ, KPK, Komisi Informasi, Hakim atau bahkan seorang teoritis seperti saya. Semoga kedepannya makin banyak pegiat PBJ maupun pegiat Hak Informasi tertarik melanjutkan upaya saya tentunya dengan belajar dari kesalahan penyusunan permohonan yang saya jalani, beberpa orang sudah ada yang tertarik dan untuk itu akan saya dukung penuh.

Dalam pandangan saya, setidaknya telah berusaha menunjukkan kepada para stakeholder negara ini bahwa keterbukaan Rekaman Pemenang mampu menghemat waktu dan biaya proses pemilihan, menguragi keterlibatan para penggiring paket, meringankan kerja APIP/D dan Auditor, serta mencegah masuknya oknum APH main proyek. Tentunya harapan terbesar dan terpenting kita mampu menutup kebocoran anggaran PBJ yang ditaksir sebesar 10% setiap tahunnya. Perhitungan saya, kita bisa menghemat sekitar 100 Triliun pertahun dari APBN/APBD yang biaya PBJ-nya bisa sampai 1.000 T. Ini bisa melunasi hutang negara bahkan serasa air setitik ditengah kekeringan akibat pandemi yang membuat cashflow negara berkontraksi hebat.

Harapannya bahwa dengan membukakan rekaman dokumen penyedia, kemenangan yang diperoleh melalui proses kecurangan bisa dibatalkan. Akibatnya celah kesempatan berbuat curang tertutup. Jika tidak ada jaminan penggiringan paket akan berhasil maka Penyedia Terdepan pasti berhenti menggiring dan tidak ikut-ikut membuat jurus kuncian dalam persyaratan tender. Tidak ada juga oknum-oknum yang menjadikan kecurangan sebagai bahan perasan yang ujungnya minta paket juga. Saya rasa Value For Money pasti bukanlah angan-angan semata.

Salam Kebijakan Publik PBJ    

Artikel terkai lainnya :



27 Mei 2021

Sidang ke-3 : Penambahan Bukti Baru bahwa Gubernur DKI (2012-2017) dan LKPP (sejak 2019) adalah Pendukung Transparansi Informasi Penawaran Pemenang


    Masih terkait Aksi PBJ, dalam rangka Peduli, Pahami dan awasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, khususnya dalam Pengadaan Barang/Jasa di NKRI yang ditaksir 1.000 T/tahun maka Transparansi dan Keterbukaan Informasi terkait Evaluasi Tender adalah cara paling efektif sebagai upaya preventif tindakan penyelewengan #UangKita2021. Fakta bahwa segala penggiringan belanja barang/jasa yang dimulai sejak perencanaan akan sangat ditentukan pada proses penetapan pemenang tender.

    Sebagai aktivis yang konsisten dalam pembenahan sistem PBJ jalur konstitusi khususnya perjuangan Prinsip "Transparansi dan Terbuka" (Pasal 6, PS 16/2018), aksi saya kini masuk pada tahapan Sidang ketiga pada PTUN Provinsi DKI Jakarta. Pada sidang ini (27 Mei 2021), majelis hakim memberikan kesempatan kepada kami untuk mengajukan bukti baru yang sangat penting karena menyangkut referensi pembenaran atas tuntutan kami. Adapun bukti tersebut adalah:

BUKTI P – 10
Video wawancara secara langsung Aiman Witjaksono dari Kompas TV dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Gubernur DKI Jakarta Periode 2014-2017 di Balai Kota pada acara Kompas Petang Tanggal 17 Maret 2015 (sumber: KompasTV), transkrip pembicaraan (terjemahan ke textual) pernyataan beliau tentang Transparansi tender bisa dilihat sebagai berikut:

a. Pada Durasi ke 31:36

Ahok : di backup pak Jokowi...memang e-budgeting, semua dari dia dari dulu kok. 

"Untuk membuktikan bahwa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meneruskan kebijakan Gubernur sebelumnya yaitu Gubernur Jokowi (Periode DKI Jakarta 2012-2014)"

b. Pada Durasi ke 32:06.

Ahok : tuh liat lelang-lelang di DKI Pernah ga habis lelang dibuka sampe RAB nya perusahaannya seperti apa speknya ga pernah dibuka.

Aiman : ga pernah dibuka ga pernah diawasi?

Ahok :sekarang saya sudah buka supaya orang tahu kenapa dia menang kenapa dia kalah

"Untuk membuktikan bahwa Pejabat Publik sebelumnya yaitu Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur DKI Jakarta Periode 2014-2017) dengan tegas menyatakan telah membuka seluruh informasi terkait Evaluasi lelang proyek DKI Jakarta"

Keterangan Fakta:

  1. Peraturan Perundang-undangan pada zaman Gubernur Joko Widodo dan Gubernur Ahok saat itu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan pada saat ini telah diganti dengan PERPRES 16/2018 sebagaimana telah diubah dengan PERPRES 12/2021. Namun ketentuan yang mengatur tentang transparansi tidak mengalami perubahan sedikitpun pada kedua PERPRES tersebut maupun turunannya.

  2. Terdapat 2 (dua) Implementasi kebijakan yang berbeda dan saling bertentangan ditangan Pejabat Publik yang berbeda meskipun memiliki ketentuan transparansi dan Badan Publik yang sama.

  3. Adanya perbedaan Implementasi ini memberikan contoh ketidakpastian hukum pada masyarakat terkait transparansi tender dan telah mewariskan kebingungan pada para pejabat publik saat ini dan masa datang.


BUKTI P – 11

Keputusan PPID Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penetapan Klasifikasi Informasi Publik Yang Dikecualikan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Lingkungan LKPP. (download di https://ppid.lkpp.go.id)

Untuk membuktikan bahwa:

  • Termohon telah salah mengambil referensi peraturan yaitu Keputusan PPID Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Penetapan Klasifikasi Informasi Publik Yang Dikecualikan di Lingkungan LKPP sebagai referensi pembenaran keputusannya.

  • Peraturan ini (Keputusan PPID Nomor 2 Tahun 2019) justru menyatakan bahwa Dokumen Pengadaan Barang/Jasa masuk kategori dikecualikan selama proses pemilihan berlangsung.

    Bagi para pelaku PBJ khususnya PENYEDIA yang eksist tahun 2012 s/d 2017 di DKI Jakarta mungkin masih ingat bagaimana seluruh dokumen tender dibuka, dan akibatnya ada yang tanda bintangnya hilang di LPSE, SPMK tak kunjung turun, proses tender dihentikan dan para penggiring bola kepanasan. Sangat sulit membuktikan keberadaan peristiwa lampau tersebut di Pengadilan, untungnya Media profesional sekelas Kompas masih menayangkan jejak digital yang menunjukkan TRANSPARANSI itu Ada dan Nyata.

    Fakta lain yang mengejutkan dan uniknya tidak banyak yang tahu bahwa LKPP selaku Badan Publik percontohan Pengelolaan PBJ di NKRI ternyata memiliki kebijakan yang hampir mirip dengan Gubernur DKI. Meskipun tidak seterbuka mereka namun ini cukup membuktikan pembukaan dokumen tender pasca pengumuman hasil adalah sesuai amanat Transparansi oleh Presiden. Semoga Pejabat Publik lain mau dan tidak ragu untuk TRANSPARAN, lagian ini duit PUBLIK harusnya terbuka dalam pengelolaannya...emangnya ini duit nenek moyang lu...!!


Catatan : 

Aksi #SavePBJ saya murni terkait Badan Publik, Pejabat Publik dan Kebijakan Publik. NO SARA, NO POLITICS, just PUBLIC DOMAIN. 


Artikel terkait:

05 Mei 2021

Babak Baru Perjuangan Transparansi Tender dan Penyelamatan PBJ

#savePBJ : Babak Baru Perjuangan Transparansi Tender dan Penyelamatan PBJ



    Sebagai kelanjutan aksi saya dalam perjuangan Transparansi dan Keterbukaan Informasi terkait Evaluasi Tender, dengan update aksi terakhir yaitu melakukan permohon kepada Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta namun ditolak dengan alasan yang sangat disayangkan lari dari pembuktian status Informasi yang dimohonkan. Maka terkait penolakan tersebut, selaku Publik yang hak konstitusinya dilindungi undang-undang langsung mendaftarkan keberatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pertanggal 10 Maret 2021 dan siang tadi, Rabu 05 Mei 2021 telah pula menjalani sidang perdana. Sepertinya kasus yang saya jalani ini memang sifatnya khusus dan belum pernah ada sehingga butuh waktu hampir sebulan persiapan sidangnya.  

    Upaya hukum kali ini akan sangat berbeda, selain karena diajukannya bukti baru bahwa sebelumnya pernah ada Pejabat Publik yang terang-terangan berani membuka dokumen tender, juga semakin jelas bahwa ada 2 type Pejabat Publik dalam menafsir Transparansi yaitu 

  1. Pejabat Publik yang ngotot melindungi kerahasiaan Penyedia dengan bermacam alasan dan 
  2. Pejabat Publik yang membuka informasi seluas-luasnya karena menyangkut Dana Publik sekaligus menjadi tools dalam Society Control
Mari kita nantikan Hakim PTUN menentukan Pejabat Publik mana yang tidak sesuai aturan.

    Adalah Gubernur Jokowi dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang menurut saya Tokoh PBJ yang berani membukakan seluruh informasi terkait Hasil Lelang seperti RAB, Perusahaan pemenang seperti apa, Spec yang ditawarkan bagaimana yang semuanya demi dan agar publik tahu kenapa penawaran bisa menang ataupun kalah. Namun saat ini justru tindakan mereka tidak ditiru oleh Pejabat Publik lainnya, ramai-ramai Badan Publik menetapkan kerahasiaan Informasi terkait Evaluasi Tender bahkan ada yang mempatenkan tidak bisa dibuka selama 30 tahun kedepan. Pada titik ini Majelis Hakim akan memutuskan dan keputusan tersebut akan menjadi kepastian hukum di seluruh NKRI.

    Menurut saya, Aksi kedua tokoh publik tersebut diataslah yang jelas mengimplementasikan Transparansi yang dimaksud oleh  Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah. Meskipun saat ini peraturan yang berlaku adalah Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021, namun ketentuan tentang Transparansi tetap sama termasuk pada aturan turunannya seperti Peraturan Kepala LKPP maupun Peraturan Menteri PUPR.

Video Wawancara Exclusif Gubernur Ahok dengan Aiman (Kompas)

Sedikit intermezo, Video diatas adalah jejak digital bagaimana perjuangan tokoh PBJ tersebut dalam menghadapi para Mafia PBJ, ini sekaligus menjawab keraguan Pejabat Publik lainnya apakah membuka seluruh dokumen tender para penawar pasca penetapan pemenang adalah melanggar hukum. Saya meyakini justru ini adalah implementasi hukum yang sebenarnya mengingat sampai detik ini tidak ada orang maupun badan usaha yang melakukan gugatan atas tindakan tersebut......jadi jangan Ragu para Pejabat Publik hasil pemilu kemarin...bisa dipastikan Rakyat bersamamu dan Anda-lah pemimpin masa depan.

catt: Video tersebut disunting dari aslinya ( https://youtu.be/RRbohP-4FG0 )



Semoga Yang Mulia Majelis Hakim PTUN DKI Jakarta bisa memandang permohonan saya ini dari kacamata Penyelamatan Keuangan Negara khususnya terkait PBJ karena menurut pengamatan saya, Kondisi PBJ saat ini harusnya sudah layak dikategorikan membahayakan sehingga  perlu diselamatkan mengingat adanya fakta-fakta sebagai berikut:
  1. Update, 27 Mei 2021, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P., selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada acara Kabar Petang TV One mengatakan bahwa korupsi saat ini (era reformasi) lebih parah dibandingkan zaman sebelumnya, kini dalam bentuk bagi-bagi proyek yang melibatkan Eksekutif, Legeslatif dan Yudikatif bahkan telah dimulai sebelum Anggaran (APBN/APBD) belum disahkan. 
  2. Survey LSI menyebutkan bahwa Bagian Pengadaan dinilai paling rawan terjadi kegiatan koruptif, yakni 47,2 persen. PBJ menelan biaya rata-rata 1/4 dari total APBN sekitar 500 Triliun per tahun, ini belum termasuk angka PBJ pada APBD, BLU/BLUD, BUMN/BUMD dan lain-lainnya.
  3. Skor Indeks Persepsi Korupsi tahun 2020 yang memburuk turun tiga poin dari tahun 2019 yang berada di skor 40masih kalah jauh dibandingkan Singapura (skor 85), Brunei Darussalam (skor 60), Malaysia (skor 51), dan jadi setara Timor Leste (skor 40)
  4. Kasus Tindak Pidana Korupsi PBJ yang ditangani KPK tertinggi kedua dan 100% terkait tidak langsung terhadap PBJ. Ini merupakan sebab akibat ditutupnya informasi yang merupakan akses kontrol masyarakat dan menjadi peluang amannya tindakan kecurangan yang  tersembunyi rapat selama 30 tahun.
  5. Indeks Demokrasi di Indonesian juga terendah sepanjang 14 tahun ini, hal ini terkait Informasi yang menjadi salah satu indikator Demokrasi ternyata masih dikekang Oknum Pejabat Publik. Informasi tersebut sejatinya adalah Hak asasi manusia, dengan pengekangan informasi terkait PBJ maka pastilah menjadi contoh untuk pengekangan informasi lainnya.  
Jadi rasanya tidak salah kalo kita bersama-sama menggaungkan aksi #savePBJ demi tercapainya Value for Money yang diamanatkan bapak Presiden.

Sekian, 
Salam PBJ


Gambar Bukti pemanggilan Sidang perdana.

Artikel terkait:
2. Putusan Sidang Sengketa Informasi terkait Evaluasi Tender.


26 Maret 2021

#savePBJ#Transparansi tender Anti Demokrasi dan Alergi Kontrol Masyarakat

Selamat buat POLRI yang telah berhasil melakukan Peresmiannya Etle di indonesia.


    Meskipun kalo dipikir-pikir sangat banyak Privasi Individu yang akan terganggu karena dipantau CCTV namun memang selayaknya kepentingan Bangsa jauh lebih tinggi ketimbang kepentingan Evaluasi Transaksional Pelanggaran Lalu Lintas di jalanan sehingga PNBP (Penghasilan Negara Bukan Pajak) dari Biaya Denda dipastikan 100% masuk ke Kas Negara....sekali lagi selamat buat POLRI PRESISI.  

    Next-nya bagaimana dengan PBJ (Pengadaan Barang/Jasa) kita, ibarat Panggang, masih jauh dari Api, Tender PBJ  di APBN/D justru semakin melibatkan Transaksi Elektronik justru hasilnya makin tertutup dari Kontrol Masyarakat dan meredam ciri Demokrasi di Indonesia. INFORMASI adalah Hak Asasi Manusia (HAM) apalagi informasi yang diminta terkait pengelolaan Dana Publik. 
    Bagaimana tidak, perintah Keterbukaan Informasi yang diatur pada pasal 17b UU 14/2008 dan Prinsip PBJ yang Terbuka dan Transparansi yang diatur pada pasal 6 PS 16/2018 kalah dengan Kepentingan Individu Pengusaha dan Hasil Uji Konsekuensi Badan Publik pelaksana Tender. Implementasi Peraturan perUndang-undangan tersebut GATOT (GAgal TOTal) dengan alasan Privasi dan Peraturan PPID....tidak tanggung-tanggung, kerahasian Dokumen Tender mereka buat berlaku 30 tahun kedepan, akibatnya secara praktis kecurangan PBJ hanya bisa diketahui setelah Pengadilan membukakannya itupun jika terjerat Aparat penegak Hukum. 
"Kalo sistim PBJ puluhan tahun terjadi pembiaran begini, bisa jadi para Pelaku yang terjerat Hukum justru adalah "KORBAN SISTEM".
"lantas dimana UPAYA PENCEGAHAN-nya 

Secara Keuangan Negara, rasanya pemasukan Kas Negara dari para Pelanggar Lalu Lintas sangat jauh jumlahnya dari pembiayaan PBJ yang alokasinya di APBN rata-rata 500 Triliun pertahun, ini belum lagi yang bersumber dari APBD, BUMN, BUMD dan BLU Pusat dan Daerah....jika sudah begini Para Pengguna Anggaran apa masih mikir kepentingan lain selain Value for Money-nya PBJ.

Catatan kecil saya bahwa dulu ada 2 Pejabat Publik yang telah melakukan keterbukaan transparansi total terhadap PBJ yaitu Gubernur Jokowi dan Gubernur Ahok, namun saya terus terang menjadi bingung melihat regulasi PBJ saat ini. Berikut adalah bukti bahwa mereka telah menanamkan transparansi dokumen peserta lelang : 





Salam #savePBJ#
 

16 Maret 2021

BUMN/BUMD/BUMDES/BLU/BLUD wajib "memakai" PS 12/21


 

    Sampai detik ini saya sangat meyakini bahwa Pemerintah melalui Kementrian PUPR dan didukung LPJK tidak main-main dalam mengubah Wajah Konstruksi Indonesia yang corat marut. Salah satu gebrakan besarnya adalah merevolusi sumber awal permasalahan yaitu Proses Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi. Tidak main-main, Pemerintah mengubah 2 pasal lama dan menambah 9 Pasal baru pada Bagian Ketiga Pemilihan dan Penetapan Penyedia Jasa dengan melakukan Perubahan PP 22/20 menjadi PP 14/21. Dari 9 tambahan pasal tersebut, yang menjadi Pusat Perhatian kita adalah adanya tambahan pasal 74A yang berbunyi :


“Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi yang menggunakan sumber pembiayaan dari keuangan negara diatur dengan Peraturan Presiden”


Pasal ini sangat-sangat menarik mengingat:

  1. PP 14/21 telah mengatur Pemilihan Penyedia Jasa Konstruksi yang sumber pembiayaannya dari keuangan negara sebagaimana yang dikutip dari Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang meliputi:
    • hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
    • kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
    • Penerimaan Negara;
    • Pengeluaran Negara;
    • Penerimaan Daerah;
    • Pengeluaran Daerah;
    • kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
    • kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
    • kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. 
  2. PP kekuatan hukumnya lebih tinggi dari PS, artinya meskipun di PS 12/21 hanya mengatur PBJ yang dibiayai APBN/APBD namun untuk Jasa Konstruksi harus tunduk pada PP 14/21, jadi bukan Hanya yang dibiayai APBN/APBD saja namun semua Jasa Konstruksi yang Sumber pembiayaannya dari Keuangan Negara seperti BUMN, BUMD, BLU, BLUD, BUMDes, Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri  yang memakai Fasilitas Pemerintah dll.
  3. PP 14/21 berkekuatan hukum dan mengikat karena diperintahkan PUU yang lebih tinggi yaitu UU 02/17 dan juga memiliki ketentuan Sanksi Pidana.  (Pasal 8 ayat 2 UU 12/11 tentang Pembentukan PUU). 
Untuk lebih jelasnya, khusus untuk Kajian Pasal 74A terhadap Pengguna Jasa bentuk BUMN telah saya tuangkan dalam bentuk surat terbuka yang ditujukan kepada K/L terkait (gambar). Semoga saja telinga-telinga para Pejabat Publik di Media Elektronik ini bekerja dengan baik dan mau mendengar demi kemajuan Bangsa dan Negara.

Saya juga berharap untuk BUMD, BUMDES, BLU, BLUD, Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri  yang memakai Fasilitas Pemerintah dll bisa melakukan pendekatan yang sama.


btw...mundur kebelakang pada surat masukan saya sebelumnya terhadap Draft perubahan PP 22/20, ternyata ada beberapa masukan tersebut yang menjadi kenyataan salah satunya munculnya Pasal 74A ini.....silahkan klik disini untuk membaca surat saya terdahulu. Terimakasih Pemerintah, ternyata betul bukan anti kritik loh.....thanks pak Presiden Jokowi. 


Berikut Isi Surat Terbuka saya beserta ulasannya






Keren KemenBUMN, surat email langsung dikonfirmasi telah diterima, berikut bukti terimanya :



KemenKeu juga gak kalah, malah surat masuk langsung jadi tiket, kalo begini tata kelola informasi publik aku rasa Publik benar-benar Raja-nya





POSTINGAN POPULER