Media ini mengulas Kebijakan Pengadaan Indonesia & Dunia (UNCITRAL, WTO & European Union) serta Lembaga Pembiayaan Dunia (WB, ADB, IsDB). Pendekatannya melalui teori Kebijakan Publik terkait Peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres/16/2018 seperti pada gambar atas) sehingga menarik untuk dibaca para Investor Asing, Pengamat, Akademisi, Rantai Pasok, dan pastinya bagi Pelaku Pengadaan Indonesia.
Layanan Konsultasi.
Translate
SEKILAS PANDANG
CARI DI BLOG INI
24 Juli 2025
Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Pengadaan untuk Penanggulangan Bencana.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
23 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Penyedia menurut Perpres/16/2018
Dalam ekosistem pengadaan barang/jasa pemerintah, Penyedia adalah mitra utama pemerintah sebagai pelaksana langsung dari kontrak pengadaan. Posisi strategis Penyedia menuntut kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, spesifikasi teknis, waktu, dan mutu pekerjaan. Ketentuan hukum dalam Perpres 46 Tahun 2025 secara tegas mengatur hak, kewajiban, serta sanksi yang berlaku bagi Penyedia dalam proses pengadaan, baik melalui tender, seleksi, penunjukan langsung, maupun e-purchasing.
Ketentuan yang Mengatur Penyedia
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
"Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak."
BAB III PELAKU PBJ – Bagian Kesepuluh: Penyedia
Pasal 17
Kualifikasi dan Tanggung Jawab Penyedia:
-
Kewajiban:
-
Memenuhi kualifikasi sesuai barang/jasa yang diadakan.
-
Bertanggung jawab atas:
-
Pelaksanaan kontrak;
-
Kualitas barang/jasa;
-
Ketepatan jumlah/volume;
-
Ketepatan waktu dan lokasi penyerahan.
-
-
BAB VII – PELAKSANAAN PBJ MELALUI PENYEDIA
Pelaksanaan pemilihan (Pasal 50–51):
-
Penyedia dapat dipilih melalui:
-
E-purchasing;
-
Pengadaan Langsung;
-
Penunjukan Langsung;
-
Tender Cepat;
-
Tender;
-
Seleksi (untuk jasa konsultansi).
-
Kriteria keberhasilan Penyedia:
-
Menyampaikan dokumen penawaran yang benar;
-
Lolos evaluasi teknis dan harga;
-
Tidak terlibat persekongkolan dan KKN.
BAB VII – KONTRAK DAN PEMBAYARAN (Pasal 52–58)
Pelaksanaan kontrak oleh Penyedia:
-
Menandatangani kontrak sesuai SPPBJ.
-
Melaksanakan pekerjaan sesuai spesifikasi dan waktu.
-
Menyerahkan hasil pekerjaan kepada PPK.
-
Menerima pembayaran prestasi setelah dikurangi uang muka/retensi/denda.
Retensi dan Jaminan:
-
Jaminan pelaksanaan, pemeliharaan, uang muka, dll.
-
Harus dicairkan jika Penyedia wanprestasi.
BAB VIII – PENGADAAN KHUSUS
Pasal 59 – Keadaan darurat:
Penyedia dapat ditunjuk langsung untuk menangani pengadaan dalam situasi darurat.
Pasal 63 – Pengadaan Internasional:
Penyedia luar negeri wajib bekerja sama dengan badan usaha nasional jika ikut pengadaan internasional.
BAB IX – PENGADAAN BERKELANJUTAN
Pasal 68:
Penyedia bertanggung jawab atas produk/jasa yang memenuhi aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan tata kelola.
BAB XII – SANKSI UNTUK PENYEDIA (Pasal 78–81)
Penyedia dapat dikenakan sanksi administratif bila:
-
Menyerahkan dokumen palsu;
-
Tidak melaksanakan kontrak;
-
Menyerahkan produk tidak sesuai spesifikasi;
-
Melanggar komitmen TKDN dan penggunaan produk dalam negeri;
-
Menyerahkan jaminan yang tidak bisa dicairkan.
Jenis Sanksi:
-
Digugurkan dalam pemilihan;
-
Dikenakan denda;
-
Dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional;
-
Harus mengganti kerugian negara;
-
Dapat dilaporkan pidana jika ada indikasi fraud.
Pasal 83 – Daftar Hitam Nasional
PA/KPA menayangkan nama Penyedia yang dikenai sanksi ke dalam sistem Daftar Hitam Nasional yang dikelola LKPP.
Khusus untuk e-purchasing dan katalog (Pasal 80):
-
Penyedia dapat dikenai sanksi bila:
-
Menampilkan produk dengan klaim TKDN palsu;
-
Tidak memenuhi kewajiban dalam katalog elektronik;
-
Tidak melaksanakan kontrak dengan baik.
-
Kesimpulan
Penyedia adalah mitra kerja pemerintah yang sangat menentukan keberhasilan proyek pengadaan. Namun, kerja sama ini tidak bisa berjalan semaunya — Penyedia harus tunduk pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan keberlanjutan. Perpres 46 Tahun 2025 menetapkan standar kualifikasi, etika pelaksanaan, dan tanggung jawab kontraktual secara jelas, sekaligus menyediakan mekanisme sanksi bagi pelanggaran.
Oleh karena itu, menjadi Penyedia bukan sekadar soal bisnis, tetapi juga integritas dan kompetensi. Pemerintah membutuhkan Penyedia yang profesional, jujur, dan mampu mendukung agenda pembangunan nasional dengan hasil kerja terbaik.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
22 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Penyelenggara Swakelola menurut Perpres/16/2018
Dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah, Swakelola merupakan metode pelaksanaan yang tidak menggunakan penyedia, tetapi dilakukan sendiri oleh instansi pemerintah, ormas, atau kelompok masyarakat. Untuk melaksanakannya, dibentuk Penyelenggara Swakelola, yaitu tim-tim khusus yang bertanggung jawab atas seluruh tahapan pelaksanaan swakelola. Artikel ini menguraikan seluruh ketentuan dalam Perpres 46 Tahun 2025 yang secara eksplisit mengatur tugas, struktur, dan tanggung jawab Penyelenggara Swakelola.
Ketentuan yang Mengatur Penyelenggara Swakelola
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
"Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola."
BAB III PELAKU PBJ – Bagian Kesembilan: Penyelenggara Swakelola
Pasal 16
Struktur Penyelenggara Swakelola:
-
Tim Persiapan
Menyusun: sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya. -
Tim Pelaksana
Bertugas: melaksanakan kegiatan, mencatat, mengevaluasi, melaporkan progres dan serapan anggaran. -
Tim Pengawas
Bertugas: mengawasi pelaksanaan fisik dan administrasi.
"Penyelenggara Swakelola dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa."
BAB IV – PERENCANAAN PENGADAAN
Pasal 18 ayat (5)–(6)
PPK menyusun perencanaan Swakelola yang meliputi:
-
Penetapan tipe Swakelola (I–IV)
-
Spesifikasi teknis/KAK
-
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Tipe Swakelola:
-
Tipe I: oleh K/L/PD sendiri.
-
Tipe II: dilaksanakan K/L/PD lain.
-
Tipe III: oleh Ormas.
-
Tipe IV: oleh Kelompok Masyarakat.
BAB V – PERSIAPAN SWAKELOLA
Pasal 23–24
-
Penetapan Tim:
-
Tipe I: ditetapkan oleh PA/KPA.
-
Tipe II: Persiapan & Pengawas oleh PA/KPA; Pelaksana oleh K/L/PD lain.
-
Tipe III: Persiapan & Pengawas oleh PA/KPA; Pelaksana oleh Ormas.
-
Tipe IV: seluruhnya oleh Kelompok Masyarakat.
-
-
Rencana kegiatan ditetapkan oleh PPK.
-
Biaya Swakelola dihitung berdasar komponen riil. PA dapat mengusulkan standar biaya ke Kemenkeu/Kepala Daerah.
BAB VI – PELAKSANAAN SWAKELOLA
Pasal 47
-
Tipe I: PA/KPA dapat gunakan pegawai internal atau ahli (maks. 50% dari tim pelaksana).
-
Tipe II: kerja sama antar K/L/PD, kontrak ditandatangani PPK.
-
Tipe III dan IV: kontrak antara PPK dengan Ormas atau Kelompok Masyarakat.
-
Dalam Swakelola, jika butuh barang/jasa tambahan, digunakan e-purchasing.
-
Pembelian material wajib menggunakan produk dalam negeri dan UMK/Koperasi, dilakukan melalui e-katalog.
BAB VI – PEMBAYARAN DAN PENGAWASAN
Pasal 48–49
-
Pembayaran dilakukan sesuai PPU.
-
Tim Pelaksana:
-
Melaporkan pelaksanaan ke PPK.
-
Menyerahkan hasil kerja ke PPK dengan berita acara.
-
-
Tim Pengawas:
-
Melakukan pengawasan berkala.
-
BAB X – PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK
Pasal 72B
"Katalog elektronik dapat digunakan oleh pelaksana Swakelola."
BAB XII – SANKSI
Pasal 80A
Sanksi untuk calon pelaksana Swakelola:
-
Jika tidak memenuhi syarat katalog → sanksi administratif.
-
Jika wanprestasi kontrak → sanksi pembatalan dan penalti sesuai kontrak.
Sanksi meliputi:
-
Penghentian dari sistem transaksi e-purchasing;
-
Penurunan pencantuman di katalog;
-
Pembatalan sebagai penyelenggara swakelola.
Kesimpulan
Penyelenggara Swakelola adalah tim ad hoc yang menjalankan fungsi penting dalam sistem pengadaan alternatif selain penyedia. Peraturan Presiden memberikan struktur yang tegas, tanggung jawab yang rinci, dan fleksibilitas melalui empat tipe pelaksanaan. Penyelenggara Swakelola bertanggung jawab dari perencanaan hingga pelaporan akhir, dan seluruh prosesnya tunduk pada prinsip efisiensi, akuntabilitas, serta kepatuhan pada ketentuan anggaran negara.
Dengan kemudahan ini, Swakelola membuka ruang partisipasi luas, khususnya bagi masyarakat dan organisasi non-pemerintah. Namun di sisi lain, tanggung jawab administratif, pelaporan, serta risiko sanksi tetap melekat dan tidak bisa diabaikan.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
21 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Kelopok Kerja (POKJA) menurut Perpres/16/2018
Ketentuan yang Mengatur Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja)
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
"Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia."
BAB III PELAKU PBJ – Bagian Keenam
Pasal 13
Tugas Pokja Pemilihan:
-
Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia, kecuali Pengadaan Langsung dan E-purchasing dengan pembelian langsung.
-
Menetapkan pemenang untuk metode:
-
Tender/Penunjukan Langsung (Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya) dengan pagu ≤ Rp100 miliar.
-
Seleksi/Penunjukan Langsung (Jasa Konsultansi) dengan pagu ≤ Rp10 miliar.
-
Keanggotaan Pokja:
-
Pokja terdiri dari 3 (tiga) orang anggota.
-
Dapat ditambah menjadi ganjil jika kompleksitas pekerjaan tinggi.
-
Dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli.
BAB IV PERENCANAAN – Pasal 21 ayat (2)
"Konsolidasi pengadaan dapat dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ, yang dalam pelaksanaannya melibatkan Pokja Pemilihan."
BAB IX PENGADAAN BERKELANJUTAN
Pasal 68 ayat (3) huruf c
"Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan menyusun dokumen pemilihan yang memperhatikan aspek keberlanjutan."
BAB XII SANKSI DAN PENGAWASAN
Pasal 78 ayat (1)
"Jika peserta pemilihan mengundurkan diri tanpa alasan dapat diterima, maka Pokja Pemilihan dapat mengusulkan sanksi administratif."
Pasal 79 ayat (1)
"Sanksi daftar hitam ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pokja Pemilihan."
Pasal 82 ayat (1)
"Sanksi administratif dikenakan kepada Pokja Pemilihan yang lalai dalam kewajibannya."
Pasal 82 ayat (1a)
"Sanksi juga dapat diberikan kepada Pokja pada satuan kerja yang tidak memenuhi target penggunaan produk dalam negeri dan/atau produk UMK/Koperasi."
Ketentuan Tambahan Terkait Pokja
Pasal 74A ayat (2)
"Pengelola PBJ ditetapkan sebagai Pokja Pemilihan."
Pasal 74B ayat (2)
"Jika jumlah Pengelola PBJ belum mencukupi, maka anggota Pokja dapat berasal dari ASN yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau keahlian tingkat dasar."
Kesimpulan
Pokja Pemilihan adalah garda terdepan dalam memastikan kualitas dan integritas proses pemilihan penyedia dalam sistem pengadaan pemerintah. Mereka bertanggung jawab langsung atas penetapan pemenang tender, pemenuhan prinsip kompetitif dan transparansi, serta penerapan aspek keberlanjutan.
Pokja juga berperan sebagai pihak yang menyusun dokumen pemilihan yang menjadi dasar sah pengadaan. Dalam hal terjadi kesalahan atau kelalaian, Pokja tidak luput dari pertanggungjawaban administratif, bahkan dapat menjadi subjek laporan pidana jika melanggar pakta integritas. Oleh karena itu, Pokja dituntut memiliki kompetensi, profesionalitas, dan integritas yang tinggi.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
20 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Pejabat Pengadaan menurut Perpres/16/2018
Ketentuan yang Mengatur Pejabat Pengadaan
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
"Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing."
BAB III PELAKU PBJ – Bagian Kelima: Pejabat Pengadaan
Pasal 12
Tugas Pejabat Pengadaan:
-
Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung;
-
Melaksanakan Penunjukan Langsung untuk:
-
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya ≤ Rp200 juta;
-
Jasa Konsultansi ≤ Rp100 juta;
-
-
Melaksanakan E-purchasing untuk nilai ≤ Rp200 juta.
Catatan: Tugas-tugas ini menjadikan Pejabat Pengadaan sebagai pelaku utama dalam belanja operasional rutin, belanja darurat kecil, serta belanja e-katalog dalam batasan tertentu.
BAB IX PENGADAAN BERKELANJUTAN
Pasal 68 ayat (3) huruf c)
"Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan bertanggung jawab menyusun dokumen pemilihan yang memperhatikan aspek keberlanjutan (lingkungan, sosial, ekonomi, institusional)."
BAB XII SANKSI DAN PENGAWASAN
Pasal 78 – 82
Pejabat Pengadaan dapat dikenai sanksi administratif dalam beberapa hal:
-
Jika lalai atau terbukti melakukan pelanggaran dalam proses pemilihan Penyedia;
-
Jika menyetujui penyedia yang menyampaikan dokumen palsu atau terlibat persekongkolan;
-
Jika tidak mencapai target penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk UMK/Koperasi.
Pasal 82 ayat (1)
"Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan kewajibannya."
Pasal 82 ayat (3)
"Sanksi dapat berupa pengurangan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan berbasis prestasi kerja."
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 88 ayat (1d)
"Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang PBJ paling lambat 31 Desember 2023 jika belum memiliki sertifikat kompetensi."
Ketentuan Tambahan dari Pasal 74A dan 74B
-
Pasal 74A ayat (2): Pengelola PBJ dapat ditugaskan sebagai Pejabat Pengadaan.
-
Pasal 74B ayat (2b): Jika belum tersedia cukup Pengelola PBJ, maka Pejabat Pengadaan dapat berasal dari ASN yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar (level-1).
Kesimpulan
Pejabat Pengadaan merupakan pelaksana teknis dalam pengadaan bernilai kecil hingga menengah, dengan tanggung jawab yang sangat spesifik dan cepat. Tugasnya meliputi pengadaan langsung, penunjukan langsung, serta transaksi e-katalog dalam batas tertentu. Meskipun nilai pengadaan relatif kecil, tanggung jawabnya tetap besar karena menyangkut kepatuhan hukum, efisiensi anggaran, dan akuntabilitas.
Dalam regulasi terbaru, Pejabat Pengadaan dituntut untuk memiliki kompetensi dasar, berperan dalam keberlanjutan, serta tunduk pada sanksi jika lalai menjalankan kewenangan. Oleh karena itu, posisi ini memerlukan profesionalitas, ketelitian, dan integritas tinggi, terutama dalam konteks belanja negara yang harus tepat sasaran dan sesuai aturan.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
19 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang PPK Menurut PMK/210/2022
KATA PENGANTAR
Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) memegang peran penting dalam tata kelola keuangan negara,
khususnya pada tahap pelaksanaan anggaran. Dalam PPeraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PMK/210/2022), peran PPK tidak hanya terbatas pada aspek administratif,
tetapi juga menjadi ujung tombak pengambilan keputusan yang berdampak langsung
pada pencairan dana APBN. Artikel ini merangkum segala hal yang secara
eksplisit diatur dalam PMK tersebut, mulai dari pengangkatan hingga kewajiban
pertanggungjawaban yang melekat pada jabatan PPK.
1. Definisi PPK
PPK adalah
pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau
tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
Pasal 1 angka
12: Pejabat Pembuat Komitmen...
2. Penetapan dan Larangan Perangkapan Jabatan
PPK ditetapkan
oleh KPA dan tidak boleh merangkap sebagai PPSPM atau Bendahara.
Pasal 10 ayat
(1) dan (4), Pasal 15 ayat (4)
3. Tugas dan Wewenang PPK
PPK bertugas
menyusun rencana kegiatan, melaksanakan pengadaan, menguji tagihan, menerbitkan
SPP, dan lainnya.
Pasal 11 ayat
(2)
4. Tanggung Jawab PPK
PPK bertanggung
jawab atas validitas bukti tagihan, data kontrak, dan hasil pekerjaan.
Pasal 11 ayat
(3)
5. Pembuatan Komitmen oleh PPK
PPK
menandatangani kontrak/komitmen pengadaan barang/jasa.
Pasal 22 ayat
(2) dan Pasal 27 ayat (1)
6. Penatausahaan Data Kontrak
PPK wajib
mendaftarkan kontrak ke KPPN paling lambat 5 hari kerja.
Pasal 30 ayat
(1)-(3)
7. Pengujian Tagihan dan Penerbitan SPP
PPK menguji
tagihan, menerbitkan, dan menyampaikan SPP.
Pasal 40 dan
Pasal 41
8. Penggunaan Uang Persediaan
PPK menerbitkan
SPBy dan memantau pertanggungjawaban uang muka.
Pasal 43 dan 44
9. Sertifikasi dan Kompetensi PPK
PPK wajib
memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan.
Pasal 17 ayat
(3) dan Pasal 20 ayat (2)
10. Masa Jabatan dan Pengganti
Penugasan PPK
tidak terikat tahun anggaran dan tetap harus menyelesaikan tanggung jawab saat
penugasan berakhir.
Pasal 16 ayat
(1) dan (5)
KESIMPULAN
PPK memiliki
peran kunci dalam tata kelola pembayaran APBN. PMK 210/2022 secara komprehensif
mengatur ruang lingkup kewenangan, kewajiban, serta batasan etik bagi PPK.
Dengan memahami ketentuan ini, diharapkan setiap pejabat PPK dapat melaksanakan
tugasnya dengan penuh tanggung jawab, profesionalisme, dan integritas demi
menjaga akuntabilitas keuangan negara.
Catatan: PMK 210/2022 dibentuk menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibentuk Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
Peran dan Ketentuan tentang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam PMDN/77/2020
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasrakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (PMDN/77/2020), merupakan komponen penting dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam pengadaan barang/jasa. PPK bertanggung jawab untuk memastikan proses pengadaan berjalan sesuai ketentuan hukum, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi dan keuangan. Dalam struktur keuangan daerah, peran PPK sering dirangkap oleh PA atau KPA, tetapi fungsinya tetap berdiri sebagai simpul utama pengikatan anggaran dengan pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Peranan dan Tanggung Jawab PPK
1. Penyiapan dan Pengikatan Komitmen
PPK melaksanakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran, seperti:
-
Menyusun dokumen pengadaan barang/jasa,
-
Melakukan pemilihan penyedia,
-
Menandatangani kontrak atau perjanjian kerja sama.
2. Pengujian dan Pembayaran
PPK melakukan pengujian tagihan atas pekerjaan yang telah selesai dan memerintahkan pembayaran berdasarkan dokumen yang sah dan benar.
3. Penjaminan Kepatuhan terhadap Regulasi
PPK harus memastikan seluruh proses pengadaan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan LKPP dan standar akuntansi pemerintahan.
4. Kolaborasi dengan PPTK dan Bendahara
PPK bekerja bersama PPTK dalam memverifikasi pelaksanaan kegiatan serta menyusun dokumen SPP dan SPM, dan berkoordinasi dengan bendahara pengeluaran terkait pembayaran.
5. Kualifikasi Personil
PPK adalah ASN yang memiliki kompetensi teknis dan/atau telah mengikuti pelatihan pengadaan. Jika dirangkap oleh PA atau KPA, PPK tetap dapat dibantu oleh pegawai berkompetensi atau agen pengadaan.
6. Tanggung Jawab Administratif dan Hukum
PPK bertanggung jawab penuh terhadap sahnya proses kontraktual dan dampaknya terhadap keuangan daerah, termasuk pengelolaan risiko hukum dalam pelaksanaan kontrak.
Kesimpulan
Peran PPK bukan hanya administratif, tetapi sangat strategis dalam menjamin integritas dan efisiensi keuangan daerah. Ia adalah penghubung antara perencanaan anggaran dan realisasi kegiatan melalui kontrak atau kerja sama. Oleh sebab itu, seorang PPK harus memahami prinsip-prinsip pengadaan, akuntabilitas keuangan, serta mampu mengambil keputusan yang berdampak langsung pada reputasi dan kinerja pemerintah daerah.
catatan: PMDN/77/2020 dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 221 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang PPK menurut Perpres/16/2018
BAB I – Ketentuan Umum
Pasal 1
“Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/daerah.”
BAB III – Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Pasal 8
“Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. PA; b. KPA; c. PPK; ...”
Bagian Keempat – Pejabat Pembuat Komitmen
Pasal 11 Ayat (1)
PPK bertugas:
-
a. Menyusun perencanaan pengadaan;
-
b. Melaksanakan konsolidasi pengadaan;
-
c. Menetapkan spesifikasi teknis/KAK;
-
d. Menetapkan HPS dan rancangan kontrak;
-
e. Menetapkan besaran uang muka;
-
f. Menetapkan perubahan jadwal pelaksanaan PBJ;
-
g. Menetapkan penggunaan e-purchasing;
-
h. Menyusun dan menetapkan e-kontrak;
-
i. Menyimpan dokumen pelaksanaan PBJ;
-
j. Melaporkan pelaksanaan dan hasil PBJ kepada PA/KPA;
-
k. Menyerahkan hasil PBJ dengan berita acara serah terima;
-
l. Menilai kinerja penyedia;
-
m. Menetapkan tim pendukung/tenaga ahli;
-
n. Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ).
Ayat (2):
"PPK melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pelimpahan dari PA/KPA."
Ayat (2a):
"PPK wajib memiliki Sertifikat Kompetensi PPK sesuai dengan tipologi pekerjaan yang ditangani."
Ayat (2b):
"Dalam hal tidak tersedia PPK untuk pengadaan melalui APBD, PA/KPA dapat menunjuk PPTK sebagai PPK dengan kompetensi sesuai ketentuan."
Ayat (2c):
"Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi pemenuhan kebutuhan PPK bersertifikat."
BAB IV – Perencanaan Pengadaan
Pasal 18 ayat (4):
"PPK menyusun spesifikasi teknis/KAK, RAB, dan pemaketan PBJ."
Pasal 21 ayat (2):
"Konsolidasi pengadaan dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ."
BAB V – Persiapan Pengadaan
Pasal 25 ayat (1):
"PPK menetapkan: HPS, rancangan kontrak, spesifikasi teknis/KAK, jadwal, lokasi, dan besaran uang muka."
BAB VI – Pelaksanaan Kontrak
Pasal 52:
PPK bertanggung jawab atas:
-
Penandatanganan kontrak;
-
Serah terima hasil pekerjaan;
-
Pengendalian pelaksanaan;
-
Perubahan kontrak;
-
Pengenaan sanksi;
-
Pemutusan kontrak jika wanprestasi;
-
Penanganan keadaan kahar.
BAB VIII – Swakelola
Pasal 24 ayat (2):
"PPK menetapkan rencana kegiatan Swakelola, termasuk kebutuhan barang/jasa dan SDM."
BAB IX – Pengadaan Berkelanjutan
Pasal 68 ayat (3) huruf b:
"PPK bertugas menyusun spesifikasi teknis dan/atau KAK yang memenuhi aspek keberlanjutan."
BAB XII – Sanksi dan Pengawasan
Pasal 82 ayat (1):
"Sanksi administratif dikenakan kepada PPK yang lalai melakukan kewajiban."
Ayat (1a):
"Sanksi juga dikenakan bila PPK tidak memenuhi target penggunaan produk dalam negeri dan produk UMK/Koperasi."
Ayat (3):
"Sanksi dapat berupa pengurangan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan berbasis prestasi kerja."
Kesimpulan
PPK adalah aktor teknis sekaligus administratif yang bertanggung jawab penuh atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pengadaan. Ketentuan dalam Perpres 46 Tahun 2025 mempertegas bahwa PPK harus kompeten dan tersertifikasi, serta tunduk pada prinsip akuntabilitas dan keberlanjutan. Beban tanggung jawabnya tidak hanya bersifat administratif tetapi juga berisiko hukum bila terjadi wanprestasi atau pelanggaran.
Dengan demikian, keberadaan PPK menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan PBJ, baik dari sisi efisiensi anggaran maupun integritas tata kelola.Pada kenyatannya, Menteri Keuangan turut mengatur PPK untuk APBN dan Menteri Dalam Negeri turut mengatur PPK untuk APBD, adapun Peran dan ketentuannya dapat di klik pada link berikut ini:
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
18 Juli 2025
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menurut Perpres/16/2018
Dalam tata kelola keuangan negara, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berperan sebagai perpanjangan tangan dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan penggunaan anggaran. Dalam konteks pengadaan barang/jasa pemerintah, peran KPA semakin strategis sebagai pelaksana delegasi yang berwenang membuat keputusan-keputusan penting mulai dari perencanaan, pengelolaan kontrak, hingga pelaksanaan anggaran. Artikel ini menghimpun secara sistematis seluruh ayat yang menyebut KPA untuk memberikan gambaran utuh tentang kedudukan, kewenangan, dan tanggung jawab KPA dalam sistem pengadaan pemerintah.
Ketentuan yang Mengatur Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
"Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan."
"Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah."
BAB III PELAKU PENGADAAN BARANG/JASA
Bagian Kesatu – Pelaku PBJ
Pasal 8 huruf b
"Pelaku PBJ terdiri atas: PA; KPA; PPK; ...dst."
Bagian Ketiga – Kuasa Pengguna Anggaran
Pasal 10
-
KPA melaksanakan pendelegasian kewenangan dari PA sesuai pelimpahan.
-
KPA berwenang menjawab sanggah banding dalam tender pekerjaan konstruksi.
-
KPA dapat menugaskan PPK untuk:
-
Mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau
-
Mengadakan perjanjian dalam batas anggaran belanja.
-
-
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
-
KPA dapat melaksanakan tugas sebagai PPK.
-
KPA yang melaksanakan tugas PPK wajib memiliki pengetahuan tentang pengadaan dan PPK.
Pelimpahan Wewenang dari PA ke KPA
Pasal 9 ayat (3)
"PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan kepada KPA sesuai ketentuan PPU."
"PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan huruf a sampai huruf f2 kepada KPA."
BAB IV PERENCANAAN PENGADAAN
Pasal 21 ayat (2)
"Konsolidasi pengadaan dilaksanakan oleh PA, KPA, PPK, dan/atau UKPBJ."
BAB IX PENGADAAN BERKELANJUTAN
Pasal 68 ayat (3) huruf a
"Pengadaan berkelanjutan dilaksanakan oleh PA/KPA dalam merencanakan dan menganggarkan PBJ."
BAB XII SANKSI
Pasal 79 ayat (1)
"Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan pejabat pengadaan/pokja/agen."
Pasal 83
"PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan sanksi daftar hitam dalam Daftar Hitam Nasional."
Pasal 82 ayat (1) dan (1a)
"Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan kewajiban."
"Termasuk bagi yang tidak memenuhi target penggunaan produk dalam negeri atau UMK-Koperasi."
Kesimpulan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat strategis yang bertindak atas delegasi dari PA dan menjalankan peran operasional dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain memegang kewenangan teknis seperti menjawab sanggah banding dan menunjuk PPK, KPA juga dapat merangkap sebagai PPK itu sendiri — asalkan memiliki kompetensi yang dipersyaratkan.
KPA juga memiliki peran dalam perencanaan, konsolidasi, pemilihan penyedia, hingga pengenaan sanksi administratif dan penayangan daftar hitam. Posisi ini bukan hanya administratif, tapi juga mengandung pertanggungjawaban yang serius terhadap akuntabilitas penggunaan anggaran publik, termasuk pencapaian target penggunaan produk dalam negeri dan pemberdayaan UMK.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
Peran dan Ketentuan Lengkap tentang Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Menurut PMK/210/2022
Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi pelaksanaan APBN, peran Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menjadi sangat penting sebagai pelaksana teknis penggunaan anggaran yang telah didelegasikan oleh Pengguna Anggaran (PA). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.05/2022 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PMK/210/2022) secara rinci mengatur peran, tugas, dan kewenangan KPA, yang menjadi tulang punggung tata kelola keuangan di satuan kerja (Satker).
Definisi KPA
Pasal 1 angka 11 PMK 210/PMK.05/2022 menyebutkan:
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
Penetapan KPA
Menurut Pasal 5, PA menetapkan kepala Satker sebagai KPA. Dalam kondisi tertentu, pejabat lain dapat ditetapkan sebagai KPA, seperti:
-
Satker dipimpin pejabat komisioner
-
Dipimpin eselon I
-
Satker tugas khusus atau fungsional
-
Satker lembaga negara
Penetapan KPA bersifat ex-officio, dan tidak terikat tahun anggaran (Pasal 7 ayat (1)).
Tugas dan Wewenang KPA
Sesuai Pasal 9 ayat (4), KPA memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Menyusun DIPA
b. Menetapkan PPK dan PPSPM
c. Menetapkan panitia/pejabat pelaksana anggaran
d. Menetapkan rencana kegiatan dan pencairan dana
e. Melakukan tindakan pengeluaran anggaran
f. Melakukan pengujian tagihan dan menerbitkan perintah pembayaran
g. Memberikan supervisi, konsultasi, dan pengendalian
h. Mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi
i. Menyusun laporan keuangan dan kinerja
Tanggung Jawab KPA
Dalam Pasal 9 ayat (1), disebutkan bahwa KPA bertanggung jawab secara formal dan materiil kepada PA atas pelaksanaan kegiatan di bawah penguasaannya:
-
Tanggung jawab formal: atas pelaksanaan tugas dan wewenang
-
Tanggung jawab materiil: atas penggunaan anggaran dan keluaran yang dihasilkan
Kesimpulan
KPA merupakan garda depan dalam pelaksanaan anggaran di tingkat Satker. Dengan kewenangan teknis yang luas dan tanggung jawab yang berat, KPA menjadi aktor kunci dalam menjaga akuntabilitas dan kualitas belanja negara. PMK 210/PMK.05/2022 memperkuat peran tersebut agar sistem perbendaharaan nasional berjalan efektif dan berorientasi hasil.
Catatan: PMK 210/2022 dibentuk menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibentuk Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dalam menjalankan kewenangannya berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Penulis adalah Doktor dan Magister Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti (Usakti), Sainstis dari Universitas Sumatera Utara (USU), Pemikir Bangsa dari Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa–Megawati Institute, Konsultan PBJ, serta aktif sebagai anggota Asosiasi Analis Kebijakan Publik, Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia, Insan Pengadaan Antikorupsi, Aktivis Keterbukaan Informasi Publik, Ikatan Alumni USU/Usakti, Relawan Perjuangan Demokrasi, dan Batak Center, serta dikenal sebagai Peneliti isu Publik dan Politik.
POSTINGAN TERBARU
WHOOSH, SALAH FORMULASI KEBIJAKAN?
(Analisis Tahapan Thomas R. Dye dan Evaluasi dengan Pendekatan William N. Dunn dalam Perspektif UU/25/2009) oleh: Dr. Bonatua Silalahi (Pen...








